Hidup di wilayah yang relatif homogen di tengah ketimpangan cenderung membuat masyarakat menganggap bahwa kesuksesan terjadi karena faktor merit yaitu kerja keras dan bakat.
Ketiga, masyarakat cenderung memiliki minat tinggi pada hal-hal terkait motivasi, termasuk teori psikologi popular, misalnya grit dan growth mindset.
Kedua teori ini menekankan pentingnya peran individu untuk mencapai kesuksesan. Grit adalah kombinasi antara bakat dan usaha terus-menerus yang individu lakukan dalam jangka waktu yang panjang untuk mencapai tujuan tertentu. Sementara individu dengan growth mindset adalah mereka yang beranggapan bahwa bakat dapat dikembangkan, termasuk salah satunya melalui usaha yang terus-menerus.
Kedua teori ini terkesan mengabaikan faktor-faktor struktural yang menghambat perkembangan anak.
Ethan Ris, peneliti pendidikan dari Stanford University, Amerika Serikat (AS), mengatakan bahwa grit cenderung meromantisasi usaha keras anak-anak dari kelompok miskin dan seolah menganggap bahwa kemiskinan bukanlah masalah selama anak mau berusaha.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa intervensi growth mindset di sekolah tidak selalu menghasilkan capaian akademis yang lebih baik. Implementasi intervensi growth mindset di negara berkembang, misalnya di Argentina, juga cenderung lebih menantang dan tidak selalu berhasil memotivasi siswa untuk berusaha lebih keras.
Lebih lanjut, berdasarkan konsep psikologi self-serving bias, manusia cenderung mengaitkan kesuksesan dengan faktor internal diri, sedangkan kegagalan terjadi karena faktor eksternal.
Penelitian di negara-negara Eropa pada 2016 menemukan bahwa socially mobile people- mereka yang mengalami perbaikan status ekonomi - cenderung memiliki pandangan ini untuk memaknai kesuksesannya.
Mengapa ini berbahaya?
Baca Juga: Kepatuhan: Kunci Sukses Menuju New Normal
Meskipun mungkin dapat memotivasi individu, anggapan bahwa sukses hanya butuh kerja keras berbahaya dalam mendorong mobilitas sosial.
Daniel Markovits, profesor hukum di Yale University, AS, mengatakan bahwa pandangan ini berperan dalam menimbulkan ketimpangan.
Dalam pandangan ini, masyarakat mengasumsikan ketimpangan sebagai buah dari perbedaan kerja keras yang dilakukan tiap-tiap individu; dan yang dibutuhkan untuk keluar dari kemiskinan adalah bekerja lebih keras lagi.
Kesediaan untuk “membolehkan” adanya ketimpangan membuat penyediaan kesempatan secara lebih merata menjadi lebih sulit dilakukan.
Ini terjadi karena minimnya tuntutan masyarakat pada pemerintah terhadap kebijakan yang lebih adil.
Bahkan, kelompok pro meritokrasi cenderung menentang kebijakan pemberdayaan untuk kelompok rentan, seperti penerapan kuota khusus untuk kelompok rentan ekonomi dan ras minoritas dalam perusahaan atau di universitas. Ini terjadi khususnya jika kelompok pro meritrokrasi itu beranggapan bahwa tidak ada diskriminasi yang terjadi.
Berita Terkait
-
Di Hadapan Ribuan Kepala Desa se-Sulsel, Mentan Amran Bicara Soal Kunci Sukses hingga Hilirisasi
-
Single Mom Sukses, Ria Ricis Hadiahi Diri dengan Mobil Baru
-
DPR Minta Kemenag Kerja Keras Jelang Puncak Haji, Selesaikan Persoalan Jemaah
-
Persib Bandung Siap Lanjutkan Kerja Keras Demi Back to Back Juara
-
Shin Jae Won Sindir Pemecatan Ayahnya, Shin Tae-yong, di IG Story: 5 Tahun Kerja Keras, Kenapa Dipecat?
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Sepatu New Balance Diskon 70% Jelang Natal di Sports Station
- Analisis Roy Suryo Soal Ijazah Jokowi: Pasfoto Terlalu Baru dan Logo UGM Tidak Lazim
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
Pilihan
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
Terkini
-
Rencana Registrasi SIM Pakai Data Biometrik Sembunyikan 3 Risiko Serius
-
Indosat Naikkan Kapasitas Jaringan 20%, Antisipasi Lonjakan Internet Akhir Tahun
-
Anugerah Diktisaintek 2025: Apresiasi untuk Kontributor Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi
-
26 Kode Redeem FC Mobile 20 Desember 2025: Trik Refresh Gratis Dapat Pemain OVR 115 Tanpa Top Up
-
50 Kode Redeem FF 20 Desember 2025: Klaim Bundle Akhir Tahun dan Bocoran Mystery Shop
-
Imbas Krisis RAM, Berapa Harga iPhone 2026? Bakal Meroket, Ini Prediksinya
-
Mendagri Tito Viral Usai Komentari Bantuan Malaysia, Publik Negeri Jiran Kecewa
-
Panduan Mudah: Cara Memblokir dan Membuka Blokir Situs Internet di Firefox
-
Ponsel Murah Terancam Punah Tahun 2026, Apa itu Krisis RAM?
-
Fakta Unik Burung Walet Kelapa: Otot Sayap Tangguh bak Kawat, Mampu Terbang Nonstop Hingga 10 Bulan