Suara.com - Beberapa waktu terakhir publik dihebohkan dengan penemuan kerangka manusia di sebuah rumah kosong di Kecamatan Margahayu, Kabupaten Bandung.
Menurut Kapolsek Margahayu Kompol Agus Wahidi, kerangka tersebut diduga sudah ada di rumah itu selama beberapa bulan sebelum ditemukan, yaitu empat bulan lalu.
"Kemungkinan lebih dari empat bulan lalu," kata Kompol Agus, dikutip Ayobandung.com, jaringan Suara.com, Kamis (16/1/2020).
Namun, dugaan ini hanya berdasarkan simpulan sementara, bukan dari hasil autopsi, mengingat kondisi jaringan daging telah hilang.
Kata Agus, jika korban meninggal di bawah empat bulan, umumnya tulang masih basah oleh sisa jaringan yang membusuk.
Penemuan ini pun menimbulkan banyak pertanyaan, bagaimana bisa mayat berubah menjadi tulang hanya dalam beberapa bulan saja?
Sebenarnya, dekomposisi atau pembusukan memiliki lima tahapan, yaitu autolisis, putrefaksi, putrefaksi hitam, fermentasi, dan pembusukan kering.
Dilansir Bustle, tingkat dekomposisi setiap mayat dapat bervariasi dan dipengaruhi kondisi lingkungan.
"Iklim yang panas dan kering dapat mendekomposisi tubuh menjadi kulit dan tulang yang rapuh dalam dua minggu, sedangkan di lingkungan yang dingin dan basah dekomposisi dapat memakan waktu berbulan-bulan," kata Melissa Unfred, penjaga rumah jenazah dari Texas.
Baca Juga: Kerangka Manusia di Sofa Gegerkan Bandung, Diduga Tewas Lebih dari 4 Bulan
Faktor lainnya untuk membuat pembusukan berlangsung cepat, menurut Melissa, adalah adanya organisme lain di lingkungan mayat tersebut.
Hal ini juga dijelaskan dalam Crimescenecleanup.com. Lingkungan tempat mayat dibiarkan membusuk sangat memengaruhi berapa lama proses penguraian jaringan tubuh.
Dijelaskan, pertumbuhan bakteri akan jauh lebih lambat pada suhu dingin. Sebaliknya, di lingkungan yang hangat prosesnya dapat dipercepat. Sebab, panas membantu dalam memecah bahan organik.
Jadi, sebenarnya tidak ada kerangka waktu yang pasti dalam tahap dekomposisi hingga skeletonisasi (proses menjadi kerangka). Ini juga tergantung pada lingkungan tempat tubuh mayat berada. Udara, air, dan berbagai kondisi lainnya memainkan peran, lapor Aftermath.com.
Berita Terkait
Terpopuler
- Pelatih Argentina Buka Suara Soal Sanksi Facundo Garces: Sindir FAM
- Kiper Keturunan Karawang Rp 2,61 Miliar Calon Pengganti Emil Audero Lawan Arab Saudi
- Usai Temui Jokowi di Solo, Abu Bakar Ba'asyir: Orang Kafir Harus Dinasehati!
- Ingatkan KDM Jangan 'Brengsek!' Prabowo Kantongi Nama Kepala Daerah Petantang-Petenteng
- 30 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 28 September: Raih Hadiah Prime Icon, Skill Boost dan Gems Gratis
Pilihan
-
Pertamax Tetap, Daftar Harga BBM yang Naik Mulai 1 Oktober
-
Lowongan Kerja PLN untuk Lulusan D3 hingga S2, Cek Cara Daftarnya
-
Here We Go! Jelang Lawan Timnas Indonesia: Arab Saudi Krisis, Irak Limbung
-
Berharap Pada Indra Sjafri: Modal Rekor 59% Kemenangan di Ajang Internasional
-
Penyumbang 30 Juta Ton Emisi Karbon, Bisakah Sepak Bola Jadi Penyelamat Bumi?
Terkini
-
Miris! Ahli Kanker Cerita Dokter Layani 70 Pasien BPJS per Hari, Konsultasi Jadi Sebentar
-
Silent Killer Mengintai: 1 dari 3 Orang Indonesia Terancam Kolesterol Tinggi!
-
Jantung Sehat, Hidup Lebih Panjang: Edukasi yang Tak Boleh Ditunda
-
Siloam Hospital Peringati Hari Jantung Sedunia, Soroti Risiko AF dan Stroke di Indonesia
-
Skrining Kanker Payudara Kini Lebih Nyaman: Pemeriksaan 5 Detik untuk Hidup Lebih Lama
-
CEK FAKTA: Ilmuwan China Ciptakan Lem, Bisa Sambung Tulang dalam 3 Menit
-
Risiko Serangan Jantung Tak Pandang Usia, Pentingnya Layanan Terpadu untuk Selamatkan Nyawa
-
Bijak Garam: Cara Sederhana Cegah Hipertensi dan Penyakit Degeneratif
-
HD Theranova: Terobosan Cuci Darah yang Tingkatkan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal
-
Stres Hilang, Jantung Sehat, Komunitas Solid: Ini Kekuatan Fun Run yang Wajib Kamu Coba!