Tekno / Game
Selasa, 04 November 2025 | 15:34 WIB
Ilustrasi game Battlefield. (steampowered.com)
Baca 10 detik
  • EA diakuisisi konsorsium Arab Saudi senilai Rp 919 triliun, menimbulkan kekhawatiran soal arah dan kendali kreatif.

  • EA berjanji mempertahankan nilai, misi, dan kebebasan kreatif meski menghadapi tekanan dari pemilik baru.

  • Risiko besar mencakup potensi sensor, utang Rp 334 triliun, serta ancaman PHK dan instabilitas internal.

Suara.com - Dunia game diguncang oleh kabar akuisisi raksasa Electronic Arts (EA) senilai 55 miliar dolar AS atau Rp 919 triliun (kurs Rp 16.716) oleh konsorsium yang dipimpin oleh Dana Investasi Publik (PIF) Arab Saudi.

Kesepakatan yang melibatkan nama-nama besar seperti Silver Lake dan Affinity Partners ini sontak membuat nasib franchise ikonik seperti The Sims, EA Sports FC, dan Battlefield menjadi pertanyaan besar.

Di satu sisi, EA menjanjikan era baru yang penuh terobosan.

Namun, di sisi lain, perusahaan itu sendiri mengakui adanya risiko besar yang mengintai. Secara resmi, akuisisi ini digambarkan sebagai langkah untuk masa depan.

CEO Andrew Wilson, yang dipastikan tetap di posisinya, menyatakan kesepakatan tersebut akan "mempercepat inovasi dan pertumbuhan guna membangun masa depan hiburan.

Pernyataan itu diperkuat dalam dokumen resmi perusahaan, yang mengklaim bahwa "misi, nilai, dan komitmen EA kepada pemain dan penggemar di seluruh dunia" akan "tidak berubah".

Janji utamanya adalah EA bakal "mempertahankan kendali kreatif" atas semua produknya, sebuah penegasan yang dirancang untuk menenangkan para penggemar dan pengembang.

Namun, di balik optimisme tersebut, EA dalam laporannya kepada Komisi Sekuritas dan Bursa AS (SEC) justru menguraikan kekhawatiran internal yang signifikan.

Mengutip GameSpot, dokumen mengakui bahwa "ketidakpastian mengenai dampak merger ini dapat mengganggu kemampuan kami untuk menarik, mempertahankan, dan memotivasi personel kunci".

Baca Juga: 7 Karakter Ini Terlalu Overpowered di Game Fighting, Siapa Saja?

Kekhawatiran itu bukan tanpa dasar. Sejarah Arab Saudi terkait isu hak asasi manusia menimbulkan kecemasan di kalangan tim progresif seperti BioWare dan Maxis, yang dikenal dengan game inklusif mereka.

Spekulasi liar pun bermunculan, termasuk potensi sensor terhadap konten yang dianggap tidak sejalan dengan nilai pemilik baru.

Selain isu kreatif, ada pula ancaman finansial. Akuisisi ini merupakan leveraged buyout (LBO) masif, di mana EA menanggung utang sebesar 20 miliar dolar AS (Rp 334 triliun).

Banyak pihak khawatir perusahaan akan melakukan PHK massal dan penutupan studio demi melunasi utang tersebut.

Karyawan bahkan telah menyuarakan penolakan, menggarisbawahi potensi dampak buruk bagi masa depan mereka dan game yang mereka ciptakan.

Pada akhirnya, masa depan EA diakuisisi Arab Saudi ini berdiri di persimpangan jalan antara janji inovasi yang menggiurkan dan risiko nyata terhadap kebebasan kreatif serta stabilitas internal.

Load More