Suara.com - Direktur Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Ahmad M. Ramli, mengatakan sedang memformulasikan aturan untuk layanan Over-The-Top (OTT), seperti Netflix, Youtube, dll.
Hal ini, menurut Ramli, dilakukan pemerintah untuk melindungi industri domestik agar tetap bisa tumbuh dan terjaga dengan baik, namun juga tidak menghilangkan hak-hak masyarakat untuk bisa mendapat layanan terbaik dari OTT.
"Jadi, pemerintah tidak absen di sini. Untuk kebijakan dan regulasi terkait dengan OTT, ada yang rigid ada pula yang fleksibel. Kita tidak perlu terlalu ke kiri dan tidak perlu terlalu ke kanan sebetulnya, kita akan cari yang paling proposional," ujar Ramli dalam acara diskusi virtual, Rabu (7/10/2020).
Aturan yang rigid atau kaku telah diimplementasikan oleh sejumlah negara, termasuk China dan Timur Tengah. Beberapa negara di wilayah tersebut ada yang melarang penggunaan WhatsApp call, misalnya. Ada pula negara yang melarang kehadiran OTT tertentu.
Sementara, aturan yang fleksibel, memungkinkan OTT memberikan layanan apapun, mulai dari Services, Content and Messages, hingga Devices. Aturan ini banyak diadopsi oleh negara di dunia.
Penerapan kedua aturan tersebut, menurut Ramli, tergantung kepada ekosistem. Ketika ekosistem di suatu negara sudah terbentuk dan berada di rezim yang rigid, maka seterusnya bisa dilakukan regulasi dengan mudah.
Sebaliknya, jika ekosistem pada suatu negara telah terbentuk, dan masyarakat di dalamnya sudah terlanjur menikmati kemudahan yang ditawarkan OTT, termasuk layanan panggilan suara maupun video misalnya, sulit bagi negara itu untuk kemudian membuat regulasi yang mendekati negara yang rigid.
Pilihan lainnya, selain aturan rigid dan fleksibel, Ramli mengatakan, adalah aturan bersifat progresif dan sui generis (aturan khusus untuk hal yang bersifat spesifik atau unik), atau integratif.
Sui generis artinya akan ada Undang-Undang tersendiri yang mengatur tentang OTT, sedangkan integratif berarti UU tentang OTT akan dimasukkan dalam UU Telekomunikasi atau UU Penyiaran yang baru, atau UU lainnya.
Baca Juga: Asyik, Netflix Rilis 3 Drama Korea Baru
Sementara, melihat disrupsi yang ditimbulkan oleh OTT berdampak pada seluruh industri -- tidak hanya telekomunikasi dan broadcasting, namun juga transportasi hingga jasa kurir -- Ramli mengatakan perlu peraturan yang bersifat konvergen, sebab akan saling beririsan satu sama lain.
"Tidak mungkin satu aturan OTT yang ada di UU Tel tidak menyentuh dan tidak berpotongan dengan broadcasting, itu pasti punya intersection. Oleh karena itu kita melihat perlu ada aturan yang sifatnya konvergen," kata Ramli.
Menurut Ramli, pendekatan yang perlu dilakukan kepada OTT adalah mutualistic colaboration, kolaborasi saling menguntungkan yang meminimalisasi disrupsi yang sudah terjadi saat ini, dan mengantisipasi disrupsi yang lebih luas ke depannya. Oleh sebab itu diperlukan adanya inovasi dan penemuan-penemuan baru sehingga industri diharap memiliki pusat riset dan pengembangannya.
"Karena memang kita memasuki industri 4.0. Inilah yang memaksa kita semua memasuki sesuatu. Pilihannya adalah terdisrupsi atau bertransformasi," ujar Ramli.
Salah satu yang menjadi perhatian dan telah menjadi arahan Presiden RI Joko Widodo adalah transformasi digital. Kementerian Komunikasi, di bawah komando Menkominfo Johnny G. Plate, saat ini telah melakukan berbagai upaya dalam percepatan digital, mulai dari infrastruktur hingga regulasi. [Antara]
Berita Terkait
-
Film Hollywood di Netflix November 2025, Horor Klasik Sampai Komedi Nostalgia
-
5 Film Pahlawan Wajib Ditonton di Netflix, Sambut Hari Pahlawan 10 November!
-
Akhirnya! KPop Demon Hunters 2 Dikonfirmasi Tayang pada 2029
-
Film Lupa Daratan Bikin Vino G. Bastian Lupa Cara Akting, Masa Sih?
-
Kian Tak Sabar, 'Zoey' Tunggu Kabar soal K-Pop Demon Hunters 2
Terpopuler
- Sunscreen untuk Usia 50-an Sebaiknya SPF Berapa? Cek 5 Rekomendasi yang Layak Dicoba
- Jusuf Kalla Peringatkan Lippo: Jangan Main-Main di Makassar!
- 5 Sunscreen Terbaik Harga di Bawah Rp30 Ribu agar Wajah Cerah Terlindungi
- 7 Mobil Sedan Bekas Mulai 15 Jutaan, Performa Legenda untuk Harian
- 24 Kode Redeem FC Mobile 4 November: Segera Klaim Hadiah Parallel Pitches, Gems, dan Emote Eksklusif
Pilihan
-
Comeback Dramatis! Persib Bandung Jungkalkan Selangor FC di Malaysia
-
Bisnis Pizza Hut di Ujung Tanduk, Pemilik 'Pusing' Berat Sampai Berniat Melego Saham!
-
Bos Pajak Cium Manipulasi Ekspor Sawit Senilai Rp45,9 Triliun
-
6 Kasus Sengketa Tanah Paling Menyita Perhatian di Makassar Sepanjang 2025
-
6 HP Memori 128 GB Paling Murah Terbaru 2025 yang Cocok untuk Segala Kebutuhan
Terkini
-
7 HP Murah Terbaru di Indonesia: Baterai Jumbo, Cocok untuk Pekerja Mobile dan Streaming
-
Deret Keunggulan Xiaomi 15T, Dari Lensa Zoom hingga Kamera Leica
-
Moto Buds Bass Rilis: TWS Murah Motorola dengan Fitur ANC dan Baterai Tahan Lama
-
Lazada Siapkan Investasi Rp 400 Miliar buat Harbolnas 11.11
-
Lupakan Garmin! Ini 5 Pilihan Smartwatch Strava Terbaik 2025 di Bawah Rp 1 Juta untuk Pelari Kalcer
-
22 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 6 November: Ada Rank Up, Gems, dan Pemain 110-113
-
55 Kode Redeem FF Terbaru 6 November: Raih Skin Groza FFCS, Diamond, dan Emote Bucin
-
Politisi PSI Yakin Gibran Adalah 'Jokowi 2.0', Tak Diasingkan di Papua
-
Gampang Banget, Begini Trik Mindahin Data dari Word ke Excel, Cuma Hitungan Detik!
-
Apple Siapkan Macbook Murah Calon Pembunuh Laptop Chromebook, Ini Harganya