Suara.com - Sebuah studi baru mengungkap bahwa wanita yang menjadi korban serangan seksual memiliki risiko lebih tinggi mengalami kerusakaan otak yang dapat menurunkan kemampuan kognitif, mengalami demensia dan stroke.
Penulis studi, Rebecca Thurston, yang menjabat sebagai profesor di Sekolah Pascasarjana Kesehatan Masyarakat Universitas Pittsburgh, mengatakan dampak tersebut bisa terjadi ketika korban mendapat pelecehan seksual di masa kanak-kanak atau serangan seksual di masa dewasa.
"Berdasarkan data populasi, sebagian besar wanita mengalami serangan seksual di masa remaja awal dan dewasa awal," tutur Thurston, lapor CNN.
Sebelum ini, sebenarnya sudah ada beberapa studi tentang dampak jangka panjang trauma seksual. Salah satunya yang berkaitan dengan peningkatan faktor risiko utama penyakit jantung.
Studi pada 2018 yang juga dilakukan Thurston menemukan wanita korban serangan seksual tiga kali lebih mungkin untuk depresi dan dua kali lebih mungkin mengalami peningkatan kecemasan dan insomnia.
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC menjelaskan depresi, kecemasan, dan gangguan tidur dapat menyebabkan kondisi kesehatan memburuk, termasuk penyebab penyakit jantung.
Dalam studi baru yang segera terbit di jurnal Brain Imaging and Behavior ini, Thurston memidai 145 otak wanita paruh baya tanpa riwayat penyakit jantung, stroke, atau demensia.
Sebanyak 68 persen dari wanita ini pernah mengalami trauma dan 23 persen di antaranya trauma kekerasan seksual.
Thurston menemukan pada otak korban kekerasan seksual ditemukan hiperintensitas pada materi putih otak.
Baca Juga: Dugaan Pelecehan Seksual, Guru SD di Probolinggo Dipolisikan Wali Murid
Hiperintensitas materi putih, yang terlihat seperti bintik-bintik putih kecil pada MRI, adalah penanda gangguan aliran darah yang dapat menyebabkan kerusakan otak.
"Kami menemukan wanita dengan riwayat serangan seksual mengalami hiperintensitas materi putih yang lebih besar di otak. Ini merupakan indikator penyakit pembuluh darah kecil yang berkaitan dengan stroke, demensia, penurunan kognotif, dan kematian," ungkap Thurston.
Ia melanjutkan, "Ini hampir seperti tubuh Anda memiliki memori yang mungkin tidak sepenuhnya terwujud melalui gejala psikologis. Serangan seksual juga meninggalkan jejak trauma di otak dan tubuh kita."
Berita Terkait
Terpopuler
- Owner Bake n Grind Terancam Penjara Hingga 5 Tahun Akibat Pasal Berlapis
- Beda Biaya Masuk Ponpes Al Khoziny dan Ponpes Tebuireng, Kualitas Bangunan Dinilai Jomplang
- 5 Fakta Viral Kakek 74 Tahun Nikahi Gadis 24 Tahun, Maharnya Rp 3 Miliar!
- Promo Super Hemat di Superindo, Cek Katalog Promo Sekarang
- Tahu-Tahu Mau Nikah Besok, Perbedaan Usia Amanda Manopo dan Kenny Austin Jadi Sorotan
Pilihan
-
Cuma Satu Pemain di Skuad Timnas Indonesia Sekarang yang Pernah Bobol Gawang Irak
-
4 Rekomendasi HP Murah dengan MediaTek Dimensity 7300, Performa Gaming Ngebut Mulai dari 2 Jutaan
-
Tarif Transjakarta Naik Imbas Pemangkasan Dana Transfer Pemerintah Pusat?
-
Stop Lakukan Ini! 5 Kebiasaan Buruk yang Diam-diam Menguras Gaji UMR-mu
-
Pelaku Ritel Wajib Tahu Strategi AI dari Indosat untuk Dominasi Pasar
Terkini
-
Terungkap! Ini Rahasia Otak Tetap Prima, Meski di Usia Lanjut
-
Biar Anak Tumbuh Sehat dan Kuat, Imunisasi Dasar Jangan Terlewat
-
Toko Roti Online Bohong Soal 'Gluten Free'? Ahli Gizi: Bisa Ancam Nyawa!
-
9.351 Orang Dilatih untuk Selamatkan Nyawa Pasien Jantung, Pecahkan Rekor MURI
-
Edukasi PHBS: Langkah Kecil di Sekolah, Dampak Besar untuk Kesehatan Anak
-
BPA pada Galon Guna Ulang Bahaya bagi Balita, Ini yang Patut Diwaspadai Orangtua
-
Langsung Pasang KB Setelah Menikah, Bisa Bikin Susah Hamil? Ini Kata Dokter
-
Dana Desa Selamatkan Generasi? Kisah Sukses Keluarga SIGAP Atasi Stunting di Daerah
-
Mulai Usia Berapa Anak Boleh Pakai Behel? Ria Ricis Bantah Kabar Moana Pasang Kawat Gigi
-
Varises Mengganggu Penampilan dan Kesehatan? Jangan Panik! Ini Panduan Lengkap Mengatasinya