Suara.com - Dua hari lalu, Rabu (15/9/2021), Nora Alexandra mengatakan bahwa suaminya, Jerinx SID, akhir-akhir ini merasa minder karena kerap mendapat body shaming dari orang lain.
Nora Alexandra mengatakan perkataan body shaming tersebut berdampak fatal kepada suaminya.
"Terlalu banyak orang di luar sana ketika ketemu @/true_jrx bilang gendutan. Akibatnya sangat fatal. Jrx jadi sangat terlalu peduli omongan orang yang mengatakan dirinya gendut dan takut makan, dan dikit-dikit ngeluh 'aku gendut'. Mau makan aja takut-takut sekarang JRX," tulis Nora dalam unggahan Instagram Story.
Nora pun mengatakan bahwa tidak semua orang siap dengan kritikan yang menjurus ke arah body shaming tersebut.
"Mau gendut/kurus semua bagus, tapi gak semua orang siap dengan perkataan tersebut," sambungnya.
Terkait hal ini, berdasarkan laman kesehatan salah satu universitas California, Loma Linda University, body shaming dapat menyebabkan kesehatan yang buruk, termasuk mengembangkan gangguan makan.
"Banyak yang menderita gangguan makan merujuk pada bullying sebagai pemicu awal gangguan makan mereka," kata National Eating Disorder Association California.
Apa penyebabnya?
Idealisasi budaya 'kurus' berdampak paling besar pada kemungkinan berkembangnya gangguan makan.
Baca Juga: Suami Musdalifah Basri Ngamuk Kena Body Shaming, Tulis Pesan Menohok!
Penelitian menunjukkan bahwa pada usia enam tahun anak perempuan sudah mulai bisa mengkhawatirkan berat badan atau bentuk tubuh mereka sendiri.
Dari gadis usia sekolah dasar di Amerika Serikat, 40 hingga 60 persen dari mereka mengkhawatirkan berat badan.
"Kami melihat statistik anak perempuan dan wanita dewasa dengan gangguan makan tinggi. Faktanya, siapa pun dapat terkena dampak dari gangguan makan. Jenis kelamin, ras, atau latar belakang ekonomi-sosial, apa saja," ujar Melissa J. Pereau, MD, direktur medis dan psikiater di Loma Linda University Behavioral Medicine Center.
Apa bahayanya?
Body shaming dapat mengancam kesehatan psikologis dan kesehatan fisik. Penelitian menunjukkan, stigma berat badan menjadi faktor risiko dari depresi, rendahnya harga diri, dan ketidakpuasan terhadap tubuh sendiri.
"Mengejek seseorang karena berat badannya tidak pernah bisa diterima. Jika orang tahu dampak jangka panjang dari bullying, aku harap mereka akan berpikir dua kali tentang kata-kata mereka," tandas Pereau.
Berita Terkait
Terpopuler
- Lupakan Louis van Gaal, Akira Nishino Calon Kuat Jadi Pelatih Timnas Indonesia
- Mengintip Rekam Jejak Akira Nishino, Calon Kuat Pelatih Timnas Indonesia
- 7 Mobil Keluarga 7 Seater Seharga Kawasaki Ninja yang Irit dan Nyaman
- Link Download Logo Hari Santri 2025 Beserta Makna dan Tema
- 20 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 21 Oktober 2025: Banjir 2.000 Gems, Pemain 110-113, dan Rank Up
Pilihan
-
5 Laga Klasik Real Madrid vs Juventus di Liga Champions: Salto Abadi Ronaldo
-
Prabowo Isyaratkan Maung MV3 Kurang Nyaman untuk Mobil Kepresidenan, Akui Kangen Naik Alphard
-
Suara.com Raih Penghargaan Media Brand Awards 2025 dari SPS
-
Uang Bansos Dipakai untuk Judi Online, Sengaja atau Penyalahgunaan NIK?
-
Dedi Mulyadi Tantang Purbaya Soal Dana APBD Rp4,17 Triliun Parkir di Bank
Terkini
-
Supaya Anak Peduli Lingkungan, Begini Cara Bangun Karakter Bijak Plastik Sejak Dini
-
Kemendagri Dorong Penurunan Angka Kematian Ibu Lewat Penguatan Peran TP PKK di Daerah
-
Gaya Hidup Modern Bikin Diabetes di Usia Muda Meningkat? Ini Kata Dokter
-
Saat Kesehatan Mata Jadi Tantangan Baru, Ini Pentingnya Vision Care Terjangkau dan Berkelanjutan
-
Bikin Anak Jadi Percaya Diri: Pentingnya Ruang Eksplorasi di Era Digital
-
Rahasia Tulang Kuat Sejak Dini, Cegah Osteoporosis di Masa Tua dengan Optimalkan Pertumbuhan!
-
Terobosan Baru! MLPT Gandeng Tsinghua Bentuk Program AI untuk Kesehatan Global
-
Ubah Waktu Ngemil Jadi "Mesin" Pembangun Ikatan Anak dan Orang Tua Yuk!
-
Kasus Kanker Paru Meningkat, Dunia Medis Indonesia Didorong Adopsi Teknologi Baru
-
Osteoartritis Mengintai, Gaya Hidup Modern Bikin Sendi Cepat Renta: Bagaimana Solusinya?