Selain itu, Wallace juga terilhami dari kecenderungan perubahan secara gradual terhadap spesies yang ia temui antara kompleks kepulauan satu dengan yang lain. Misalnya, ia menjumpai bagaimana kupu-kupu yang mengalami modifikasi sayap di tiap kepulauan.
Hal ini menurutnya disebabkan oleh tekanan jumlah pemangsa yang berbeda di tiap kompleks kepulauan sehingga mendorong seleksi modifikasi bentuk sayap kupu-kupu. Pemikiran tersebut dapat kita analogikan dengan pengamatan Darwin di Kepulauan Galapagos terhadap paruh burung Finch serta pengamatannya terhadap seleksi buatan burung merpati di London.
Pada Januari 1858 ketika Wallace bermukim di Ternate dan terserang penyakit malaria, ia menulis sebuah esai dan mengirimkannya dalam bentuk surat kepada sahabat penanya yaitu Charles Darwin. Tulisan ini guna memperkuat artikel yang ia tulis sebelumnya, yang terkenal dengan “Sarawak Law”. Wallace berharap Darwin akan mengirim tulisan tersebut kepada ilmuwan geografi terkemuka pada saat itu, Charles Lyell untuk diulas.
Namun alangkah terkejutnya Darwin ketika membaca tulisan Wallace yang memiliki ide sama seperti dirinya mengenai proses seleksi alam dan teori evolusi.
Oleh karena itu pada 1 Juli 1858, sebuah presentasi atas nama Darwin dan Wallace yang dimoderatori oleh Charles Lyell digelar di hadapan Linnean Society of London untuk mempresentasikan karya ilmiah keduanya. Peristiwa inilah yang kemudian dikenal sebagai awal mula revolusi ide seleksi alam dan evolusi.
Catatan persatuan dan kearifan masyarakat Nusantara
Selain catatan tentang kondisi biodiversitas dan geografi Kepulauan Nusantara, Wallace juga memberikan catatan penting tentang masyarakat pra-Indonesia di dalam buku The Malay Archipelago. Hal ini yang sering terlewatkan karena buku ini sering dianggap sebagai buku sains klasik saja oleh sebagian besar orang.
Padahal Wallace mencatatkan secara detail perilaku masyarakat, adat, dan kebudayaan yang dijumpainya termasuk variasi bahasa dari 59 suku di Kepulauan Nusantara. Walau Wallace masih menggunakan sudut pandang kolonialis, ia tetap menyadari bahwa suku bangsa yang mendiami Kepulauan Nusantara sangat beraneka ragam dan kearifan lokalnya membuat ia kagum.
Seperti ketika Wallace melakukan perjalanan dengan perahu lokal dari Makasar ke Pulau Aru pada 1856. Wallace menuliskan di dalam salah satu bab, bahwa walau di dalam perahu terdapat sekitar 50 orang dengan beraneka ragam suku dan bahasa namun mereka tetap dapat rukun, tidak saling bertengkar dan dapat bekerja sama.
Baca Juga: Fasilitas Riset Hari Layar BRIN Danai Penelitian Tentang Badai Ekstrem dan Keanekaragaman Hayati
Sesampainya di Dobo, Pulau Aru, Wallace menyaksikan komunitas campuran antara masyarakat Papua, Maluku, Melayu, Tionghoa, Bugis dan juga Jawa. Masyarakat yang multikultural tersebut telah lama berinteraksi dalam perdagangan di sana. Ia juga menggambarkan pelbagai aktivitas masyarakat mulai dari pasar yang ramai, sabung ayam, hingga aktivitas salat Jumat di sebuah masjid kampung.
Catatan berharga ini menunjukkan cikal bakal masyarakat Indonesia pada abad ke-19, dari Sabang sampai Merauke, suku bangsa yang berbeda di Kepulauan Nusantara telah berbaur. Sebuah komunitas imajiner – walaupun belum berbentuk sebuah negara – telah mempraktikkan hakikat bhinneka tunggal ika.
Di akhir bukunya, Wallace membuat kesimpulan dengan membandingkan kearifan masyarakat asli di Kepulauan Nusantara dengan bangsa Eropa. Menurut dia, di antara penduduk asli yang tertinggal peradabannya dibanding Eropa, ia dapat menemukan pendekatan terhadap kondisi sosial yang sempurna.
Wallace mencatat bahwa masyarakat Nusantara yang pada saat itu tidak memiliki perangkat hukum maupun pengadilan. Namun, setiap opini publik di desa-desa secara bebas dapat dieskpresikan. Tiap orang dengan cermat menghormati hak-hak sesamanya dan pelanggaran apa pun terhadap hak-hak itu jarang atau tidak pernah terjadi.
Wallace pun akhirnya berkesimpulan bahwa pada masa itu bangsa Eropa tidak dapat menyamai moralitas tinggi yang dimiliki oleh masyarakat di Kepulauan Nusantara.
Lebih dari 150 tahun setelah The Malay Archipelago, Wallace telah memberikan catatan dan bukti kuat kepada kita semua bahwa Kepulauan Nusantara tidak hanya indah dan beragam biodiversitasnya namun juga manusianya.
Berita Terkait
-
BRIN Temukan Mikroplastik Berbahaya di Air Hujan Jakarta, Ini Bahayanya bagi Tubuh
-
Hujan Mikroplastik, Bukti Krisis Lingkungan Kini Menyentuh Tubuh Kita
-
7 Pilihan Sunscreen untuk Cuaca Panas Ekstrem Indonesia, Minimal SPF 45 Sesuai Saran BRIN
-
Mengapa Ada Suhu Panas serta Hujan Angin di Bulan Ini? BRIN dan BMKG Beri Penjelasan
-
BRIN Temukan Mikroplastik dalam Hujan, Pemprov DKI: Ini Alarm Lingkungan
Terpopuler
- Lupakan Louis van Gaal, Akira Nishino Calon Kuat Jadi Pelatih Timnas Indonesia
- Mengintip Rekam Jejak Akira Nishino, Calon Kuat Pelatih Timnas Indonesia
- 7 Mobil Keluarga 7 Seater Seharga Kawasaki Ninja yang Irit dan Nyaman
- Link Download Logo Hari Santri 2025 Beserta Makna dan Tema
- 20 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 21 Oktober 2025: Banjir 2.000 Gems, Pemain 110-113, dan Rank Up
Pilihan
-
5 Laga Klasik Real Madrid vs Juventus di Liga Champions: Salto Abadi Ronaldo
-
Prabowo Isyaratkan Maung MV3 Kurang Nyaman untuk Mobil Kepresidenan, Akui Kangen Naik Alphard
-
Suara.com Raih Penghargaan Media Brand Awards 2025 dari SPS
-
Uang Bansos Dipakai untuk Judi Online, Sengaja atau Penyalahgunaan NIK?
-
Dedi Mulyadi Tantang Purbaya Soal Dana APBD Rp4,17 Triliun Parkir di Bank
Terkini
-
25 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 22 Oktober: Klaim Pemain 111-113 dan 15 Juta Koin
-
5 Rekomendasi Smartwatch yang Baterainya Tahan 10 Hari, Cocok Dipakai Traveling
-
20 Kode Redeem FC Mobile 22 Oktober: Berhadiah Jersey Langka, XP Booster, dan Elite Player Drop
-
Raisa Trending di X, Begini Komentar Netizen Tanggapi Isu Perceraiannya
-
Komdigi Ungkap Depo Judi Online Tembus Rp 17 Triliun di Semester 1 2025
-
Game Sword of Justice Dirilis 7 November 2025 ke iOS, Android, hingga PC
-
25 Kode Redeem Free Fire 22 Oktober: Berhadiah Bundle Atlet, Skin Timnas dan Pet Eksklusif!
-
Uji Ketahanan Xiaomi 17 Pro: Lapisan Pelindung Setangguh iPhone 17 Pro
-
Axioo Hype R X8 OLED Resmi Meluncur: Laptop OLED dengan Ryzen 7, Super Ringan Seharga Rp 8 Jutaan
-
Menguak Potensi Krisis Air Bersih di Balik Kecanggihan AI