Suara.com - Tiap tanggal 1 Desember setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Aids Sedunia. Menurut statistik terbaru dari Pusat Pengendalian Penyakit, dan Pencegahan CDC, sekitar 36,7 juta orang hidup dengan HIV di seluruh dunia.
Meskipun ada banyak kemajuan dalam pengelolaan virus HIV selama bertahun-tahun, sayangnya, masih banyak informasi yang salah tentang apa artinya hidup dengan HIV.
HIV adalah 'hukuman mati'.
“Dengan pengobatan yang tepat, kami sekarang mengharapkan orang dengan HIV untuk hidup normal,” kata Dr. Michael Horberg, direktur nasional HIV / AIDS Kaiser Permanente.
Menurut Dr. Amesh A. Adalja, seorang dokter penyakit menular bersertifikat, dan sarjana senior di Johns Hopkins Center for Health Security, sjak tahun 1996, dengan munculnya terapi antiretroviral yang sangat aktif, orang dengan HIV dengan akses yang baik ke terapi antiretroviral (ART) dapat berharap untuk hidup secara normal, selama mereka memakai obat yang diresepkan,” tambah
Orang heteroseksual tidak perlu khawatir tentang infeksi HIV
Memang benar HIV lebih banyak menyerang pria yang juga memiliki pasangan seksual pria. Remaja gay dan biseksual Kulit hitam memiliki tingkat penularan HIV tertinggi.
"Kami tahu bahwa kelompok risiko tertinggi adalah pria yang berhubungan seks dengan pria," kata Dr. Horberg. Kelompok ini menyumbang sekitar 70 persen dari kasus HIV baru, menurut CDC.
Namun, heteroseksual menyumbang 24 persen dari infeksi HIV baru pada tahun 2016, dan sekitar dua pertiga di antaranya adalah perempuan.
Baca Juga: Widodo Bangkit dari HIV, hingga Layani Ratusan Orang Senasib
HIV adalah infeksi yang menyebabkan AIDS.
Tetapi ini tidak berarti semua orang HIV-positif akan mengembangkan AIDS. AIDS adalah sindrom kekurangan sistem kekebalan yang disebabkan oleh HIV yang menyerang sistem kekebalan dari waktu ke waktu dan dikaitkan dengan respons kekebalan yang lemah dan infeksi oportunistik. AIDS dicegah dengan pengobatan dini infeksi HIV.
“Dengan terapi saat ini, tingkat infeksi HIV dapat dikendalikan dan dijaga agar tetap rendah, menjaga sistem kekebalan yang sehat untuk waktu yang lama dan karena itu mencegah infeksi oportunistik dan diagnosis AIDS,” jelas Dr. Richard Jimenez, profesor kesehatan masyarakat di Universitas Walden .
Berita Terkait
Terpopuler
- Erick Thohir Umumkan Calon Pelatih Baru Timnas Indonesia
- 4 Daftar Mobil Kecil Toyota Bekas Dikenal Ekonomis dan Bandel buat Harian
- 5 Lipstik Transferproof untuk Kondangan, Tidak Luntur Dipakai Makan dan Minum
- 5 Rekomendasi Sepatu Running Selevel Adidas Adizero Versi Lokal, Lentur dan Kuat Tahan Beban
- 8 City Car yang Kuat Nanjak dan Tak Manja Dibawa Perjalanan Jauh
Pilihan
-
Harga Minyak Dunia Melemah, di Tengah Upaya Trump Tekan Ukraina Terima Damai dengan Rusia
-
Indonesia jadi Raja Sasaran Penipuan Lowongan Kerja di Asia Pasifik
-
Kisah Kematian Dosen Untag yang Penuh Misteri: Hubungan Gelap dengan Polisi Jadi Sorotan
-
Kisi-Kisi Pelatih Timnas Indonesia Akhirnya Dibocorkan Sumardji
-
Hasil Drawing Play Off Piala Dunia 2026: Timnas Italia Ditantang Irlandia Utara!
Terkini
-
50 Persen Penduduk Indonesia Berisiko Osteoporosis, Kenapa Gen X Paling Terancam?
-
Waduh! Studi Temukan Bukti Hewan Ternak Makan Sampah Plastik, Bahayanya Apa Buat Kita?
-
Terobosan Penanganan Masalah Bahu: Dari Terapi Non-Bedah hingga Bedah Minim Invasif
-
Cuaca Berubah-ubah Bikin Sakit? Ini 3 Bahan Alami Andalan Dokter untuk Jaga Imunitas!
-
Review Lengkap Susu Flyon: Manfaat, Komposisi, Cara Konsumsi dan Harga Terbaru
-
BPOM: Apotek Jangan Asal Berikan Antibiotik ke Pembeli, Bahaya Level Global
-
Teknologi Jadi Kunci: Ini Pendekatan Baru Cegah Stunting dan Optimalkan Tumbuh Kembang Anak
-
Gak Perlu Marah di Grup WA Lagi, Call Centre 127 Siap Tampung Keluhan Soal Program MBG
-
5 Pilihan Sampo untuk Dermatitis Seboroik, Mengatasi Gatal dan Kulit Kepala Sensitif
-
Alasan Penting Dokter Bukan Cuma Perlu Belajar Pengobatan, Tapi Juga 'Seni' Medis