Suara.com - Para astronom baru-baru ini berhasil mendeteksi sinyal radio pertama yang berasal dari komet antar bintang 3I/ATLAS. Penemuan komet ATLAS ini sempat memunculkan spekulasi bahwa sinyal tersebut merupakan bukti keberadaan makhluk luar angkasa. Namun, para ilmuwan menegaskan bahwa fenomena ini sepenuhnya bersumber dari proses alami, bukan teknologi alien seperti yang ramai dibicarakan.
Komet 3I/ATLAS merupakan objek antar bintang ketiga yang pernah melintasi tata surya kita. Pertama kali terlihat pada Juli 2025, komet ini melaju dengan kecepatan sekitar 210.000 kilometer per jam menuju Matahari.
Berdasarkan pengamatan, benda langit ini diduga telah berusia hingga 7 miliar tahun dan berasal dari sistem bintang lain di tepi Galaksi Bima Sakti. Komet tersebut kemungkinan terlempar dari sistem asalnya akibat gangguan gravitasi jutaan tahun silam.
Namun, sejak ditemukan, komet ini sudah menjadi bahan perdebatan. Sebagian ilmuwan, termasuk astrofisikawan Harvard Avi Loeb, berspekulasi bahwa 3I/ATLAS bukanlah komet biasa, melainkan pesawat luar angkasa tersembunyi milik peradaban asing.
Pandangan kontroversial ini membuat nama 3I/ATLAS ramai dibicarakan publik, mirip dengan kasus ‘Oumuamua, objek antar bintang pertama yang sempat dianggap wahana alien pada 2017.
Spekulasi itu semakin ramai ketika teleskop radio MeerKAT di Afrika Selatan mendeteksi sinyal radio dari 3I/ATLAS menjelang jarak terdekatnya dengan Matahari pada 29 Oktober 2025. Banyak orang menduga sinyal tersebut adalah pesan rahasia dari makhluk luar angkasa. Namun, penelitian lebih lanjut membuktikan hal sebaliknya — sinyal itu bukan buatan teknologi, melainkan hasil dari proses kimia alami.
Menurut para peneliti, mengutip Live Science (11/11/2025), sinyal radio tersebut berasal dari keberadaan radikal hidroksil (OH) di sekitar komet. Molekul ini terbentuk saat air di dalam komet terurai oleh radiasi Matahari, melalui proses alami bernama outgassing. Proses ini merupakan tanda klasik bahwa komet tersebut aktif, melepaskan gas dan debu ketika mendekati Matahari.
Fakta ini semakin memperkuat bahwa 3I/ATLAS hanyalah komet aktif alami, bukan pesawat luar angkasa alien. Bahkan sebelumnya, pada awal Oktober, ilmuwan NASA telah mengamati air yang menyembur dari komet “seperti selang air bertekanan tinggi”.
Saat mendekati Matahari, air tersebut terurai menjadi gas yang memancarkan sinyal radio — hal yang sepenuhnya bisa dijelaskan secara ilmiah.
Baca Juga: Bukan Alien, Ini Penjelasan Ilmiah di Balik Sinyal Radio dari Komet 3I/ATLAS
Avi Loeb sendiri mengakui keberadaan radikal hidroksil itu melalui blog pribadinya yang memiliki lebih dari 100 ribu pembaca. Namun, ia tidak secara tegas menyebut temuan ini sebagai bukti aktivitas alami komet, sehingga masih memunculkan perdebatan di kalangan penggemarnya.
Sinyal radio tersebut pertama kali terdeteksi pada 24 Oktober 2025, tak lama setelah komet sempat menghilang di balik Matahari. Saat itu, para astronom juga mencatat perubahan warna dan peningkatan kecerahan secara tiba-tiba. Setelah kembali muncul, 3I/ATLAS tampak kehilangan ekornya — meski kemudian diketahui bahwa ekornya masih ada, hanya tampak samar karena sudut pengamatan.
Selain itu, 3I/ATLAS juga menunjukkan beberapa sifat aneh yang memicu teori konspirasi, seperti permukaan yang sangat terpapar radiasi, kandungan karbon dioksida yang tinggi, serta adanya anti-tail — ekor yang tampak mengarah berlawanan dengan arah sebenarnya. Namun, seluruh keanehan ini dapat dijelaskan dengan fenomena alam biasa yang terjadi ketika komet berinteraksi dengan sinar Matahari.
Beberapa rumor liar bahkan menyebut bahwa 3I/ATLAS mengirimkan “probe” atau alat pengintai ke arah Bumi. Spekulasi ini muncul setelah astronom menemukan objek baru bernama C/2025 V1 (Borisov) yang melintas dekat Bumi pada 11 November 2025. Namun, para peneliti segera membantah klaim itu dan memastikan bahwa objek tersebut hanyalah komet biasa yang berasal dari tata surya kita sendiri.
Ada pula laporan yang menyebut bahwa 3I/ATLAS mungkin telah meledak karena kehilangan massa secara berlebihan. Namun, pengamatan terbaru menunjukkan bahwa komet itu masih utuh dan tetap melanjutkan perjalanannya keluar dari tata surya tanpa tanda-tanda kehancuran.
Hingga kini, para ilmuwan sepakat bahwa sinyal radio dari 3I/ATLAS merupakan bukti penting tentang aktivitas alami komet antar bintang. Penemuan ini menjadi langkah besar dalam pemahaman manusia terhadap fenomena langit yang langka, sekaligus menepis anggapan bahwa setiap sinyal misterius di luar angkasa pasti berasal dari alien.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Motor Matic Paling Nyaman & Kuat Nanjak untuk Liburan Naik Gunung Berboncengan
- 4 Rekomendasi Cushion dengan Hasil Akhir Dewy, Diperkaya Skincare Infused
- Diminta Selawat di Depan Jamaah Majelis Rasulullah, Ruben Onsu: Kaki Saya Gemetar
- 5 HP OPPO RAM 8 GB Terbaik di Kelas Menengah, Harga Mulai Rp2 Jutaan
- Daftar Promo Alfamart Akhir Tahun 2025, Banyak yang Beli 2 Gratis 1
Pilihan
-
Cerita 1.000 UMKM Banyuasin: Dapat Modal, Kini Usaha Naik Kelas Berkat Bank Sumsel Babel
-
Seni Perang Unai Emery: Mengupas Transformasi Radikal Aston Villa
-
Senjakala di Molineux: Nestapa Wolves yang Menulis Ulang Rekor Terburuk Liga Inggris
-
Live Sore Ini! Sriwijaya FC vs PSMS Medan di Jakabaring
-
Strategi Ngawur atau Pasar yang Lesu? Mengurai Misteri Rp2.509 Triliun Kredit Nganggur
Terkini
-
51 Kode Redeem FF Terbaru 28 Desember 2025, Ada Bundle Natal dan Arrival Animation Stay Frosty
-
29 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 28 Desember 2025, Hadiah Natal Melimpah dan Gems Gratis
-
Daftar Harga HP Infinix Terbaru Semua Series Lengkap Akhir Tahun 2025
-
Xiaomi 17 Ultra Bersiap Masuk ke India dan Indonesia, Baterai Lebih Kecil
-
6 Rekomendasi Tablet Tahan Lama untuk Kerja Seharian dengan Baterai di Atas 6.000 mAh
-
Daftar Harga HP Huawei Lengkap Akhir Tahun 2025, Terbaru Seri Nova 15
-
5 HP Murah Anyar Siap Masuk ke Indonesia: Harga Mulai Sejutaan, Baterai 7.000 mAh
-
5 HP RAM 8GB Kamera Terbaik Rp 2 Jutaan untuk Foto Kembang Api Tahun Baru
-
5 Smartwatch Paling Akurat Hitung Pace Lari, Mulai Rp200 Ribuan
-
Spek Oppo Reno 15c India Berbeda dari Versi China, Harga Diprediksi Lebih Murah