Entertainment / Gosip
Minggu, 14 September 2025 | 20:30 WIB
Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa. [Suara.com/Novian]
Baca 10 detik
  • Purbaya mengubah kultur rapat LPS yang bertele-tele dan tidak efisien.
  • Budaya feodal dan "yes-man" membuat karyawan takut untuk berpendapat.
  • Ia menciptakan kebebasan berpendapat untuk menghilangkan budaya ABS (Asal Bapak Senang).
[batas-kesimpulan]

Suara.com - Jauh sebelum menjabat sebagai Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa pernah dihadapkan pada budaya kerja yang buruk di Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

Pada podcast-nya bersama Putri Tanjung, Menkeu Purbaya Yudhii Sadewa ini membongkar buruknya budaya kerja di LPS ketika dirinya pertama kali memimpin lembaga tersebut.

Bukan karena beban kerjanya, Purbaya Yudhi mengatakan pekerjanya di LPS sering kali terlalu bertele-tele dalam memutuskan suatu masalah dan karyawan tak berani berpendapat.

"Working culture (di LPS) itu kita buat se-balance mungkin. Jadi waktu saya datang ke sana pertama kali, komplain mereka adalah work life balance kami jelek," cerita Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa dalam podcast-nya bersama Putri Tanjung dilansir dari unggahan TikTok @clipperkuu, Minggu 14 September 2025.

Awalnya, Purbaya mengaku bingung dengan keluhan tersebut. Namun setelah diselidiki, biang keroknya bukanlah volume pekerjaan, melainkan inefisiensi yang parah.

"Kerja terus katanya, padahal saya bingung kerja aja karena gak krisis kan. Rupanya mereka rapat bertele-tele, lama banget gak putus-putus," ujar Purbaya Yudhi Sadewa.

Karena itu, Purbaya Yudhi yang sempat menjabat sebagai Ketua Dewan Komisaris di LPS berusaha memangkas durasi rapat dan percepat pengambilan keputusan.

"Lalu, saya ubah sehingga mereka rapatnya lebih pendek. Dalam artian gini, kalau udah bisa diputusin ya putus aja langsung gak usah lama-lama," ujarnya.

Masalah kedua yang ditemukan ternyata lebih parah, yakni adanya budaya feodal di mana perbedaan pendapat dianggap sebagai pembangkangan yang berujung sanksi.

Baca Juga: Perjalanan Cinta Tasya Farasya dan Ahmad Assegaf, Berawal dari SD

"Terus yang kedua anak buah tuh kalau beda pendapat sama atasan bisa dipindah rupanya. Tadinya saya gak tahu kenapa dipindah ternyata karena perbedaan pendapat," lanjut Menkeu Purbaya Yudhi.

Karena itu, Purbaya Yudhi berusaha mengubah aturan tersebut dan mulai membebaskan anak buahnya untuk berpendapat apapun dalam rapat tanpa hukuman.

"Lho kok begitu? akhirnya saya ubah kalau rapat saya persilahkan ngomong apa aja, gak akan dihukum," katanya.

Putri Tanjung yang mendengar cerita itu langsung menyimpulkan adanya kultur "yes-man" yang mengakar kuat di lembaga tersebut.

"Berarti dulunya kebiasaan ini yesman semua ya pak. Jadi, atasannya ngomong apa harus yesman," timpal Putri Tanjung.

Purbaya dengan tegas menyatakan anti terhadap budaya ABS (Asal Bapak Senang) tersebut.

Baginya, kultur "yes-man" hanya akan melahirkan orang-orang bodoh yang tidak bisa diajak bekerja.

"Yesman itu jeleknya gini, kalau Anda 20 tahun jadi yesman. 20 tahun lagi Anda jadi bodoh. Saya gak mau kerja sama orang bodoh, capek lah saya," ujar Purbaya.

Ia pun menerapkan aturan baru, yakni karyawan bebas mengemukakan pendapat sekritis apapun tanpa takut dihukum, selama tidak korupsi. Namun, sekali keputusan diambil, semua wajib patuh.

"Lu ngomong aja apa adanya, gak akan dihukum. Kecuali lu korupsi ya kita sikat. Tapi setelah diputuskan ya ikut dengan putusannya," katanya.

Padahal sebelumnya, Menkeu Purbaya Yudhi ini sempat dicurigai warganet sebagai sosok yang "Yesman" ketika dilantik sebagai pengganti Sri Mulyani.

"Berdasarkan reaksi para ekonom di timeline, kayaknya Menteri Keuangan pengganti nggak bakal lebih baik ya, lebih yesman malahan," kata akun X @nabiylarisfa yang membuat cuitan tersebut ketika Purbaya Yudhi dilantik sebagai Menkeu.

Load More