Suara.com - Awas, Kebanyakan Makan Makanan Tinggi Gula Berisiko Depresi!
Pandemi virus corona atau Covid-19 memaksa banyak orang tetap berada di dalam rumah agar terhindar dari penyakit.
Beberapa dari mereka akhirnya lebih memilih untuk menghabiskan waktu dengan makan-makanan yang mereka suka. Makanan manis adalah salah satunya.
Mengonsumsi makanan manis atau mengandung gula seperti diketahui berisiko pada penyakit diabetes dan juga obesitas.
Tapi, hal yang tidak banyak diketahui bahwa mengonsumsi makanan manis juga bisa berisiko timbulkan depresi. Mengapa?
Seperti dilansir dari Healthline, menurut Dr. Michelle Pearlman, ahli gastroenterologi dan ahli pengobatan obesitas di University of Miami Health System, mengonsumsi makanan olahan tinggi yang kaya gula menyebabkan perubahan cepat dalam gula darah, insulin, dan hormon lain yang mengatur suasana hati dan rasa kenyang.
Fluktuasi ini mempengaruhi kortisol, serta katekolamin yang berhubungan dengan stres seperti epinefrin, katanya, yang dapat menyebabkan seorang menikmati makanan secara berlebih atau binge eating.
Meskipun binge eating dapat membuat seseorang merasa lebih baik untuk sementara waktu, efeknya hanya sementara.
Ini dapat merangsang keinginan untuk lebih banyak gula dan lemak, katanya, yang mengarah ke lebih banyak binge eating.
Baca Juga: Zodiak Kesehatan Besok, Selasa 26 Mei 2020: Leo Wajib Mulai Olahraga
"Orang-orang sering merasa bersalah setelah menuruti keinginan mereka dan ini semakin memperburuk depresi yang mendasarinya dan gangguan mood lainnya," tambah Pearlman.
Lentzke mencatat binge eating dapat "memicu kaskade pola adiktif" yang hanya memperburuk masalah aslinya.
Lebih jauh lagi, makanan yang biasanya dikonsumsi orang membuat keinginan mengidam yang kuat.
"Otak kita sangat pandai beradaptasi dengan bahan kimia atau obat tertentu dan ambang kita menjadi lebih besar dan lebih besar," katanya.
Ini berarti bahwa kita perlu mengkonsumsi lebih banyak dan lebih banyak makanan yang sama untuk mencapai efek yang sama.
Selain itu, Lentzke mengatakan efeknya bisa lebih kuat bagi mereka yang rentan terhadap depresi.
Berita Terkait
Terpopuler
- Erick Thohir Umumkan Calon Pelatih Baru Timnas Indonesia
- 4 Daftar Mobil Kecil Toyota Bekas Dikenal Ekonomis dan Bandel buat Harian
- Bobibos Bikin Geger, Kapan Dijual dan Berapa Harga per Liter? Ini Jawabannya
- 6 Rekomendasi Cushion Lokal yang Awet untuk Pekerja Kantoran, Makeup Anti Luntur!
- 5 Lipstik Transferproof untuk Kondangan, Tidak Luntur Dipakai Makan dan Minum
Pilihan
-
Fakta-fakta Gangguan MRT Kamis Pagi dan Update Penanganan Terkini
-
5 Mobil Bekas Pintu Geser Ramah Keluarga: Aman, Nyaman untuk Anak dan Lansia
-
5 Mobil Bekas di Bawah 100 Juta Muat hingga 9 Penumpang, Aman Bawa Barang
-
Pakai Bahasa Pesantren! BP BUMN Sindir Perusahaan Pelat Merah Rugi Terus: La Yamutu Wala Yahya
-
Curacao dan 10 Negara Terkecil yang Lolos ke Piala Dunia, Indonesia Jauh Tertinggal
Terkini
-
Teknologi Jadi Kunci: Ini Pendekatan Baru Cegah Stunting dan Optimalkan Tumbuh Kembang Anak
-
Gak Perlu Marah di Grup WA Lagi, Call Centre 127 Siap Tampung Keluhan Soal Program MBG
-
5 Pilihan Sampo untuk Dermatitis Seboroik, Mengatasi Gatal dan Kulit Kepala Sensitif
-
Alasan Penting Dokter Bukan Cuma Perlu Belajar Pengobatan, Tapi Juga 'Seni' Medis
-
Dokter Kandungan Akui Rahim Copot Nyata Bisa Terjadi, Bisakah Disambungkan Kembali?
-
Klinik Safe Space, Dukungan Baru untuk Kesehatan Fisik dan Mental Perempuan Pekerja
-
Mengubah Cara Pandang Masyarakat Terhadap Spa Leisure: Inisiatif Baru dari Deep Spa Group
-
Terobosan Baru Lawan Kebutaan Akibat Diabetes: Tele-Oftalmologi dan AI Jadi Kunci Skrining
-
5 Buah Tinggi Alkali yang Aman Dikonsumsi Penderita GERD, Bisa Mengatasi Heartburn
-
Borobudur Marathon Jadi Agenda Lari Akhir 2025