Suara.com - Membuka identitas pasien positif Covid-19 menjadi dilema di publik maupun pemerintah: membuka data pribadi, termasuk riwayat perjalanan pasien bisa mencegah penularan, tetapi di sisi lain berpotensi melahirkan diskriminasi.
Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) menilai setiap tindakan pemrosesan data pribadi pasien Covid-19, apalagi pembukaannya, harus sesuai dengan prinsip pelindungan data pribadi dan selaras dengan etika medis.
"Dalam konteks prinsip dan regulasi, pelindungan data pribadi, termasuk dalam RUU Pelindungan Data Pribadi, data kesehatan termasuk dalam kategori data sensitif. Pengelolaannya memerlukan mekanisme pelindungan yang lebih hati-hati dengan menjamin akuntabilitasnya," kata Wahyudi Jafar, Direktur Elsam dalam keterangan pers yang diterima Suara.com di Jakarta, Selasa (24/3/2020).
Berdasarkan catatan ELSAM pada 2016, dari 32 undang-undang yang mengatur pelindungan data pribadi, 6 di antaranya berkaitan dengan sektor Kesehatan, termasuk akses data kesehatan. Di antaranya UU Praktik Kedokteran, UU Kesehatan, UU Rumah Sakit, UU Kesehatan Jiwa, UU Tenaga Kesehatan, dan UU Narkotika.
Pasal 57 ayat (2) UU Kesehatan disebutkan, pengecualian dalam perlindungan data tersebut dapat dilakukan salah satunya demi kepentingan masyarakat. Namun tentunya harus memenuhi prinsip nesesitas dan proporsionalitas.
"Artinya harus dilakukan secara ketat dan terbatas," ujar dia.
Lebih jauh, kerahasiaan rekam medik pasien diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) No. 269/MenKes/Per/III/2008 tentang Rekam Medis, yang mewajibkan seluruh penyelenggara layanan kesehatan untuk menjaga kerahasiaan rekam medis pasien.
Dalam Pasal 10 (2) dikatakan bahwa membuka riwayat kesehatan dimungkinkan untuk kepentingan kesehatan, memenuhi permintaan aparatur penegak hukum, permintaan pasien sendiri, dan untuk kepentingan penelitian atau pendidikan sepanjang tidak menyebut identitas pasien.
Oleh karena itu, dalam penanganan Covid-19, setiap praktik pengumpulan data pribadi seseorang, termasuk tracking data lokasi, juga harus dilakukan sesuai dengan prinsip dan hukum pelindungan data pribadi.
Baca Juga: Data Pribadi WNI Positif Virus Corona Tersebar ke Publik, Warga Depok Marah
Potensi pelanggaran sangat mungkin terjadi dengan implikasi adanya diskriminasi dan ekslusivitas atau pengucilan terhadap pihak-pihak yang bersangkutan, termasuk meningkatkan situasi ketakutan berlebih bagi publik.
Sebagai contoh, dua kasus pertama positif Covid-19 di Indonesia yang data pribadinya disebarluaskan, justru mengalami diskriminasi dan intimidasi, yang kemudian berdampak pada kondisi mental kedua pasien tersebut.
Belajar dari pengalaman beberapa negara, Singapura misalnya, pemberitaan dan laporan status Covid-19 dari situs resmi yang dikelola pemerintah (www.wuhanvirus.sg), sama sekali tidak membuka identitas pribadi dari pasien positif Covid-19, apalagi yang masih dalam status suspect. Melainkan cukup dengan memberikan nomor bagi pasien, berdasarkan pada nomor urut kasusnya.
Namun dengan alasan kesehatan publik, pembatasan terhadap perlindungan data pribadi ini dimungkinkan untuk dilakukan melalui sejumlah persyaratan. Misalnya ada persetujuan yang jelas dari subjek data, dan ditujukan untuk kepentingan vital dari subjek data.
"Selain itu tindakan yang dilakukan juga harus diperbolehkan oleh hukum, dan memenuhi prinsip nesesitas dan proporsionalitas," terangnya.
Wahyudi menambahkan, praktik dari negara yang memiliki hukum perlindungan data pribadi yang kuat, meskipun situs Covid-19 menampilkan secara lengkap rekam jejak aktivitas dan daerah (lokasi) yang dikunjungi oleh pasien positif, namun tak membuka identitas pribadi pasien.
Berita Terkait
-
KPU Larang Publik Akses Ijazah Capres-Cawapres Tanpa Izin Pemilik
-
Cara Cek Data Pribadi Apakah Digunakan untuk Judi Online
-
Korupsi Wastafel Rp43,59 Miliar saat Pagebluk Covid-19, SMY Ditahan Polisi
-
Katanya Ekonomi Tumbuh 5,12 Persen, Kok BI Pakai Skema saat Covid-19 demi Biayai Program Pemerintah?
-
Kumpulkan Data Pribadi Secara Ilegal, Disney Bayar Ganti Rugi Senilai Rp 164 Miliar
Terpopuler
- Media Belanda Heran Mauro Zijlstra Masuk Skuad Utama Timnas Indonesia: Padahal Cadangan di Volendam
- KPU Tak Bisa Buka Ijazah Capres-Cawapres ke Publik, DPR Pertanyakan: Orang Lamar Kerja Saja Pakai CV
- Harta Kekayaan Wali Kota Prabumulih, Disorot usai Viral Pencopotan Kepala Sekolah
- Anak Wali Kota Prabumulih Bawa Mobil ke Sekolah, Padahal di LHKPN Hanya Ada Truk dan Buldoser
- Prabowo Kirim Surat ke Eks Menteri Termasuk Sri Mulyani, Ini Isinya...
Pilihan
-
Kendal Tornado FC vs Persela Lamongan, Manajemen Jual 3.000 Tiket
-
6 Rekomendasi HP Murah Rp 3 Jutaan dengan Kamera Terbaik September 2025
-
Wakil Erick Thohir Disebut jadi Kandidat Kuat Menteri BUMN
-
Kursi Menteri BUMN Kosong, Siapa Pengganti Erick Thohir?
-
Otak Pembunuhan Kacab Bank, Siapa Ken si Wiraswasta Bertato?
Terkini
-
Pascamerger, Smartfren Terus Ekspansi Jaringan dan Targetkan Pelanggan Baru
-
54 Kode Redeem FF Terbaru 17 September 2025, Klaim MP40 Evo hingga Skin AWM Gratis
-
13 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 17 September 2025, Ada Beckham OVR 104!
-
Siapa Rizky Irmansyah? Ia Turun Tangan di Kasus Viral Wali Kota Prabumulih
-
7 Rekomendasi HP Murah Rp1 Jutaan dengan Baterai Awet dan Kapasitas RAM Besar, Mana Pilihanmu?
-
Xiaomi Pad 8 Diprediksi Debut Bersama Xiaomi 17, Pakai Chip Snapdragon
-
Bikin Foto Keluarga Studio Makin Keren dengan 8 Prompt Gemini AI Ini
-
MediaTek dan TSMC Kembangkan Chipset 2nm Pertama, Siap Produksi 2026
-
Metroid Prime 4: Beyond Siap Dirilis Akhir Tahun Ini
-
Penampakan Xiaomi 15T Beredar: Dapur Pacu Sama POCO X7 Pro, Pakai Kamera Leica