Paparan suara bertekanan tinggi dari ledakan juga berisiko merusak sistem pendengaran secara fisik, menyebabkan kondisi seperti tinnitus (telinga berdenging) atau bahkan kehilangan pendengaran permanen, sebuah bencana bagi pemain yang mengandalkan komunikasi vokal di lapangan.
Luka Tak Kasat Mata: Trauma Psikologis Jangka Panjang
Efek yang paling berbahaya seringkali tidak terlihat. Setelah adrenalin mereda, luka psikologis bisa mulai muncul dan bertahan lama, mengganggu kehidupan dan karier seorang atlet.
Gangguan Stres Pasca-Trauma (PTSD): Ini adalah dampak yang paling umum. Penderitanya bisa mengalami flashback atau mimpi buruk, seolah-olah mereka kembali mengalami momen mengerikan itu. Mereka menjadi sangat cemas dan mudah terkejut.
Bayangkan seorang bek yang sedang fokus di lapangan, tiba-tiba suara keras dari kembang api suporter atau benturan keras antar pemain bisa memicu kembali respons trauma tersebut, membuatnya kehilangan konsentrasi atau bahkan panik.
Kewaspadaan Berlebih (Hypervigilance): Otak yang pernah mengalami trauma akan terus-menerus memindai lingkungan untuk mencari ancaman.
Kondisi "siaga" yang konstan ini sangat menguras energi mental dan fisik. Hal ini dapat menyebabkan kelelahan kronis, sulit tidur, dan iritabilitas—semua faktor yang sangat merugikan performa seorang atlet elite yang membutuhkan istirahat dan pemulihan optimal.
Penghindaran (Avoidance): Korban trauma mungkin secara tidak sadar mulai menghindari situasi, tempat, atau suara yang mengingatkan mereka pada kejadian tersebut.
Dalam kasus seorang pesepak bola, ini bisa menjadi sangat rumit. Mereka tidak bisa begitu saja menghindari keramaian atau suara keras yang merupakan bagian tak terpisahkan dari atmosfer stadion.
Baca Juga: Here We Go! Timnas Indonesia OTW Punya Kapten di Klub Besar Eropa
Cerita Kevin Diks adalah pengingat yang kuat bahwa di balik setiap tekel keras dan sundulan kemenangan, ada seorang manusia yang memiliki kerentanan.
Kemampuannya untuk terus bermain di level tertinggi setelah mengalami insiden tersebut adalah bukti ketahanan mental yang luar biasa, sekaligus menyoroti pentingnya dukungan kesehatan mental dalam dunia olahraga profesional.
Trauma adalah cedera yang tak terlihat, namun dampaknya bisa sama melumpuhkannya dengan cedera fisik terparah sekalipun.
Berita Terkait
-
Jay Idzes, para Klub Peminat dan Akhir dari Saga Transfer Tentangnya yang Masih Abu-Abu
-
Here We Go! Timnas Indonesia OTW Punya Kapten di Klub Besar Eropa
-
Analisis Kans Kevin Diks Jadi Kapten Gladbach dan Pemain Kesayangan Gerardo Seoane
-
Gencatan Senjata Iran-Israel Jauh dari Meja Runding, Perang Terbuka dengan Hezbollah di Depan Mata
-
Jay Idzes Jadi Dibeli Fiorentina? Ada Kabar Bagus dari Klub Soal Bursa Transfer
Terpopuler
- Sama-sama dari Australia, Apa Perbedaan Ijazah Gibran dengan Anak Dosen IPB?
- Bawa Bukti, Roy Suryo Sambangi Kemendikdasmen: Ijazah Gibran Tak Sah, Jabatan Wapres Bisa Gugur
- Lihat Permainan Rizky Ridho, Bintang Arsenal Jurrien Timber: Dia Bagus!
- Ousmane Dembele Raih Ballon dOr 2025, Siapa Sosok Istri yang Selalu Mendampinginya?
- Jadwal Big 4 Tim ASEAN di Oktober, Timnas Indonesia Beda Sendiri
Pilihan
Terkini
-
Harg Pasar Pemain Timnas Indonesia di Eropa, Siapa Tertinggi?
-
Ragnar Oratmangoen Jadi Saksi Kemenangan Calvin Verdonk di Liga Europa
-
PSSI Tunggu Jurus Patrick Kluivert Atasi Masalah TC Timnas Indonesia
-
Jelang SEA Games 2025, Gerald Vanenburg Temui Robin Kelder, Mau Naturalisasi Lagi?
-
Dicaci Tidak Tumbang, Calvin Verdonk Berikan Pembuktian di Liga Europa
-
PSSI: Timnas Indonesia Tak Bisa Lagi TC Jangka Panjang
-
Fokus Kerja Keras, Alexander Isak Pasrahkan Menit Bermain ke Arne Slot
-
Harry Kane Selangkah Lagi Pecahkan Rekor Gol Cristiano Ronaldo dan Erling Haaland
-
Kronologi Eks Arsenal Meninggal karena Cedera Otak saat Tanding
-
Kenapa Patrick Kluivert Panggil Ole Romeny dan Maarten Paes yang Lagi Cedera?