Suara.com - Risiko kemasan pangan berbahan plastik polikarbonat, utamanya pada botol dan peralatan makan bayi serta galon air minum, sudah jadi perbincangan dunia sejak awal 90'an. Namun baru beberapa tahun belakangan otoritas keamanan dan mutu pangan, termasuk di Indonesia lebih peduli terkait pelabelap BPA pada kemasan pangan.
Hal itu untuk menghindari dampak kesehatan publik dalam jangka panjang. Seperti dalam keterangan yang diterima oleh Suara.com, plastik polikarbonat, mudah dikenali dengan Kode Daur Ulang 7 pada kemasan plastik.
Kemasan ini mengandalkan bahan campuran kimia Bisfenol-A, kerap disingkap BPA, dalam proses produksi. Kandungan itu berfungsi menjadikan plastik kuat, mudah dibentuk dan tahan panas, BPA punya kelemahan tersendiri, yakni rentan tercerai akibat terpaan panas dan gesekan.
Bila sampai terkonsumsi dalam jumlah tertentu, ia dianggap bisa memicu risiko penyakit mematikan. Seiring tahun, edukasi publik dan trend pengawasan skala global yang ketat mendorong banyak industri beralih ke penggunaan kemasan yang dianggap lebih sehat.
Sejumlah produsen, semisal Danone, raksasa air minum dunia berbasis Perancis, meninggalkan plastik polikarbonat dan beralih menggunakan kemasan berbahan Polietilen Tereftalat (PET) yang bebas BPA -- kecuali pada produk perusahaan di beberapa negara, termasuk pada kemasan galon isi ulang merek Aqua yang masih menggunakan plastik polikarbonat.
Di Indonesia, Badan Pengawas Obat dan Makanan tak ketinggalan dalam mengantisipasi risiko BPA. Pada 2019, BPOM resmi menetapkan ambang batas migrasi BPA maksimal 0,6 bpj (600 mikrogram/kilogram) untuk kemasan polikarbonat yang berinteraksi langsung dengan makanan dan minuman, termasuk botol air minum isi ulang.
Dari pengawasan rutin sejauh ini, BPOM menyebut level migrasi pada produk galon yang beredar di pasaran masih dalam level aman.
Namun, merujuk pada riset mutakhir dampak nyata BPA pada kesehatan masyarakat, BPOM belakangan, utamanya sejak awal 2021, menggelindingkan rancangan kebijakan pelabelan BPA untuk mengantisipasi dampak kesehatan masyarakat dalam jangka panjang.
Saat ini, menurut Kepala BPOM, Penny K. Lukito, rancangan pelabelan itu masih dalam tahap harmonisasi aturan di pemerintahan sebelum nantinya resmi diberlakukan penuh. Penny bilang dampak dan akibat dari keberadaan kandungan BPA di dalam kemasan air minum boleh jadi belum terasa saat ini. Namun dalam jangka panjang, dampaknya bakal terlihat di tengah masyarakat.
Baca Juga: Takut Ketahuan Mertua Sering Order Makanan di Aplikasi Ojol, Tutorial Cewek Ini Disorot
“Nanti bakal muncul masalah-masalah public health, kesehatan masyarakat, dan ini yang harus kami antisipasi dan cegah sejak dini,” katanya dalam sebuah sesi konferensi pers jelang pergantian tahun.
Langkah BPOM itu tak pelak menjadi kabar gembira bagi banyak kalangan yang sejak lama cemas engan masifnya peredaran kemasan pangan berbahan polikarbonat, utamanya galon guna ulang yang menjadi andalan air aman warga perkotaan. Komisi Nasional Perlindungan Anak termasuk yang mendukung langkah BPOM.
“Pelabelan itu perlu agar konsumen mengetahui informasi adanya zat BPA yang dapat mengancam kesehatan jika dikonsumsi oleh bayi, balita, dan janin pada ibu hamil,” kata Ketua Komisi, Arist Merdeka Sirait, beberapa waktu lalu.
Hal senada diungkap Direktur Klinik Dian Perdana Medika Jawa Tengah Dian Kristiani. Menurutnya, paparan BPA pada bayi dalam level tertentu bisa memengaruhi berat badan lahir, perkembangan hormonal, perilaku dan resiko kanker.
"Penggunaan plastik BPA juga dapat dikaitkan dengan masalah kesehatan sindrom ovarium polikistik atau persalinan prematur,” katanya.
Sebelum itu, Ahli Kesehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan, Iwan Nefawan, mengungkap paparan BPA juga berisiko pada orang dewasa. Dalam jumlah tertentu, katanya, BPA bisa memicu penurunan kadar hormon testosteron, yang pada gilirannya mengakibatkan orang susah mendapatkan keturunan. BPA juga berpotensi memicu kanker pada masyarakat yang terbilang rentan, semisal bayi, anak-anak, manula dan ibu hamil.[]
Berita Terkait
Terpopuler
- 6 Ramalan Shio Paling Beruntung di Akhir Pekan 4-5 Oktober 2025
- DANA Kaget Jumat Berkah: Klaim Saldo Gratis Langsung Cair Rp 255 Ribu
- Fakta-Fakta Korupsi Bupati HSS Kalsel, Diduga Minta Dana Proyek Puluhan Miliar
- 20 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 4 Oktober 2025, Klaim Ballon d'Or dan 16.000 Gems
- 18 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 3 Oktober: Klaim Ballon d'Or 112 dan Gems
Pilihan
-
Formasi Bocor! Begini Susunan Pemain Arab Saudi Lawan Timnas Indonesia
-
Getol Jualan Genteng Plastik, Pria Ini Masuk 10 Besar Orang Terkaya RI
-
BREAKING NEWS! Maverick Vinales Mundur dari MotoGP Indonesia, Ini Penyebabnya
-
Harga Emas Terus Meroket, Kini 50 Gram Dihargai Rp109 Juta
-
Bursa Saham 'Pestapora" di Awal Oktober: IHSG Naik, Transaksi Pecahkan Rekor
Terkini
-
Bukan Sekadar Gadget: Keseimbangan Nutrisi, Gerak, dan Emosi Jadi Kunci Bekal Sehat Generasi Alpha
-
Gerakan Kaku Mariah Carey saat Konser di Sentul Jadi Sorotan, Benarkah karena Sakit Fibromyalgia?
-
Di Balik Rak Obat dan Layar Digital: Ini Peran Baru Apoteker di Era Kesehatan Modern
-
Kesibukan Kerja Kerap Tunda Pemeriksaan Mata, Layanan Ini Jadi Jawaban
-
Langkah Tepat Pengobatan Kanker Ovarium: Masa Remisi Lebih Panjang Hingga Tahunan
-
Katarak yang Tidak Dioperasi Berisiko Meninggal Dunia Lebih Awal, Ini Alasannya
-
Pemantauan Aktif Vaksinasi Dengue di DKI Jakarta: Kolaborasi Menuju Nol Kematian 2030
-
Atasi Pembesaran Prostat Tanpa Operasi Besar? Kenali Rezum, Terapi Uap Air yang Jadi Harapan Baru
-
Dukungan untuk Anak Pejuang Kanker, Apa Saja yang Bisa Dilakukan?
-
Anak Sering Mengeluh Mata Lelah? Awas, Mata Minus Mengintai! Ini Cara Mencegahnya