Entertainment / Film
Senin, 17 November 2025 | 11:01 WIB
Film Pendek Sore Ini Milik Aksa. [ist]
Baca 10 detik
  • Film pendek "Sore Ini Milik Aksa" (2025) mengisahkan penemuan dunia kreatif seorang anak kelas empat SD.
  • Visual film ini mengandalkan ketenangan, tone warna hangat, dan teknik semi-dokumenter untuk menyampaikan pesan penting tentang eksplorasi minat.
  • Karya ini berhasil meraih Juara 1 Jenia Shortmovie Competition 2025 karena kejujuran akting anak dan penekanan pentingnya ruang eksplorasi diri.

Suara.com - Di tengah maraknya film pendek bertema sosial dan percakapan yang intens, This Afternoon Belongs to Aksa atau yang kita kenal dengan Sore Ini Milik Aksa (2025) hadir dengan kesederhanaan yang justru memikat: kisah seorang anak yang menemukan pintu menuju dunia kreatifnya sendiri.

Film produksi Dlegan Pictures karya sutradara dan penulis Bayu Yunianto ini menyoroti detik-detik kecil dalam kehidupan seorang bocah kelas empat SD, tetapi ditempatkan dalam bingkai emosional yang hangat, jujur, dan menyentuh tanpa berusaha dramatis.

Sore Biasa yang Menjadi Titik Balik

Aksa digambarkan sebagai anak energik yang selalu tidak sabar menunggu waktu bermain setelah sekolah. Ritme hidupnya sederhana: pulang—ganti baju—lari keluar rumah.

Panggilan ibunya untuk makan pun kerap tidak dihiraukan. Namun, hari itu berbeda. Sebuah kotak kado berisi krayon warna-warni menghentikan langkahnya.

Momen itu menjadi titik belok naratif yang memancarkan kehangatan. Krayon bukan sekadar hadiah kecil, tetapi simbol pembuka imajinasi.

Alih-alih bermain seperti biasa, Aksa menuruti dorongan barunya untuk menggambar, dan dari situlah perjalanan batin dimulai: satu lembar kertas berubah menjadi banyak, dan dinding kamarnya perlahan menjadi galeri pribadi.

Film ini membangun pesan kuat tanpa perlu dialog panjang: bahwa penemuan besar sering kali lahir dari keheningan, dari satu sore yang tampak biasa, tetapi memberi ruang bagi anak untuk mendengar dunia dalam dirinya.

Pendekatan Visual yang Tajam namun Liris

Baca Juga: Review Film Dopamin: Terlalu Nyata dan Getir

Kekuatan film ini terletak pada penggunaan visual yang tenang, teduh, dan dekat dengan pengalaman masa kecil. Tone warna hangat, serupa suasana sore, menegaskan nuansa nostalgia.

Kamera bergerak lembut mengikuti Aksa, seolah memberi kita ruang untuk mengingat bagaimana rasanya menemukan hal yang membuat hati kita menyala untuk pertama kali.

Beberapa gambar memiliki kualitas semi-dokumenter: dapur sederhana, meja dengan kotak kado, dan dinding kamar yang kian ramai oleh coretan. Tidak ada dramatisasi berlebihan, tidak ada scoring yang memaksa emosi. Film memilih menaruh kepercayaan pada bahasa gambar, dan itu bekerja sangat efektif.

Film Pendek Sore Ini Milik Aksa. [ist]

Narasi Sederhana yang Menyimpan Kedalaman

Walau berdurasi singkat, film ini menyampaikan gagasan besar, bahwa masa kecil adalah laboratorium awal dari mimpi-mimpi masa depan.

Keputusan Aksa untuk tetap di rumah dan menggambar, alih-alih bermain seperti biasanya, menegaskan bahwa kreativitas sering muncul sebagai panggilan sunyi. Sederhana, spontan, namun membawa dampak jangka panjang.

Film ini menekankan pentingnya memberikan anak ruang untuk mengeksplorasi minatnya sendiri. Dalam banyak keluarga, rutinitas dan harapan orang dewasa sering mengubur bibit kreativitas.

Sore Ini Milik Aksa mengingatkan bahwa dukungan terhadap hal kecil, seperti memberi krayon, bisa membuka jalan besar.

Aktor Anak dan Kejujuran yang Jarang Ditemui

Performa pemeran Aksa menjadi salah satu hal paling menonjol. Ia tidak terlihat “berakting,” tetapi hadir sebagai anak yang hidup apa adanya: polos, penasaran, dan mudah terpikat oleh hal-hal sederhana.

Ekspresi kecil, cara ia memegang krayon, menatap kertas, atau tersenyum melihat hasil gambarnya, menciptakan keaslian yang sulit direkayasa.

Pada banyak film pendek, terutama yang melibatkan aktor anak, gestur sering terasa diarahkan dan kaku. Di sini justru sebaliknya: natural, organik, dan mengalir.

Pesan yang Mengendap Setelah Film Usai

Di balik durasi yang singkat, film ini menyimpan gema emosional. Ia mengajak kita kembali pada masa ketika dunia terasa luas dan selembar kertas putih bisa menjadi portal petualangan.

Sore Ini Milik Aksa tidak hanya bercerita tentang proses menggambar, ia bercerita tentang penemuan diri, tentang bagaimana kreativitas muncul, tumbuh, dan akhirnya mengarahkan seseorang pada masa depan.

Dalam kalimat penutupnya, film ini menegaskan bahwa “dari satu sore yang sunyi, Aksa menemukan jalan yang kelak membawanya menuju kesuksesan.”

Sebuah pesan yang relevan bagi siapa pun yang pernah memulai mimpi dari hal kecil, atau bagi mereka yang lupa bahwa hal kecil bisa menuntun pada perjalanan panjang.

Sore Ini Milik Aksa adalah film pendek yang berhasil menyampaikan sesuatu yang sederhana, tetapi penting: bahwa kreativitas sering tumbuh dari perhatian kecil dan keheningan yang tidak kita duga.

Sebuah pengingat bahwa setiap anak, pada suatu sore, bisa menemukan pintu menuju masa depannya, dan tugas kitalah memastikan pintu itu tidak ditutup terlalu cepat.

Dengan visual yang puitis, ritme yang lembut, dan pesan yang kuat, film ini menjadi salah satu karya yang layak diperbincangkan di ranah sinema pendek Indonesia.

Sebagai awal pembuktian, Sore Ini Milik Aksa telah berhasil meraih Juara 1 Jenia Shortmovie Competition 2025, sebuah kompetisi film pendek yang tahun ini menghadirkan tiga juri ternama: Raditya Dika, Darius Manihuruk, dan Ko Kok Ming.

Prestasi ini semakin menegaskan kualitas karya dan daya tarik emosional yang dibangun film tersebut.

Load More