Suara.com - Sebelum tahun 2000-an tokoh utama pria di sinema Indonesia ditampilkan sebagai kepala rumah tangga, pemberi nafkah, pengayom, dan pelindung. Sejak tahun 2000-an tokoh utama laki-laki mulai digambarkan bersifat lembut, sensitif, ekspresif secara emosional, egalitarian, terlibat dalam pengasuhan, mau berkompromi soal karier demi mendukung pasangannya dan terlibat dalam pekerjaan rumah tangga.
Pergeseran itu menunjukkan perubahan penggambaran maskulinitas ideal di sinema Indonesia. “Laki-laki baru” mulai hadir di sinema Indonesia.
“Ada Apa dengan Cinta” (2002) menggemparkan Indonesia tidak hanya dengan adegan ciuman remaja, tapi juga dengan maskulinitas jenis baru yang ditawarkan melalui Rangga.
Rangga tidak seperti Boy, peran utama film “Catatan Si Boy”, idola remaja Indonesia pada 1980-1990an. Boy kaya, supel, suka olahraga, fisiknya kekar, dan populer. Rangga pendiam, intelektual, tidak agresif, lembut, puitis, dan bisa memasak.
Walaupun masih mempertahankan citra otoriter dan kurang sensitif, yang ditentang oleh tokoh utama perempuan Cinta, Rangga adalah proto-laki-laki baru.
Sederet karakter laki-laki yang mengunggulkan maskulinitas laki-laki baru mengikuti kemunculan Rangga. Bahkan film “Arisan!” (2003) menghadirkan Sakti seorang pria gay yang sensitif dan suportif terhadap perempuan sebagai sosok maskulinitas ideal yang dapat ditiru laki-laki heteroseksual.
“Perempuan Berkalung Sorban” (2008) menampilkan Khudhori sebagai sosok yang terdidik, alim, tidak agresif, lembut, mau berbagi pekerjaan rumah tangga dan pengasuhan, serta mendukung istrinya menempuh pendidikan tinggi menempuh pendidikan tinggi dan tidak terganggu dengan istrinya yang mandiri secara ekonomi.
Pergeseran representasi maskulinitas ideal
Idealisasi maskulinitas laki-laki baru bertentangan dengan maskulinitas ideal era sebelumnya, yang sering disebut Bapakisme.
Bapakisme dominan dalam film-film pada 1970 hingga awal 1990-an. Negara melegitimasi representasi maskulinitas ini, misalnya melalui film propaganda “Pengkhianatan G30S/PKI” (1981). Sang tokoh utama, Mayor Jendral Soeharto, juga para jenderal yang digambarkan menjadi korban kekejaman PKI adalah representasi laki-laki maskulin ideal yang melindungi dan mengayomi keluarga dan negara, selain tentunya menjadi tulang punggung keluarganya.
Dalam hegemoni Bapakisme sendiri ada banyak kontradiksi. Tidak semua laki-laki bisa menjadi pemberi nafkah keluarga. Namun kontradiksi dari citra maskulinitas ideal itu diredam dengan tetap menggambarkan mereka sebagai kepala rumah tangga, bagian dari posisi yang mereka dapatkan secara otomatis dalam sistem patriarkal. Selain itu perempuan digambarkan boleh bekerja asal tetap memprioritaskan peran domestik dan reproduktif-nya.
Film “Di Balik Kelambu” (1983), yang laris dan sukses di Festival Film Indonesia 1984, menggambarkan maskulinitas yang menekankan pada peran laki-laki sebagai pencari nafkah utama keluarga. Meski ada tekanan psikologis kepada laki-laki yang tidak bisa memenuhinya, film ini tetap meneguhkan posisi suami sebagai kepala keluarga yang memegang kuasa terhadap keluarganya. Sang suami ingin membuktikan bahwa dia adalah suami yang baik dengan tidak membuat istrinya bekerja di luar rumah dan fokus pada peran domestiknya.
Selain itu, dalam film “Sesal” (1994), sosok ibu ideal yang direpresentasikan melalui seorang diplomat wanita adalah pemikul beban ganda di ruang publik dan domestik.
Perubahan tatanan gender
Alternatif maskulinitas yang hadir dalam bentuk “laki-laki baru” di Indonesia muncul seiring dengan adanya tekanan terhadap tatanan gender yang dominan di Indonesia.
Berita Terkait
-
Dari Aktor Top ke Sutradara Hebat: Debut Film 'Pangku' Reza Rahadian
-
7 Artis Absen dari Peran Ikoniknya di Sekuel Film, Abimana Aryasatya Tak Lagi jadi Dono
-
Nicholas Saputra Viral saat Reuni SMA, Penampilan Awet Mudanya Disorot!
-
Terima Penghargaan Honorary Oscar, Tom Cruise Sampaikan Pesan Haru
-
Donny Damara Ternyata Sudah Belasan Tahun Jadi Guru Diving, Temukan Rasa Syukur di Laut
Terpopuler
- Breaking News! PSSI Resmi Umumkan Pelatih Timnas Indonesia
- 8 City Car yang Kuat Nanjak dan Tak Manja Dibawa Perjalanan Jauh
- 5 Rekomendasi Cushion Mengandung Skincare Anti-Aging Untuk Usia 40 Ke Atas
- Djarum Buka Suara soal Pencekalan Victor Hartono dalam Kasus Dugaan Korupsi Tax Amnesty
- 5 Smartwatch Terbaik untuk Olahraga dan Pantau Detak Jantung, Harga Mulai Rp300 Ribuan
Pilihan
-
Timnas Indonesia: U-17 Dilatih Timur Kapadze, Nova Arianto Tukangi U-20, Bojan Hodak Pegang Senior?
-
Harga Minyak Dunia Melemah, di Tengah Upaya Trump Tekan Ukraina Terima Damai dengan Rusia
-
Indonesia jadi Raja Sasaran Penipuan Lowongan Kerja di Asia Pasifik
-
Kisah Kematian Dosen Untag yang Penuh Misteri: Hubungan Gelap dengan Polisi Jadi Sorotan
-
Kisi-Kisi Pelatih Timnas Indonesia Akhirnya Dibocorkan Sumardji
Terkini
-
Jordi Onsu Sudah 3 Tahun Tak Bicara dengan Ruben Onsu: Komunikasi Diblokir!
-
Jordi Onsu Ogah Bertemu Mak Ifah, Khawatir Ibunya Ngamuk dari Kubur
-
Curhatan Samuel Christ Soal Istri Suka Bangun Siang Disorot, Langsung Klarifikasi Setelah Viral
-
Vokal Kritik Pemerintah, Ekspresi Fedi Nuril saat Fadli Zon Berpidato di FFI 2025 Viral
-
Ariana Grande Idap Salah Satu Virus Mematikan, Mendadak Batal Hadiri Acara
-
Sebut Batik dari Malaysia ke Ariana Grande, Aisha Retno 'Penyanyi Berdarah Indonesia' Klarifikasi
-
Promo Nonton Film di CGV untuk Pelanggan Telkomsel Hari Ini, Beli Tiket Cuma Rp10 Ribu
-
Pengakuan Kocak Raisa Usai Viral Lari Hindari Wartawan di AMI Awards: Takut Ditanya-tanya
-
Dua Kali Sabet Piala Citra, Ringgo Agus Rahman Bicara Honor Akting
-
Perjalanan Fatima Bosch Jadi Miss Universe 2025: Walkout karena Dihina 'Bodoh'