Suara.com - Banyak orang mengatakan bahwa uang tidak bisa membeli kebahagiaan. Namun, penelitian justru membuktikan sebaliknya, tetapi sampai batas tertentu.
Lalu, seberapa banyak biaya kebahagiaan?
Sebuah studi pada 2010 oleh peneliti Universitas Princeton menemukan bahwa menghasilkan 75 ribu USD (sekitar Rp 1,1 miliar) setahun merupakan titik manis untuk kebahagiaan.
Studi ini melihat hubungan berapa banyak orang menghasilkan uang per tahun dengan kesejahteraan emosional serta evaluasi hidup mereka, lapor Health.
Hasil studi menunjukkan kesejahteraan emosional mencapai Rp 1,1 miliar per tahun. Mendapat jumlah yang lebih banyak dari uang tersebut tidak membuat perbedaan dalam hal kebagaiaan seseorang.
Studi yang sama juga menemukan, orang yang menerima pendapatan kurang dari jumlah tersebut melaporkan kebahagiaan yang lebih rendah dan tingkat kesehatan serta stres yang lebih tinggi.
Namun, penelitian baru menentang gagasan tersebut.
Melihat hubungan yang rumit dan kompleks antara uang dan kesejahteraan, data 2021 menunjukkan kebahagiaan justru meningkatkan pendapatan seseorang menjadi makin tinggi.
Studi ini mengangkat poin bahwa semakin banyak uang yang dihasilkan, maka semakin bahagia orang tersebut, mengingat mereka memiliki 'sarana' untuk membeli barang atau pengalaman yang membuat bahagia.
Baca Juga: 13 Tersangka Korupsi Uang Ganti Rugi Lahan Tol Padang-Sicincin Diperiksa Kejati Sumbar
Terlepas dari kedua studi di atas, sebenarnya definisi bahagia berbeda pada setiap orang.
"Sementara kebahagiaan seseorang sering bergantung pada keselamatan dan kesejahteraan mereka, pada gaji mereka, itu juga bergantung pada nilai-nilai mereka," jelas terapis kesehatan mental Billy Roberts dari Ohio.
Misalnya, beberapa orang merasa nilai mereka ada pada kekuatan, sementara orang lain merasa keamanan dan perawatan diri merupakan nilai yang tinggi dalam hidup mereka.
"Seseorang yang didorong kekuasaan mungkin memiliki kebutuhan finansial yang berbeda dari orang didorong oleh keamanan," sambung Roberts.
Faktor-faktor ini dapat memengaruhi kebahagiaan atau persepsi seseorang tentang kebahagiaan, mengubah berapa banyak uang yang mereka butuhkan untuk merasa puas secara emosional.
"Pada akhirnya, gaji harus mendukung gaya hidup yang didorong oleh nilai. Jadi, angkanya kurang penting," tandas Roberts.
Berita Terkait
Terpopuler
- 31 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 18 Desember: Ada Gems dan Paket Penutup 112-115
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
- 5 Skincare untuk Usia 60 Tahun ke Atas, Lembut dan Efektif Rawat Kulit Matang
- 5 Mobil Keluarga Bekas Senyaman Innova, Pas untuk Perjalanan Liburan Panjang
- Kuasa Hukum Eks Bupati Sleman: Dana Hibah Pariwisata Terserap, Bukan Uang Negara Hilang
Pilihan
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
Terkini
-
Jaringan Layanan Kesehatan Ini Dorong Gaya Hidup Sehat Lewat Semangat "Care in Every Step"
-
Rekomendasi Minuman Sehat untuk Kontrol Diabetes, Ini Perbandingan Dianesia, Mganik dan Flimeal
-
Akses Perawatan Kanker Lebih Mudah dengan Fasilitas Radioterapi Modern
-
SEA Games Thailand 2025: Saat Kenyamanan Jadi Bagian dari Performa Atlet Indonesia
-
Gatam Institute Eka Hospital Buktikan Operasi Lutut Robotik Kelas Dunia Ada di Indonesia
-
Teknologi Kesehatan Makin Maju: CT Scan Generasi Baru Percepat Diagnostik dan Tingkatkan Kenyamanan
-
Mengapa Air Minum Hasil Distilasi Lebih Aman untuk Kesehatan? Begini Penjelasannya
-
Temuan Baru tentang Polifenol Spearmint: Pendukung Alami Memori, Konsentrasi, hingga Kinerja Mental
-
Dari Alat Medis hingga Kesehatan Digital, Indonesia Mempercepat Transformasi Layanan Kesehatan
-
Fenomena Sadfishing di Media Sosial, Bagaimana Cara Mengatasinya?