Suara.com - Badan Pangan Singapura (SFA) pada Kamis menarik dua produk mi instan dengan merek instan Mie Sedaap setelah mendeteksi etilen oksida, pestisida, dalam produk makanan. Sebelumnya otoritas Hong Kong juga menarik Mie Sedaap mengandung pestisida.
SFA telah mengarahkan Sheng Sheng F&B Industries untuk menarik kembali mie instan Mie Sedaap Korean Spicy Soup dan mie instan Mie Sedaap Korean Spicy Chicken. Penarikan kembali sedang berlangsung karena Mie Sedaap mengandung pestisida.
Penarikan tersebut berlaku untuk mi instan Mie Sedaap Korean Spicy Soup dengan masa kadaluarsa 17 Maret 2023, dan Mie Sedaap Korean Spicy Chicken dengan masa kadaluwarsa 21 Mei 2023. Keduanya berasal dari Indonesia.
"Etilen oksida adalah pestisida yang tidak diizinkan untuk digunakan dalam makanan," kata SFA dalam rilis berita.
"Di bawah Peraturan Makanan Singapura, etilen oksida diizinkan untuk digunakan dalam sterilisasi rempah-rempah. Batas Maksimum Residu (MRL) etilen oksida dalam rempah-rempah tidak boleh melebihi 50mg/kg."
Menyusul deteksi etilen oksida dalam produk es krim Haagen-Dazs pada Agustus 2022, SFA telah mencari produk makanan lain, termasuk mie instan, untuk keberadaan etilen oksida.
Badan tersebut mengatakan tidak mendeteksi etilen oksida di salah satu produk makanan yang disurvei selain mie instan Mie Sedaap. SFA melanjutkan pengujian regulasi produk mie instan Mie Sedaap lainnya.
Merekajuga bekerja sama dengan importir dan otoritas Indonesia untuk menyelidiki dan memperbaiki penyebab kontaminasi etilen oksida.
Jika etilen oksida terdeteksi melampaui tingkat maksimum yang ditentukan, badan tersebut akan memulai penarikan produk yang terkena dampak sebagai tindakan pencegahan, tambah SFA.
Baca Juga: Mie Sedaap Rasa Korean Spicy Chicken Ditarik dari Hongkong, Ini Pernyataaan Lengkap WINGS Group
"Meskipun tidak ada risiko langsung untuk konsumsi makanan yang terkontaminasi dengan etilen oksida tingkat rendah, paparan jangka panjang dapat menyebabkan masalah kesehatan," kata SFA dalam rilis media.
Badan tersebut menambahkan bahwa paparan etilen oksida "harus diminimalkan sebanyak mungkin".
Konsumen yang telah membeli produk yang terlibat disarankan untuk tidak mengkonsumsinya.
Mereka yang telah mengkonsumsi produk yang terkena dampak dan memiliki kekhawatiran tentang kesehatan mereka harus mencari nasihat medis, kata badan tersebut. Konsumen juga dapat menghubungi titik pembelian mereka untuk pertanyaan.
Berita Terkait
Terpopuler
- Terungkap! Kronologi Perampokan dan Penculikan Istri Pegawai Pajak, Pelaku Pakai HP Korban
- Promo Superindo Hari Ini 10-13 November 2025: Diskon Besar Awal Pekan!
- 5 Rekomendasi Motor yang Bisa Bawa Galon untuk Hidup Mandiri Sehari-hari
- 5 Bedak Padat yang Bagus dan Tahan Lama, Cocok untuk Kulit Berminyak
- 5 Parfum Aroma Sabun Mandi untuk Pekerja Kantoran, Beri Kesan Segar dan Bersih yang Tahan Lama
Pilihan
-
Cetak 33 Gol dari 26 Laga, Pemain Keturunan Indonesia Ini Siap Bela Garuda
-
Tolak Merger dengan Grab, Investor Kakap GoTo Usul Patrick Walujo Diganti
-
Waduh, Rupiah Jadi Paling Lemah di Asia Lawan Dolar Amerika Serikat
-
Tekad Besar Putu Panji Usai Timnas Indonesia Tersingkir di Piala Dunia U-17 2025
-
Cek Fakta: Viral Isu Rektor UGM Akui Jokowi Suap Rp100 Miliar untuk Ijazah Palsu, Ini Faktanya
Terkini
-
Rahasia Anak Tumbuh Percaya Diri dan Kreatif, Jessica Iskandar Beberkan Kuncinya
-
BRIN Uji Rokok Elektrik: Kadar Zat Berbahaya Lebih Rendah, Tapi Perlu Pengawasan
-
Sering Luput Dari Perhatian Padahal Berbahaya, Ketahui Cara Deteksi dan Pencegahan Aritmia
-
Vape Bukan Alternatif Aman: Ahli Ungkap Risiko Tersembunyi yang Mengintai Paru-Paru Anda
-
Kesehatan Perempuan dan Bayi jadi Kunci Masa Depan yang Lebih Terjamin
-
8 Olahraga yang Efektif Menurunkan Berat Badan, Tubuh Jadi Lebih Bugar
-
Cara Efektif Mencegah Stunting dan Wasting Lewat Nutrisi yang Tepat untuk Si Kecil
-
Kisah Pasien Kanker Payudara Menyebar ke Tulang, Pilih Berobat Alternatif Dibanding Kemoterapi
-
Pengobatan Kanker dengan Teknologi Nuklir, Benarkah Lebih Aman dari Kemoterapi?
-
Data BPJS Ungkap Kasus DBD 4 Kali Lebih Tinggi dari Laporan Kemenkes, Ada Apa?