Suara.com - Dwi Endah Kusumawati, dosen pada program studi Farmasi Universitas Islam Sultan Agung, Semarang membeberkan cara membuat sabun ekoenzim, yang diyakininya bisa mendukung kebiasaan cuci tangan di tengah pandemi Covid-19 dan sekaligus mendorong penggunaan sabun ramah lingkungan. Berikut paparannya seperti dikutip dari The Conversation:
Pandemi Covid-19 memperkuat kesadaran kita untuk membiasakan cuci tangan pakai sabun. Kebiasaan ini dipercaya sebagai salah satu cara yang efektif untuk mencegah infeksi atau penyakit.
Namun, meluasnya kebiasaan ini turut meningkatkan risiko polusi perairan dari limbah sisa pembuangan air sabun. Sebab, komponen utama penyusun sabun atau detergen di pasaran adalah LAS (Linier Alkilbenzena Sulfonat). Zat ini merupakan hasil pengolahan minyak bumi yang sulit diurai oleh bakteri dalam perairan.
Hari Peduli Sampah Nasional pada 22 Februari dapat menjadi momentum kesadaran kita untuk mengurangi sampah dan polusi perairan. Ketergantungan kita terhadap sumber daya fosil juga bisa dikurangi.
Salah satu caranya dengan membuat sabun sendiri dari fermentasi sampah organik rumah tangga. Hasil fermentasi sampah tersebut dapat diolah menjadi enzim sampah atau ekoenzim, yaitu cairan dengan aroma asam/segar, dan berwarna coklat gelap.
Ekoenzim memiliki khasiat yang banyak, yaitu dapat digunakan sebagai pembersih sayur dan buah, penangkal serangga serta sebagai penyubur tanaman/pupuk. Sedangkan dalam bidang kesehatan, ekoenzim dapat dimanfaatkan sebagai disinfektan alami dan pembersih tangan. Sejumlah studi juga menganalisis manfaat ekoenzim dalam proses peningkatan kualitas air.
Segudang manfaat itu berasal dari sifat ekoenzim yang asam seperti cuka. Sifat inilah yang akhirnya berguna untuk membunuh kuman-kuman. Kandungan organiknya juga membuat ekoenzim mudah terdegradasi dalam air.
Selain banyak khasiat, pembuatan ekoenzim sangat mudah. Bahan-bahan yang digunakan sangat sederhana dan sering ditemui dalam rumah tangga. Dengan membuat sendiri ekoenzim, kita dapat menghemat pengeluaran bulanan, terutama untuk pembelian sabun dan bahan pembersih lainnya.
Bagaimana cara membuatnya?
Baca Juga: Jadi Andalan di Tengah Pandemi, Ini Tips Memilih Sabun Antiseptik untuk Lawan Bakteri dan Virus
- Siapkan sampah dapur yang berupa kulit buah atau sisa potongan sayur mentah, lalu potong kecil-kecil.
- Potongan sampah dapur kemudian dimasukkan ke dalam botol/stoples bekas yang sudah berisi air gula merah. Perbandingan takarannya adalah 3 : 1 : 10 (misalnya: 300 gram sampah organik, 100 gram gula merah, 1000 ml air)
- Tutup wadah dengan rapat, lalu diamkan selama 90 hari di tempat sejuk (sesekali bukalah tutup wadah). Cairan ini lah yang kemudian kita sebut sebagai ekoenzim.
Mengolah ekoenzim menjadi sabun
Cairan ekoenzim selanjutnya dapat kita diolah menjadi sabun.
Kita dapat menggunakan peralatan rumah tangga seperti ember besar atau stoples yang bertutup, panci stainless, kompor, alat pengaduk berbahan kayu, dan botol sabun atau botol bekas minuman kemasan yang sudah dibersihkan.
Enzim tersebut nantinya dicampurkan dengan air dan Methyl Ester Sulfonate atau MES. MES dapat dengan mudah kita dapatkan di toko bahan kimia ataupun di situs e-commerce (aplikasi lokapasar). Perbandingan bahan yang digunakan adalah 6 kg MES : 15 kg air : 4 kg ekoenzim.
Berikut merupakan langkah pembuatan sabun ekoenzim:
- Larutkan MES dalam air di ember atau panci (dengan perbandingan 6 : 15). Pastikan bahwa MES sudah larut (berwarna putih).
- Diamkan campuran tersebut selama 2 jam. Namun, aduklah campuran tersebut ( selama 2 menit) setiap 15 menit.
- Panaskan campuran bahan tersebut di atas kompor dengan api bersuhu kurang lebih 65 derajat Celcius.
- Aduk campuran bahan selama kurang lebih 10-15 menit hingga mengental dan berwarna kekuningan dan bening.
- Matikan api kompor. Angkat campuran dan biarkan sampai dingin. Masukkan cairan ekoenzim ke dalam campuran bahan. Aduk hingga merata.
- Sabun organik berbahan ekoenzim sudah jadi dan siap pakai. Pindahkan ke botol sabun atau botol minuman kemasan. Sabun cair ekoenzim yang siap pakai memiliki tekstur agak kental, berwarna coklat, dan beraroma segar.
Eko-enzim untuk memberdayakan masyarakat
Terpopuler
- 2 Cara Menyembunyikan Foto Profil WhatsApp dari Orang Lain
- Selamat Datang Mees Hilgers Akhirnya Kembali Jelang Timnas Indonesia vs Arab Saudi
- Omongan Menkeu Purbaya Terbukti? Kilang Pertamina di Dumai Langsung Terbakar
- Selamat Tinggal Timnas Indonesia Gagal Lolos Piala Dunia 2026, Itu Jadi Kenyataan Kalau Ini Terjadi
- Sampaikan Laporan Kinerja, Puan Maharani ke Masyarakat: Mohon Maaf atas Kinerja DPR Belum Sempurna
Pilihan
-
165 Kursi Komisaris BUMN Dikuasai Politisi, Anak Buah Prabowo Merajai
-
5 Rekomendasi HP 2 Jutaan Memori 256 GB, Pilihan Terbaik Oktober 2025
-
Geger Shutdown AS, Menko Airlangga: Perundingan Dagang RI Berhenti Dulu!
-
Seruan 'Cancel' Elon Musk Bikin Netflix Kehilangan Rp250 Triliun dalam Sehari!
-
Proyek Ponpes Al Khoziny dari Tahun 2015-2024 Terekam, Tiang Penyangga Terlalu Kecil?
Terkini
-
Atasi Pembesaran Prostat Tanpa Operasi Besar? Kenali Rezum, Terapi Uap Air yang Jadi Harapan Baru
-
Dukungan untuk Anak Pejuang Kanker, Apa Saja yang Bisa Dilakukan?
-
Anak Sering Mengeluh Mata Lelah? Awas, Mata Minus Mengintai! Ini Cara Mencegahnya
-
Dokter dan Klinik Indonesia Raih Penghargaan di Cynosure Lutronic APAC Summit 2025
-
Stop Ruam Popok! 5 Tips Ampuh Pilih Popok Terbaik untuk Kulit Bayi Sensitif
-
Fenomena Banyak Pasien Kanker Berobat ke Luar Negeri Lalu Lanjut Terapi di Indonesia, Apa Sebabnya?
-
Anak Percaya Diri, Sukses di Masa Depan! Ini yang Wajib Orang Tua Lakukan!
-
Produk Susu Lokal Tembus Pasar ASEAN, Perkuat Gizi Anak Asia Tenggara
-
Miris! Ahli Kanker Cerita Dokter Layani 70 Pasien BPJS per Hari, Konsultasi Jadi Sebentar
-
Silent Killer Mengintai: 1 dari 3 Orang Indonesia Terancam Kolesterol Tinggi!