Suara.com - Varian Omicron yang pertama kali terdeteksi di Afrika Selatan pada akhir November masih merupakan jenis virus yang dominan di sebagian besar negara.
Tapi, kini banyak negara khawatir tentang penyebaran subvarian BA.2. Varian tersebut menjadi strain utama yang beredar di beberapa negara termasuk Denmark, Inggris, India dan Afrika Selatan. Dikutip dari Jerusalem Post, subvarian ini memiliki sebanyak 27 mutasi yang tidak ditemukan pada varian Omicron asli, BA.1.
Namun, apakah ini cukup untuk menjadikannya ancaman nyata bagi negara-negara yang masih berjuang untuk pulih dari gelombang Omicron dan
Direktur darurat regional untuk Organisasi Kesehatan Dunia, Dr. Dorit Nitzan, menjelaskan apa yang bakal terjadi dari sub-varian, dan apa artinya bagi masa depan pandemi.
"Proses yang akan adalah bahwa itu akan menjadi varian dominan baru, karena setelah melewati ambang batas tertentu, itu menjadi dominan - seperti yang kita lihat di Denmark dan Inggris," katanya.
Namun, katanya, tampaknya tidak ada risiko infeksi ulang bagi mereka yang telah tertular varian Omicron asli, karena kedua varian tersebut tidak cukup berbeda, meskipun belum ada penelitian yang cukup untuk memastikannya secara pasti.
Dalam hal persamaan dan perbedaan BA.1 dan BA.2, Nitzan menjelaskan bahwa perbedaan yang paling menonjol saat ini adalah transmisibilitas sub-varian.
"Ini bergerak dari orang ke orang lebih cepat," jelasnya. “Jika Anda bersama seseorang di ruangan yang memiliki virus, Anda akan mendapatkannya.
Saat Anda melepas masker untuk minum dan makan seorang tidak akan pernah tahu kapan akan terinfeksi. Hal itu salah satunya terjadi di Denmark.
Baca Juga: Cegah Peradangan Jantung, CDC Ingin Jeda Penyuntikkan Dosis Keempat Vaksin Covid-19 Diperpendek
Mengenai masa inkubasi beberapa orang melaporkan waktu yang lebih pendek hanya dua hingga tiga hari setelah terpapar. Yang lain telah melaporkan periode inkubasi yang luar biasa panjang, kadang-kadang memakan waktu hingga dua minggu untuk menunjukkan gejala setelah terpapar.
Nitzan mengatakan sulit untuk mendapatkan pembacaan yang akurat tentang masa inkubasi di tempat-tempat seperti Inggris dan Denmark karena begitu banyak orang yang membawa virus, dan kasus positif seringkali tidak dapat dilacak ke satu titik infeksi tertentu.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas Punya Sunroof Mulai 30 Jutaan, Gaya Sultan Budget Kos-kosan
- 3 Pilihan Cruiser Ganteng ala Harley-Davidson: Lebih Murah dari Yamaha NMAX, Cocok untuk Pemula
- 5 HP Murah Terbaik dengan Baterai 7000 mAh, Buat Streaming dan Multitasking
- 4 Mobil Bekas 7 Seater Harga 70 Jutaan, Tangguh dan Nyaman untuk Jalan Jauh
- 5 Rekomendasi Mobil Keluarga Bekas Tahan Banjir, Mesin Gagah Bertenaga
Pilihan
-
Tragedi Pilu dari Kendal: Ibu Meninggal, Dua Gadis Bertahan Hidup dalam Kelaparan
-
Menko Airlangga Ungkap Rekor Kenaikan Harga Emas Dunia Karena Ulah Freeport
-
Emas Hari Ini Anjlok! Harganya Turun Drastis di Pegadaian, Antam Masih Kosong
-
Pemilik Tabungan 'Sultan' di Atas Rp5 Miliar Makin Gendut
-
Media Inggris Sebut IKN Bakal Jadi Kota Hantu, Menkeu Purbaya: Tidak Perlu Takut!
Terkini
-
Indonesia di Ambang Krisis Dengue: Bisakah Zero Kematian Tercapai di 2030?
-
Sakit dan Trauma Akibat Infus Gagal? USG Jadi Solusi Aman Akses Pembuluh Darah!
-
Dokter Ungkap Fakta Mengejutkan soal Infertilitas Pria dan Solusinya
-
Mitos atau Fakta: Biopsi Bisa Bikin Kanker Payudara Menyebar? Ini Kata Ahli
-
Stroke Mengintai, Kenali FAST yang Bisa Selamatkan Nyawa dalam 4,5 Jam!
-
Dari Laboratorium ITB, Lahir Teknologi Inovatif untuk Menjaga Kelembapan dan Kesehatan Kulit Bayi
-
Manfaatkan Musik dan Lagu, Enervon Gold Bantu Penyintas Stroke Temukan Cara Baru Berkomunikasi
-
Gerakan Peduli Kanker Payudara, YKPI Ajak Perempuan Cintai Diri Lewat Hidup Sehat
-
Krisis Iklim Kian Mengancam Kesehatan Dunia: Ribuan Nyawa Melayang, Triliunan Dolar Hilang
-
Pertama di Indonesia: Terobosan Berbasis AI untuk Tingkatkan Akurasi Diagnosis Kanker Payudara