Suara.com - Layar smartphone terkadang mudah retak saat pengguna tidak sengaja menjatuhkannya atau membentur permukaan keras. Tim ilmuwan dari Institut Sains dan Teknologi Korea (KIST), telah mengembangkan bahan elektronik yang mampu memperbaiki retakan atau kerusakan fisik lainnya pada ponsel dengan sendirinya.
Teknologi ini memiliki satu bahan rahasia, yaitu minyak biji rami. Minyak biji rami terbuat dari biji tanaman rami dan biji ini diadaptasi oleh para ilmuwan dengan cara yang sama menambahkannya ke colourless polyimide (CPI), alternatif untuk kaca yang sudah banyak digunakan di layar smartphone lipat.
Bahan minyak tambahan itu dapat meresap ke dalam retakan yang dibuat saat CPI retak dan jika para ilmuwan mampu membuatnya bekerja dengan andal dalam skala besar, itu berarti layar mampu "menyembuhkan" sendiri retakan akibat benturan.
"Kami mampu mengembangkan penyembuhan diri sendiri, colourless polyimide yang secara radikal dapat mengatasi sifat fisik dan umur bahan polimer yang rusak," kata para peneliti, seperti dikutip dari Science Alert, Kamis (24/12/2020).
Minyak biji rami ini pertama kali dimasukkan ke dalam mikrokapsul yang kemudian dicampur dengan bahan silikon. Bahan itu digunakan sebagai pelapis di atas CPI dalam eksperimen yang dilakukan para peneliti.
Ketika zat minyak itu menyentuh udara, itu akan mengeras dan seperti membuat lapisan layar hampir seperti baru. Tak hanya itu, bahan ini juga bekerja pada suhu kamar dan tidak memerlukan tekanan eksternal, tidak seperti bahan "penyembuhan diri" serupa yang telah dieksplorasi sebelumnya.
Para ahli melaporkan bahwa temperatur yang lebih tinggi, kelembaban yang lebih besar, dan sinar ultraviolet dapat mempercepat proses perbaikan. Dalam kondisi ideal di bawah radiasi UV, material dapat menggantikan 91 persen retakan hanya dalam 20 menit.
Para ilmuwan masih harus melakukan penelitian lanjutan hingga bisa menghadirkan teknologi ini dengan sempurna ke layar ponsel cerdas secara komersial.
Saat ini, produsen smartphone seperti Samsung dan Motorola telah meluncurkan ponsel lipat, tapi beberapa pihak masih mempertanyakan daya tahannya.
Baca Juga: Rajin Bersihkan Layar Ponsel, Virus Corona Bisa Bertahan 28 Hari!
Teknologi yang berkembang ini, bisa membuat tampilan ponsel lebih kuat, terlepas apakah itu ponsel lipat atau bukan.
Berita Terkait
-
Tips Mata Tak Cepat Lelah saat Melihat Layar Ponsel dan Komputer
-
Cegah Penyebaran Virus Corona, Oppo Minta Pengguna Rutin Bersihkan Ponsel
-
Virus Corona Diyakini Bisa Hidup di Layar Ponsel selama 96 Jam
-
Berapa Harga Mengganti Layar Ponsel Lipat?
-
Catat! Penggunaan Ponsel Bisa Sebabkan 4 Masalah Kulit Ini
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Sepatu New Balance Diskon 70% Jelang Natal di Sports Station
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- Analisis Roy Suryo Soal Ijazah Jokowi: Pasfoto Terlalu Baru dan Logo UGM Tidak Lazim
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
Pilihan
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
-
Breaking News! John Herdman Jadi Pelatih Timnas Indonesia, Tunggu Diumumkan
-
Dampingi Presiden, Bahlil Ungkap BBM hingga Listrik di Sumbar Tertangani Pasca-Bencana
Terkini
-
Fakta Unik Burung Walet Kelapa: Otot Sayap Tangguh bak Kawat, Mampu Terbang Nonstop Hingga 10 Bulan
-
Cara Tukar Poin SmartPoin Smartfren Jadi Pulsa
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
-
Update Terbaru Stardew Valley 1.7: Bocoran Ladang Baru hingga Tanggal Rilis
-
Riot Games Siapkan Perombakan Besar League of Legends pada 2027
-
Registrasi Kartu SIM Berbasis Biometrik Picu Kekhawatiran Keamanan Data Pribadi
-
Game Tomb Raider 2013 Siap Meluncur ke iOS dan Android pada Februari 2026
-
Laporan Global 2025: Polusi Udara Berkontribusi pada 7,9 Juta Kematian di Seluruh Dunia