Suara.com - Pernah nggak sih kamu bertanya-tanya kenapa nama calon presiden atau wakil presiden selalu orang itu-itu saja. Misalnya, Prabowo Subianto yang maju menjadi bakal capres pada tahun 2004, lalu cawapres di tahun 2009, hingga capres dari tahun 2014, 2019, hingga 2024 nanti.
Begitu juga dengan, Megawati Soekarnoputri, Susilo Bambang Yudhoyono, Jokowi, hingga Jusuf Kalla.
Tentu saja banyak kriteria untuk memenuhi menjadi calon presiden. Tidak sembarangan orang pula yang bisa maju dalam pemilihan.
Hal yang sangat umum diketahui adalah mereka harus diajukan dulu oleh partai politik. Ditambah lagi, masing-masing partai politik memiliki kriterianya sendiri untuk mengajukan kandidat yang cocok.
Sistem mengajukan calon presiden dan wakil presiden disebut dengan presidential threshold. Apa itu presidential threshold? Berikut ulasannya.
Pengertian Presidential Threshold
Presidential threshold adalah ambang batas perolehan suata yang harus diperoleh partai politik dalam sebuah pemilu untuk dapat mengajukan calon presiden.
Hal itu berarti, presidential threshold menjadi syarat bagi seseorang untuk dapat mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden.
Parpol juga tak semua bisa mengajukan calon presiden sendiri. Sebanyak 20% anggota mereka harus duduk di DPR atau mendapatkan 25% suara pada pemilu.
Baca Juga: Daftar 10 Orang yang Tertangkap Karena Menghina Presiden Jokowi, Siapa Saja?
Maka dari itu, jika tidak memenuhi jumlah di atas, biasanya parpol akan membuat koalisi. Diketahui kalau sistem ini sudah dijalankan sejak Pemilu 2004.
Namun, sistem tersebut setiap periode Pemilu pun mengalami perubahan. Termasuk jumlah kursi partai yang hendak mengajukan.
Siapa sangka kalau sistem ini banyak mendapat kritik. Lantaran dinilai mempersempit peluang munculnya calon presiden lain. Lalu, ada yang mengatakan juga kalau sistem ini hanya menguntungkan sekelompok elit saja.
Kalau begitu, kenapa sistem ini masih dipertahankan?
Mengapa Presidential Threshold Masih Dipertahankan?
Ketentuan mengenai ambang batas sudah berulang kali diuji di Mahkamah Konstitusi (MK). Menurut pada catatan rekapitulasi perkara di website MK hal ini sudah diuji sebanyak 37 kali.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas Punya Sunroof Mulai 30 Jutaan, Gaya Sultan Budget Kos-kosan
- 3 Pilihan Cruiser Ganteng ala Harley-Davidson: Lebih Murah dari Yamaha NMAX, Cocok untuk Pemula
- 5 HP Murah Terbaik dengan Baterai 7000 mAh, Buat Streaming dan Multitasking
- 4 Mobil Bekas 7 Seater Harga 70 Jutaan, Tangguh dan Nyaman untuk Jalan Jauh
- 5 Rekomendasi Mobil Keluarga Bekas Tahan Banjir, Mesin Gagah Bertenaga
Pilihan
-
Tragedi Pilu dari Kendal: Ibu Meninggal, Dua Gadis Bertahan Hidup dalam Kelaparan
-
Menko Airlangga Ungkap Rekor Kenaikan Harga Emas Dunia Karena Ulah Freeport
-
Emas Hari Ini Anjlok! Harganya Turun Drastis di Pegadaian, Antam Masih Kosong
-
Pemilik Tabungan 'Sultan' di Atas Rp5 Miliar Makin Gendut
-
Media Inggris Sebut IKN Bakal Jadi Kota Hantu, Menkeu Purbaya: Tidak Perlu Takut!
Terkini
-
Ngaku Lagi di Luar Pulau Jawa, Ridwan Kamil Tidak Hadir Penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta Besok
-
Paslon Bupati-Wakil Bupati Bogor nomor 2 Pecah Kongsi, Soal Pencabutan Gugatan Sengketa Pilkada ke MK
-
Miris, Warga Bali 'Dibuang' Adat Karena Beda Pilihan Politik
-
Meski Sudah Diendorse di Kampanye, Pramono Diyakini Tak akan Ikuti Cara Anies Ini Saat Jadi Gubernur
-
Pilkada Jakarta Usai, KPU Beberkan Jadwal Pelantikan Pramono-Rano
-
MK Harus Profesional Tangani Sengketa Pilkada, Jangan Ulangi Sejarah Kelam
-
Revisi UU Jadi Prioritas, TII Ajukan 6 Rekomendasi Kebijakan untuk Penguatan Pengawasan Partisipatif Pemilu
-
Menang Pilkada Papua Tengah, Pendukung MeGe Konvoi Keliling Kota Nabire
-
Pasangan WAGI Tempati Posisi Kedua Pilkada Papua Tengah, Siap Tempuh Jalur Hukum ke MK
-
Sah! KPU Tetapkan Pasangan MeGe Pemenang Pilgub Papua Tengah 2024