Faktor agama juga berpengaruh. Survei kami menunjukkan bahwa mereka yang rendah kepercayaan agamanya akan lebih rentan menyebarkan hoaks. Namun, temuan ini punya kemungkinan bias-di Indonesia, orang cenderung menjawab secara positif ketika ditanyakan soal agamanya.
Selain itu, survei kami juga mencatat bahwa mereka yang tidak percaya diri dengan kecakapannya bermedia sosial mempunyai kecenderungan lebih tinggi dalam menyebarkan hoaks. Seseorang dianggap cakap dalam bermedia sosial ketika dirinya bukan hanya konsumen konten tapi juga terampil dalam produksi konten. Kepercayaan diri bermedia sosial ini tidak berhubungan dengan tingkat pengeluaran untuk internet.
Temuan penting lainnya
Temuan penting lainnya dalam survei kami menunjukkan bahwa hampir 70% dari responden kami di Jawa Barat memiliki kecenderungan yang rendah untuk menyebarkan hoaks.
Temuan kami ini selaras dengan penelitian sebelumnya di AS yang menunjukkan bahwa tingkat penyebaran hoaks rendah dan kecenderungan orang menyebarkan hoaks berada dalam level yang lebih rendah lagi. Hoaks yang tersebar lebih karena ketidaksengajaan dan emosi orang awam yang dimanipulasi oleh orang-orang dengan motif politik atau ekonomi di internet.
Penelitian kami juga mengungkap bahwa mayoritas masyarakat Jawa Barat memiliki tingkat kemampuan identifikasi hoaks sedang. Artinya 60,8% masyarakat Jawa Barat hanya mampu mengidentifikasi hoaks sebanyak 25%-50% dari soal yang kami berikan. Sementara, 31,5% tidak mampu mengidentifikasi sama sekali dan 7,7% memiliki kemampuan mengidentifikasi hoaks sebanyak 75%-100% dan hanya 4% yang mampu mengidentifikasi semua hoaks yang kami berikan.
Dalam analisis lanjutan, kami menemukan bahwa format atau platform berpengaruh pada kemampuan seseorang mengidentifikasi hoaks.
Selama penelitian, kami menggunakan dua berita hoaks dalam format tangkapan layar berita daring yang biasa dibagikan di media sosial seperti Facebook dan Twitter dan dua kabar bohong lainnya yang disebarkan lewat WhatsApp. Kami mengambil konten ini dari laman penggemar Turn Back Hoax di Facebook untuk menjamin bahwa semua informasi yang kami pakai telah terbukti sebagai hoaks.
Metode pengujian ini pula yang membedakan penelitian kami dengan penelitian di AS yang disebutkan di paragraf pertama. Penelitian di AS fokus dengan hoaks di Facebook, sedangkan kami menguji responden dengan hoaks berita daring dan WhatsApp.
Pada masing-masing format, kami menggunakan hoaks yang menyerang atau mendukung kedua kubu calon presiden baik Jokowi maupun Prabowo Subianto. Hal ini dilakukan secara berimbang untuk mengurangi bias konfirmasi dari kedua pendukung pasangan calon. Hasil analisis menunjukkan siapapun pilihan presidennya tidak memprediksi kecenderungan untuk menyebarkan hoaks.
Survei kami juga menunjukkan responden kami lebih mudah mengidentifikasi hoaks yang beredar di media sosial ketimbang di WhatsApp. Tingkat keberhasilan responden untuk mengidentifikasi hoaks di media sosial mencapai 9,3%, sedangkan di Whatsapp hanya 6,3%.
Walaupun secara umum kecenderungan untuk menyebarkan hoaks relatif rendah di Jawa Barat, namun kabar buruknya adalah kemampuan mengidentifikasi hoaks ternyata tidak bisa memprediksi kecenderungan orang untuk menyebarkan hoaks.
Kesimpulan ini bertentangan dengan pandangan yang populer bahwa untuk menanggulangi penyebaran hoaks maka kita harus mendidik pengguna informasi agar lebih melek informasi digital dan mampu mengidentifikasi hoaks.
Yang bisa kita lakukan
Gambaran kondisi masyarakat kita tidak sepenuhnya menyedihkan. Ada peluang untuk menghambat penyebaran hoaks.
Berita Terkait
-
AI Search di Indonesia: Cara Cari Info Jadi Lebih Cepat dan Relevan
-
Komdigi Punya Sistem Khusus Awasi Konten Internet, Klaim Bukan Alat Bungkam Kritik Warga
-
Kabel Bawah Laut Bifrost Resmi Mendarat di Manado, Perkuat Konektivitas Digital Indonesia
-
Komdigi Umumkan Pemenang Lelang Frekuensi 1.4 GHz Bulan Depan
-
Starlink Down di Indonesia: Kapasitas Penuh Hentikan Pengguna Baru
Terpopuler
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Bukan Denpasar, Kota Ini Sebenarnya Yang Disiapkan Jadi Ibu Kota Provinsi Bali
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Tinggi Badan Mauro Zijlstra, Pemain Keturunan Baru Timnas Indonesia Disorot Aneh Media Eropa
Pilihan
-
6 Stadion Paling Angker: Tempat Eksekusi, Sosok Neti hingga Suara Misterius
-
Shell, Vivo Hingga AKR Bungkam Usai 'Dipaksa' Beli BBM dari Pertamina
-
Drama Stok BBM SPBU Swasta Teratasi! Shell, Vivo & BP Sepakat 'Titip' Impor ke Pertamina
-
Gelombang Keracunan MBG, Negara ke Mana?
-
BUMN Tekstil SBAT Pasrah Menuju Kebangkrutan, Padahal Baru IPO 4 Tahun Lalu
Terkini
-
Honor Siapkan HP Baru Bulan Ini: Bawa Baterai 8.300 mAh dan Fitur Tangguh
-
Sebagian Fitur Redmi K90 Terungkap, Diprediksi Jadi Cikal Bakal POCO F8
-
Makin Mudah, Final Fantasy 7 Remake Hadirkan 'Easy Mode' di Switch 2 serta Konsol
-
HP Murah Vivo Y21d Lolos Sertifikasi di Indonesia, Fitur Tahan Banting
-
NVIDIA Suntik Puluhan Triliun Rupiah, Harga Saham Intel Langsung Meroket
-
Redmi Pad 2 Pro: Bocoran Spesifikasi Gahar, Baterai 12.000 mAh, Siap Meluncur Minggu Depan?
-
Tencent Tuduh Sony Memonopoli Game usai Digugat, Sebut Horizon Tidak Orisinal
-
Telkomsel Pertajam Kepiawaian Generasi Muda Manfaatkan Teknologi AI lewat IndonesiaNEXT Summit 2025
-
55 Kode Redeem FF Terbaru 19 September 2025: Ada Skin Scar, XM8, dan Diamond
-
GoTo Kantongi Rp 4,65 Triliun Siap Ekspansi dan Dorong Pertumbuhan Ekosistem Digital