Suara.com - Film terbaru Joko Anwar, Pengepungan di Bukit Duri memicu diskursus sejak pemutaran perdananya pada 17 April 2025.
Banyak yang memuji keberanian sang sutradara dalam menyentuh tema sensitif dengan genre action-thriller yang memukau.
Namun tidak sedikit yang melontarkan kritik pedas, menyebut film ini sebagai "propaganda" yang tidak berani menyentuh kekuasaan.
Menanggapi kritik tersebut, Joko Anwar akhirnya angkat bicara melalui unggahan panjang di akun X pribadinya.
Dalam cuitan berjudul "Director’s Note", Joko menjelaskan filosofi dan tujuan di balik film ke-11 yang diproduksinya ini.
Sutradara asal Medan itu membantah tuduhan bahwa filmnya melemahkan konteks politik dan sejarah yang kompleks di balik isu rasisme.
"Pengepungan di Bukit Duri jelas menceritakan kelompok masyarakat (termasuk pelajar) yang memiliki nilai hidup yang rusak, termasuk menjadi pelaku kekerasan dan rasisme," tulis Joko, dikutip pada Selasa (22/4/2025).
"Tapi semua perilaku ini adalah akibat dari sistem yang gagal. Dan sistem itu tidak hadir dalam ruang hampa, ia dibentuk oleh kebijakan, keadilan, dan sejarah," katanya melanjutkan.
Joko Anwar menegaskan bahwa film ini bukanlah bentuk propaganda ataupun bentuk pembelaan terhadap institusi negara.
Baca Juga: Terinspirasi dari Yayu Unru, Fatih Unru Ingin Punya Sekolah Akting Gratis
Justru, kata Joko Anwar, film ini merupakan kritik terhadap pembiaran struktural yang selama ini terjadi.
"Setiap ruang kosong yang dibiarkan oleh negara, dalam pendidikan, keadilan, dan keamanan, diisi oleh kekacauan. Dan itulah bentuk kritik kami," imbuhnya.
Lebih lanjut, Joko Anwar menekankan bahwa Pengepungan di Bukit Duri tidak disajikan secara verbal untuk menunjukkan siapa yang salah dan siapa yang benar.
Sutradara film Pengabdi Setan ini menolak anggapan bahwa film harus selalu menjelaskan konteks secara eksplisit agar tidak menimbulkan salah tafsir.
"Penonton kita nggak bodoh," tulisnya, menyindir pandangan yang meremehkan kapasitas penonton dalam memahami narasi kompleks.
Sebelumnya, sebagian kalangan tetap menganggap Pengepungan Bukit Duri gagal menyentuh akar persoalan rasisme di Indonesia.
Salah satu kritik datang dari pengulas di media sosial yang menyebut film ini melepas isu rasisme terhadap etnis Tionghoa dari konteks politik dan sejarah yang lebih luas.
Disebutkan bahwa film ini terlalu fokus menggambarkan masyarakat kelas bawah sebagai pelaku kekerasan.
Sayangnya, tidak ada peran elite kekuasaan yang selama ini dinilai turut memelihara sentimen rasial demi kepentingan politik.
"Pengepungan di Bukit Duri hanya tajam memotret kejahatan masyarakat kelas bawah, dan bukan hanya tumpul, tapi tidak menyenggol sama sekali kejahatan mereka yang ada di struktur kekuasaan," tulisnya.
Film ini berlatar Indonesia tahun 2027, di tengah kondisi sosial yang semakin memburuk akibat diskriminasi dan perpecahan.
Tokoh utama, Edwin (Morgan Oey), adalah seorang guru pengganti yang idealis. Dia ditugaskan mengajar di SMA Duri, sekolah yang dikenal sebagai tempat bagi anak-anak bermasalah.
Namun, misi Edwin sebenarnya lebih personal. Dia sedang mencari keponakannya yang hilang sejak kerusuhan terakhir.
Di sekolah tersebut, Edwin menemukan kenyataan pahit. Para siswa bukan hanya brutal, tetapi juga tampaknya telah kehilangan empati.
Di balik kebrutalan itu, "Pengepungan di Bukit Duri" menyisipkan narasi bahwa anak-anak ini bukan terlahir jahat, melainkan terbentuk oleh lingkungan sosial yang penuh kekerasan, kebencian, dan ketidakpedulian negara.
Dalam penjelasannya, Joko Anwar membandingkan filmnya dengan karya-karya seperti Parasite (2019), Shoplifters (2018), dan Bully (2001).
Film-film tersebut mengkritik sistem melalui narasi kehidupan rakyat kecil tanpa perlu menyebut penguasa secara langsung.
Menurut Joko Anwar, pendekatan seperti ini justru lebih kuat dan tidak menggurui. "Film adalah pengalaman manusia dan bukan hanya slogan," tutur Joko dalam cuitan panjangnya.
Apakah penjelasan ini akan meredam kritik atau justru memicu perdebatan baru? Waktu yang akan menjawab.
Namun yang pasti, Pengepungan di Bukit Duri telah membuka ruang diskusi yang panas, sesuai harapan Joko Anwar.
Kontributor : Chusnul Chotimah
Tag
Berita Terkait
-
Terinspirasi dari Yayu Unru, Fatih Unru Ingin Punya Sekolah Akting Gratis
-
Kilas Balik Perjalanan Karier Fatih Unru, Ogah Dibilang Meneruskan Warisan Sang Ayah
-
Fatih Unru Ungkap Detail Karakter Rangga di 'Pengepungan di Bukit Duri', Bukan Sekadar Tukang Bully
-
Daftar Pemeran Pengepungan di Bukit Duri, Ada Anak Artis
-
Joko Anwar Minta Maaf Usai Minta Dibuatkan Poster 'Pengepungan di Bukit Duri' Cuma-Cuma, Ada Apa?
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 7 Rekomendasi HP RAM 12GB Rp2 Jutaan untuk Multitasking dan Streaming
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- BRI Market Outlook 2026: Disiplin Valuasi dan Rotasi Sektor Menjadi Kunci
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
-
50 Harta Taipan RI Tembus Rp 4.980 Triliun, APBN Menkeu Purbaya Kalah Telak!
Terkini
-
Di Luar Dugaan, Wendi Cagur Ungkap Nicholas Saputra Teman Dekat dengan Bopak Castello
-
Lineup Lengkap Big Bang Festival 2025/2026 Bocor: Ada Dewa 19, Tulus, sampai Weird Genius!
-
Agak Laen Terancam Digusur Avatar, Bene Dion Pasrah tapi Berharap Mukjizat
-
Tampil usai Ibu Meninggal, Raisa Terisak di Panggung: Ini Hal Terberat yang Pernah Aku Alami
-
CGV Rilis Promo Combo Merchandise Avatar: Fire and Ash, Harga Mulai Rp149 Ribu
-
Merinding! Sule Didatangi Almarhumah Mantan Istri, Kasih Petunjuk Mengejutkan soal Pacar
-
Meriah! Soundrenaline Sana Sini 2025 Palembang Hadirkan The Lantis hingga Jason Ranti
-
Virgoun Berniat Ambil Hak Asuh Anak dari Inara Rusli, Malah Dicibir: Awalnya dari Elu
-
Sinopsis Street Fighter: Nostalgia Game Legendaris Bertabur Bintang
-
Specta UB Phoria 2025: Galang Donasi Bencana hingga Hadirkan Pasha Ungu dan Dimas Senopati