Tekno / Tekno
Rabu, 31 Desember 2025 | 13:08 WIB
Konter pulsa di Medan khawatir dengan kebijakan face recognition yang akan diterapkan Kementerian Komunikasi dan Digital pada 2026. [Suara.com/ M Aribowo]
Baca 10 detik
  • Pemerintah berencana menerapkan registrasi kartu SIM menggunakan pengenalan wajah mulai 1 Juli 2026, menggantikan basis NIK dan KK.
  • Dukungan muncul karena dinilai meningkatkan keamanan digital dan menekan penyalahgunaan data, meski pelanggan lama tidak wajib registrasi ulang.
  • Pelaku usaha konter pulsa khawatir kebijakan ini akan memukul omzet dan berpotensi menyebabkan penutupan usaha kecil secara permanen.

Suara.com - Rencana pemerintah menerapkan registrasi kartu SIM menggunakan biometrik pengenalan wajah (face recognition) mulai 2026, memicu perdebatan di tengah masyarakat.

Di satu sisi, kebijakan ini dipandang sebagai lompatan teknologi untuk meningkatkan keamanan digital.

Namun di sisi lain, pelaku usaha konter pulsa menilai aturan tersebut berpotensi memukul omzet hingga mematikan usaha kecil.

Kebijakan ini direncanakan mulai berlaku secara sukarela dan uji coba, sebelum menjadi kewajiban penuh bagi pelanggan baru per 1 Juli 2026.

Sistem baru ini akan menggantikan metode lama berbasis NIK dan Kartu Keluarga (KK), sementara pelanggan lama tidak diwajibkan melakukan registrasi ulang.

Dinilai Lebih Aman dan Modern

Respons positif datang dari sebagian pelaku usaha dan pengguna kartu seluler. Randi (30), pengusaha konter ponsel di Kota Pekanbaru, menilai penggunaan verifikasi wajah sebagai langkah maju dalam ekosistem digital.

“Kalau untuk perkembangan teknologi, ini sangat bagus kalau diterapkan. Verifikasi wajah lebih aman dan tidak lagi menjadikan NIK atau KTP sebagai perantara seperti sistem lama,” ujar Randi.

Ia juga tidak terlalu khawatir kebijakan ini akan berdampak besar pada usahanya, meski proses registrasi kemungkinan besar akan dipusatkan di gerai resmi operator.

Baca Juga: 7 Tablet RAM 12 GB dengan Slot SIM Card Murah, Harga Mulai Rp900 Ribuan

“Kalau harus ke gerai, kemungkinan tidak terlalu berdampak ke usaha. Di konter saya juga tidak hanya jual kartu, tapi ada voucher, e-wallet, dan transaksi digital lainnya,” jelasnya.

Menurut Randi, penerapan biometrik justru berpotensi menekan penyalahgunaan data dan kejahatan digital.

“Metode ini bagus untuk menjaga privasi dan menekan kejahatan serta penyalahgunaan data,” tambahnya.

Dukungan juga datang dari sisi pengguna. Khairul Hafizh (35), seorang guru dan pelanggan Telkomsel, menyatakan setuju dengan rencana registrasi SIM menggunakan verifikasi wajah.

“Saya sangat mendukung registrasi SIM card dengan verifikasi wajah agar privasi pengguna lebih aman dan terlindungi dari penyalahgunaan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab,” ujarnya.

Ia bahkan berharap ke depan setiap warga hanya memiliki satu identitas nomor seluler yang benar-benar unik.

“Kalau bisa, setiap pengguna punya nomor seri khusus yang hanya dimiliki satu orang saja,” harap Khairul.

Ilustrasi teknologi biometrik. [Gerd Altmann/Pixabay]

Kekhawatiran Konter Pulsa: Omzet Tergerus, Usaha Terancam Tutup

Namun, nada berbeda salah satunya datang dari pelaku usaha konter pulsa di Medan, Sumatera Utara.

Mereka menilai kebijakan face recognition berpotensi memperparah kondisi usaha yang sudah tertekan oleh berbagai regulasi sebelumnya.

Devi, pengusaha konter pulsa di Kota Medan, mengaku penjualan kartu SIM sudah merosot jauh bahkan sebelum aturan biometrik diberlakukan.

“Sudah (mengetahui aturan face recognition),” kata Devi.

“Apalagi dengan aturan lain seperti (menjual) kuota 3 GB tidak boleh lebih, ini sudah sangat berdampak buat pedagang konter,” sambungnya.

Menurut Devi, semakin banyak aturan membuat pelanggan enggan membeli kartu SIM di konter karena prosesnya dianggap rumit.

“Iya (membuat pelanggan enggan membeli). Pasti (ke gerai resmi), bahkan bisa mematikan usaha ponsel atau konter pulsa,” ujarnya.

Ia menyebut kondisi tersebut telah memaksa banyak konter pulsa gulung tikar.

“Mereka bisa tutup permanen,” ucap Devi.

Devi berharap pemerintah lebih cermat sebelum menetapkan kebijakan yang berdampak langsung pada pelaku UMKM.

“Harapan saya buat pemerintah tolong dikaji ulang sebelum peraturan dibuat. Dampaknya sangat besar. Saya sangat berharap agar pemerintah punya solusi yang lebih baik lagi,” jelasnya.

“Tidak membuat omzet dan penjualan menurun drastis seperti saat ini. Bahkan, sudah banyak konter yang tutup permanen akibat kebijakan yang sudah diberlakukan,” lanjutnya.

Hal senada disampaikan Tiwi, pekerja konter pulsa di Medan. Ia mengungkapkan bahwa saat ini saja pelanggan sudah cenderung menghindari pembelian kartu SIM baru.

“Sekarang yang registrasi sendiri saja, kadang orang lebih memilih beli voucher karena ribet katanya,” ujar Tiwi.

Ia memprediksi kebijakan face recognition justru akan mendorong masyarakat semakin beralih ke voucher data.

“Ke depannya pasti dia lebih memilih untuk beli voucher-voucher gitu ya. Apalagi untuk pengenalan wajah kan, mungkin jauh lebih ribet. Ya sudah, dia nggak mau pasti,” katanya.

Keamanan Digital Jadi Alasan Utama

Pemerintah sendiri menggadang-gadang kebijakan ini sebagai langkah strategis untuk menekan kejahatan digital, khususnya penipuan berbasis nomor telepon yang disebut telah menimbulkan kerugian hingga triliunan rupiah.

Selain itu, jumlah nomor seluler aktif di Indonesia dinilai tidak wajar karena jauh melampaui populasi usia dewasa, sehingga rawan disalahgunakan.

Ilustrasi keamanan siber. [Unsplash/FlyD]

Dalam implementasinya, operator seluler disebut telah menyiapkan sistem biometrik berstandar internasional yang terintegrasi langsung dengan database Dukcapil, dengan klaim menjaga validitas data sekaligus perlindungan privasi pengguna.

Kini, wacana registrasi SIM dengan face recognition berada di persimpangan, yakni antara ambisi memperkuat keamanan digital nasional dan tantangan nyata menjaga keberlangsungan usaha kecil di tengah transformasi teknologi

Kontributor: Kontributor: Sumut - M Aribowo dan Riau - Rahmat Zikri

Load More