Suara.com - Andai saja kiper Jerman Sepp Maier tidak bergerak ke kiri atau ke kanan, cukup diam di posisinya, ia mungkin akan dengan mudah memetik bola tendangan penalti pemain Cekoslowakia Antonin Panenka, yang aksinya ketika itu dikenang dan dibicarakan kembali jelang Euro 2020.
Dalam final Piala Eropa 1976 yang harus ditentukan lewat adu penalti itu, Sepp Maier memutuskan untuk bergerak ke kiri, namun bola justru melambung tidak terlalu keras ke tengah gawangnya.
Jerman yang ketika itu adalah juara dunia 1974, harus mengakui keunggulan Cekoslowakia dalam adu penalti 5-3 setelah imbang 2-2 dalam waktu normal hingga perpanjangan waktu.
Panenka sebagai algojo terakhir bukan hanya sukses menaklukkan kiper kenamaan dunia tersebut, namun ikut mengantarkan tim nasional Cekoslowakia untuk pertama kalinya meraih Piala Eropa.
Gaya tendangan penaltinya tersebut juga menjadi salah satu kisah fenomenal baik dalam sejarah sepak bola Eropa mapun dunia, dan istilah "penalti Panenka" pun menjadi populer hingga sekarang untuk penyebutan gaya tendangan yang pernah dibuat Antonin Panenka di final Piala Eropa 1976 itu.
Pada Piala Eropa 1976 itu untuk pertama kalinya diberlakuan adu penalti jika partai final berlangsung imbang hingga perpanjangan waktu.
Sebelumnya jika laga final berlangsung seri, maka akan dilakukan pertandingan ulang beberapa hari kemudian, seperti ketika pada Piala Eropa 1968 antara Italia melawan Yugoslavia.
Pertandingan pertama imbang 1-1, kemudian pada laga kedua Italia menang 2-0.
Dikutip dari berbagai sumber, aksi yang dilakukan Panenka terkesan sederhana. Ia 'mencungkil" bola dari titip putih dengan arah ke tengah gawang.
Baca Juga: Sergio Ramos Tinggalkan Real Madrid, Tradisi Kapten Los Blancos Terancam Putus
Bukan spekulasi
Namun menurut Panenka tendangan seperti itu bukan sebuah spekulasi, tetapi sudah melalui perhitungan dan uji coba berulang kali, baik dalam latihan maupun pertandingan resmi.
"Saya sering mempraktikkan tendangan penalti setelah sesi latihan di klub Bohemians Praha bersama penjaga gawang kami Zdenek Hruska," kata Panenka dalam suatu kesempatan wawancara dengan Radio Prague International.
"Terkadang supaya menarik, kami sering bertaruh traktir bir atau coklat," kenang Panenka yang lahir di Praha, 2 Desember 1948 itu.
Algojo penalti biasanya melepaskan tembakan keras ke arah kiri atau kanan gawang, agar bola tidak terjangkau kiper.
Kecepatan luncuran bola hasil tembakan seorang pemain profesioal bisa mencapai di atas 150 kilometer per jam.
Di antara pemain yang tendangannya sangat keras adalah Ronald Koeman yang pernah mencapai 188 kilometer/jam di Barcelona, Arjen Robben yang mencatat tendangan 190 km/jam saat memperkuat Real Madrid.
Bahkan kecepatan bisa melewati 200 km/jam, seperti yang dilakukan pemain Sporting Lisbon asal Brazil Ronny Heberson saat pertandingan melawan Naval pada 26 November 2006, yakni 210,8 km/jam.
Dengan luncuran bola yang begitu keras jika hanya dari jarak penalti 11 meter dan mengarah ke dekat tiang gawang, maka akan sulit bagi kiper untuk menjangkau bola jika ia harus melihat arah bola dulu sebelum bergerak.
Ketenangan dan kekuatan mental juga menjadi penentu sukses atau tidaknya seorang penendang atau pun sang kiper. Kiper harus punya insting yang kuat untuk memperkirakan arah bola begitu ditendang sang eksekutor, meskipun seringkali arah antisipasinya salah.
Panenka sendiri mengaku sudah mulai mencoba gaya tendangan penalti ini sekitar dua tahun sebelum Piala Eropa 1976, dan mempelajari gerak-gerik dan kebiasaan kiper dunia.
Tembakan ke tengah gawang juga tidak boleh terlalu keras, agar bola tidak membentur kaki penjaga gawang saat sedang melompat ke samping.
Tetapi juga tidak boleh terlalu lemah karena kiper yang sudah terlanjur bergerak ke samping akan punya waktu untuk balik ke posisi tengah.
Dari hasil latihan dan risetnya itulah Panenka punya keinginan untuk menggunakan teknik tersebut jika mendapat kesempatan menjadi eksekutor penalti di Piala Eropa.
Dan kesempatan itu pun datang ketika pertandingan final melawan Jerman harus ditentukan lewat adu penalti. Panenka mendapat giliran menentukan ketika penalti pemain Jerman sebelumnya gagal.
"Ketika itu seperti sudah ditakdirkan Tuhan. Saya seribu persen yakin untuk menggunakan teknik itu untuk membuat gol." kata Panenka yang bermain pada posisi gelandang serang.
Teknik tendangan penalti dan ketenangannya dalam memperdaya kiper sehebat Sepp Maier itulah yang membuat Panenka mendapat pujian dari para komentator dan kalangan sepak bola dunia.
Bahkan legenda sepak bola Brazil Pele sempat mengatakan bahwa cara tembakan penalti seperti itu hanya dilakukan oleh kalau tidak seorang jenius, ya oleh orang gila.
Istilah penalti Panenka pun sering muncul dalam tulisan dan diskusi di media massa jika ada pemain yang menggunakan teknik tersebut hingga sekarang.
Pada era selanjutya sejumlah pemain top dunia banyak yang meniru teknik Panenka, di antaranya Zinedine Zidane di Piala Dunia 2006, serta yang dilakukan oleh pemain Italia Francesco Totti dan Herder Postiga dari Portugal.
Meskipun demikian banyak juga kegagalan dalam mempraktikkan teknik Panenka ini, apalagi teknik itu sudah mulai banyak dikenal dan dipelajari para kiper.
Panenka sendiri setelah Piala Eropa 1976 itu masih masuk dalam skuad nasional Cekoslowakia hingga awal 1980-an. Ia juga beberapa kali pindah klub sebelum pensiun sebagai pemain akhirnya kembali klub asalnya Bohemians Praha sebagai direktur.
Panenka yang kini berusia 72 tahun, namanya sempat muncul kembali dalam pemberitaan tahun lalu ketika ia harus dirawat di rumah sakit karena penyakit virus corona.
Di Piala Eropa atau Euro 2020, yang ditunda dan akan dimulai 11 Juni ini, nama Panenka mungkin akan kembali disebut jika ada pemain yang menggunakan teknik khas yang pernah dilakukannya 45 tahun lalu. (Antara)
Berita Terkait
Terpopuler
- Kumpulan Prompt Siap Pakai untuk Membuat Miniatur AI Foto Keluarga hingga Diri Sendiri
- Terjawab Teka-teki Apakah Thijs Dallinga Punya Keturunan Indonesia
- Bakal Bersinar? Mees Hilgers Akan Dilatih Eks Barcelona, Bayern dan AC Milan
- Gerhana Bulan Langka 7 September 2025: Cara Lihat dan Jadwal Blood Moon Se-Indo dari WIB-WIT
- Geger Foto Menhut Raja Juli Main Domino Bareng Eks Tersangka Pembalakan Liar, Begini Klarifikasinya
Pilihan
-
Nomor 13 di Timnas Indonesia: Bisakah Mauro Zijlstra Ulangi Kejayaan Si Piton?
-
Dari 'Sepupu Raisa' Jadi Bintang Podcast: Kenalan Sama Duo Kocak Mario Caesar dan Niky Putra
-
CORE Indonesia: Sri Mulyani Disayang Pasar, Purbaya Punya PR Berat
-
Sri Mulyani Menteri Terbaik Dunia yang 'Dibuang' Prabowo
-
Surat Wasiat dari Bandung: Saat 'Baby Blues' Bukan Cuma Rewel Biasa dan Jadi Alarm Bahaya
Terkini
-
Hasil Timnas Indonesia vs Lebanon: Skuad Garuda Dominan, Tapi Ditahan Imbang
-
Tukang Jagal Nomor 10 dari Irak: Timnas Indonesia Diminta Waspada, Lawan Sepadan Justin Hubner
-
Empat Pemain Persib di Timnas dapat Pujian dari Pelatih Asal Kroasia
-
Akui Menyakitkan, Presiden Fenerbahce Ungkap Alasan Pemecatan Jose Mourinho
-
Nomor 13 di Timnas Indonesia: Bisakah Mauro Zijlstra Ulangi Kejayaan Si Piton?
-
Kylian Mbappe Ramalkan Arsenal Juara Premier League Musim Ini
-
Siapa Saja? Deretan Pemain Keturunan Indonesia yang Masuk Timnas Era Dito Ariotedjo
-
Susunan Pemain Timnas Indonesia vs Lebanon: Miliano Jonathans dan Mauro Zijlstra Starter
-
Bek Persib Bandung Jebolan Akademi AS Roma Fokus Hadapi Persebaya
-
Dilema Ruben Amorim Jelang Derby Manchester: Sesko Masih Mandul, Lammens atau Bayindir?