- Film pendek "Sore Ini Milik Aksa" (2025) mengisahkan penemuan dunia kreatif seorang anak kelas empat SD.
- Visual film ini mengandalkan ketenangan, tone warna hangat, dan teknik semi-dokumenter untuk menyampaikan pesan penting tentang eksplorasi minat.
- Karya ini berhasil meraih Juara 1 Jenia Shortmovie Competition 2025 karena kejujuran akting anak dan penekanan pentingnya ruang eksplorasi diri.
Suara.com - Di tengah maraknya film pendek bertema sosial dan percakapan yang intens, This Afternoon Belongs to Aksa atau yang kita kenal dengan Sore Ini Milik Aksa (2025) hadir dengan kesederhanaan yang justru memikat: kisah seorang anak yang menemukan pintu menuju dunia kreatifnya sendiri.
Film produksi Dlegan Pictures karya sutradara dan penulis Bayu Yunianto ini menyoroti detik-detik kecil dalam kehidupan seorang bocah kelas empat SD, tetapi ditempatkan dalam bingkai emosional yang hangat, jujur, dan menyentuh tanpa berusaha dramatis.
Sore Biasa yang Menjadi Titik Balik
Aksa digambarkan sebagai anak energik yang selalu tidak sabar menunggu waktu bermain setelah sekolah. Ritme hidupnya sederhana: pulang—ganti baju—lari keluar rumah.
Panggilan ibunya untuk makan pun kerap tidak dihiraukan. Namun, hari itu berbeda. Sebuah kotak kado berisi krayon warna-warni menghentikan langkahnya.
Momen itu menjadi titik belok naratif yang memancarkan kehangatan. Krayon bukan sekadar hadiah kecil, tetapi simbol pembuka imajinasi.
Alih-alih bermain seperti biasa, Aksa menuruti dorongan barunya untuk menggambar, dan dari situlah perjalanan batin dimulai: satu lembar kertas berubah menjadi banyak, dan dinding kamarnya perlahan menjadi galeri pribadi.
Film ini membangun pesan kuat tanpa perlu dialog panjang: bahwa penemuan besar sering kali lahir dari keheningan, dari satu sore yang tampak biasa, tetapi memberi ruang bagi anak untuk mendengar dunia dalam dirinya.
Pendekatan Visual yang Tajam namun Liris
Baca Juga: Review Film Dopamin: Terlalu Nyata dan Getir
Kekuatan film ini terletak pada penggunaan visual yang tenang, teduh, dan dekat dengan pengalaman masa kecil. Tone warna hangat, serupa suasana sore, menegaskan nuansa nostalgia.
Kamera bergerak lembut mengikuti Aksa, seolah memberi kita ruang untuk mengingat bagaimana rasanya menemukan hal yang membuat hati kita menyala untuk pertama kali.
Beberapa gambar memiliki kualitas semi-dokumenter: dapur sederhana, meja dengan kotak kado, dan dinding kamar yang kian ramai oleh coretan. Tidak ada dramatisasi berlebihan, tidak ada scoring yang memaksa emosi. Film memilih menaruh kepercayaan pada bahasa gambar, dan itu bekerja sangat efektif.
Narasi Sederhana yang Menyimpan Kedalaman
Walau berdurasi singkat, film ini menyampaikan gagasan besar, bahwa masa kecil adalah laboratorium awal dari mimpi-mimpi masa depan.
Keputusan Aksa untuk tetap di rumah dan menggambar, alih-alih bermain seperti biasanya, menegaskan bahwa kreativitas sering muncul sebagai panggilan sunyi. Sederhana, spontan, namun membawa dampak jangka panjang.
Film ini menekankan pentingnya memberikan anak ruang untuk mengeksplorasi minatnya sendiri. Dalam banyak keluarga, rutinitas dan harapan orang dewasa sering mengubur bibit kreativitas.
Sore Ini Milik Aksa mengingatkan bahwa dukungan terhadap hal kecil, seperti memberi krayon, bisa membuka jalan besar.
Aktor Anak dan Kejujuran yang Jarang Ditemui
Performa pemeran Aksa menjadi salah satu hal paling menonjol. Ia tidak terlihat “berakting,” tetapi hadir sebagai anak yang hidup apa adanya: polos, penasaran, dan mudah terpikat oleh hal-hal sederhana.
Ekspresi kecil, cara ia memegang krayon, menatap kertas, atau tersenyum melihat hasil gambarnya, menciptakan keaslian yang sulit direkayasa.
Pada banyak film pendek, terutama yang melibatkan aktor anak, gestur sering terasa diarahkan dan kaku. Di sini justru sebaliknya: natural, organik, dan mengalir.
Pesan yang Mengendap Setelah Film Usai
Di balik durasi yang singkat, film ini menyimpan gema emosional. Ia mengajak kita kembali pada masa ketika dunia terasa luas dan selembar kertas putih bisa menjadi portal petualangan.
Sore Ini Milik Aksa tidak hanya bercerita tentang proses menggambar, ia bercerita tentang penemuan diri, tentang bagaimana kreativitas muncul, tumbuh, dan akhirnya mengarahkan seseorang pada masa depan.
Dalam kalimat penutupnya, film ini menegaskan bahwa “dari satu sore yang sunyi, Aksa menemukan jalan yang kelak membawanya menuju kesuksesan.”
Sebuah pesan yang relevan bagi siapa pun yang pernah memulai mimpi dari hal kecil, atau bagi mereka yang lupa bahwa hal kecil bisa menuntun pada perjalanan panjang.
Sore Ini Milik Aksa adalah film pendek yang berhasil menyampaikan sesuatu yang sederhana, tetapi penting: bahwa kreativitas sering tumbuh dari perhatian kecil dan keheningan yang tidak kita duga.
Sebuah pengingat bahwa setiap anak, pada suatu sore, bisa menemukan pintu menuju masa depannya, dan tugas kitalah memastikan pintu itu tidak ditutup terlalu cepat.
Dengan visual yang puitis, ritme yang lembut, dan pesan yang kuat, film ini menjadi salah satu karya yang layak diperbincangkan di ranah sinema pendek Indonesia.
Sebagai awal pembuktian, Sore Ini Milik Aksa telah berhasil meraih Juara 1 Jenia Shortmovie Competition 2025, sebuah kompetisi film pendek yang tahun ini menghadirkan tiga juri ternama: Raditya Dika, Darius Manihuruk, dan Ko Kok Ming.
Prestasi ini semakin menegaskan kualitas karya dan daya tarik emosional yang dibangun film tersebut.
Tag
Berita Terkait
-
Cinta Tulus di Penghujung Ajal, Film Sampai Titik Terakhirmu Sedih Banget!
-
Sony Dikabarkan Siap Garap Film Labubu, Viral Usai Dipopulerkan Lisa BLACKPINK
-
Sabrina Carpenter Bintangi dan Produksi Film Musikal Alice in Wonderland
-
Baim Wong Siapkan Proyek Film 'Avengers', Gaet Reza Rahadian Hingga Christine Hakim
-
Rekomendasi Film Indonesia Adaptasi Korea, Terbaru Whats Up with Secretary Kim?
Terpopuler
- 7 Body Lotion di Indomaret untuk Usia 50 Tahun ke Atas, Rawat Garis Penuaan
- 7 Rekomendasi Lipstik Transferproof untuk Pekerja Kantoran, Mulai Rp20 Ribuan
- 27 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 14 November: Ada Beckham 111, Magic Curve, dan Gems
- 5 Sepatu Running Lokal Paling Juara: Harga Murah, Performa Berani Diadu Produk Luar
- 6 Tablet RAM 8 GB Paling Murah untuk Pekerja Kantoran, Mulai Rp2 Jutaan
Pilihan
-
Kerugian Scam Tembus Rp7,3 Triliun: OJK Ingatkan Anak Muda Makin Rawan Jadi Korban!
-
Ketika Serambi Mekkah Menangis: Mengingat Kembali Era DOM di Aceh
-
Catatan Gila Charly van Oosterhout, Pemain Keturunan Indonesia di Ajax: 28 Laga 19 Gol
-
Daftar 611 Pinjol Ilegal Terbaru Update Satgas PASTI OJK: Ada Pindar Terkenal
-
Bobibos Ramai Dibicarakan! Pakar: Wajib Lolos Uji Kelayakan Sebelum Dijual Massal
Terkini
-
Momen Kocak Carmen Hearts2Hearts Order Nasi Padang dari Korea Lewat Fancall Bareng Penggemar
-
Istri Sah Habib Bahar Buka Suara, Bantah Tudingan dan Siap Jebloskan Helwa Bachmid ke Penjara
-
Konser eaJ Siap Digelar Akhir Pekan Ini, Stok Tiket Menipis
-
Debt Collector ke Isu Hak Asuh Anak, Konflik Ruben Onsu dan Sarwendah Makin Panas
-
Siapa Istri Habib Bahar bin Smith? Helwa Bachmid Ngaku Simpanan
-
Peran Mendiang Marissa Haque di Balik Lagu Baru Ikang Fawzi
-
Bukan Sekadar Tawa, Ernest Prakasa Bongkar 'Jalan Halus' Komedi untuk Sampaikan Kritik Tajam
-
Raisa Ungkap Makna Tersembunyi dalam Lagu Si Paling Mahir
-
Rahasia Armada Tetap Solid Selama Belasan Tahun, Hindari Ribut soal Uang dan Perempuan
-
Interview Bonnadol: Fan Meeting Jakarta, Kekaguman pada Rizky Febian, dan Proyek Baru yang Ditunggu