Suara.com - Lebaran Ketupat adalah tradisi lebaran di Madura yang dirayakan oleh umat Islam pada hari ketujuh bulan Syawal tahun Hijriah.
Perayaan Lebaran pada hari ketujuh ini sebenarnya merupakan tradisi yang dimaksudkan ungkapan rasa syukur dari umat Islam yang telah menjalankan ibadah puasa sunnah enam hari setelah Idul Fitri.
Istilah "Lebaran Ketupat" atau "Tellasan Topak" dalam Bahasa Madura merupakan istilah yang populer, karena merujuk kepada kebiasaan masyarakat Madura, membuat makanan ketupat, saat hari ketujuh Syawal itu.
Memasuki lebaran ketupat, permintaan cangkang dan janur untuk membuat ketupat pada sejumlah pasar selalu meningkat hingga 20 persen dibandingkan dengan lebaran Idul Fitri sejak seminggu sebelumnya.
Dalam ajaran Islam, memang ada anjuran, yakni disunnahkan berpuasa selama enam hari pada bulan Syawal dan puasa itu bisa dimulai sehari setelah hari Idul Fitri," kata Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Ke-Islam-an An-Nuqoyah, Guluk-guluk, Sumenep Matnin, M.EI.
Biasanya, sebagian besar umat Islam, termasuk di Madura, memulai puasa sunnah di bulan Syawal itu memang sehari setelah Hari Raya Idul Fitri, meski dalam hadis itu tidak ditetapkan harus sehari setelah Lebaran.
Kebiasaan berpuasa sunnah sehari setelah Idul Fitri itulah yang lalu membentuk kebiasaan atau tradisi di kalangan umat Islam, termasuk di Madura dengan merayakan "Lebaran Kedua", yakni Lebaran yang dirayakan secara khusus, karena mereka bisa berpuasa sunnah selama enam hari itu.
"Jadi, sebenarnya, Lebaran Ketupat atau Lebaran Kedua yang digelar pada hari ketujuh bulan Syawal ini, titik tekannya lebih pada tradisi atau kebiasaan itu saja ketentuan normatif dalam Al Quran hanya ada dua hari raya yakni Idul Fitri dan Idul Adha," terang Matnin.
Di Madura, perayaan menyambut Lebaran hari ketujuh atau "Lebaran Ketupat" atau yang oleh masyarakat setempat sering diistilahkan dengan "Tellasan Pettok" ini digelar dengan beragam tradisi.
Baca Juga: Ini Tradisi Lebaran di 5 Negara Berpenduduk Mayoritas Non-Muslim
Hampir setiap kabupaten di Pulau Garam ini memiliki tradisi khas dalam merayakan Lebaran Ketupat.
Pawai Dokar Hias
Pawai dokar hias di Bangkalan, misalnya. Di kabupaten dengan jumlah penduduk 1,1 juta yang terletak paling dekat dengan Kota Surabaya itu, masyarakat merayakan Lebaran Ketupat dengan menggelar pawai dokar hias keliling kampung.
Pawai dokar hias itu digelar warga empat desa, yakni warga Parseh, Sangra Agung, Jaddih, dan Desa Biliporah, Kecamatan Socah, Bangkalan.
Pawai dokar hias digelar dengan berkeliling jalan-jalan di desa itu berangkat dari Desa Parseh dan berakhir di Desa Biliporah. Jalan yang dilintasi pawai dokar hias sekitar 5 kilometer.
"Kegiatan ini sengaja kami gelar pada Lebaran Ketupat dengan tujuan untuk melestarikan budaya masyarakat di sini, selain untuk memeriahkan perayaan Lebaran Ketupat," kata panitia pelaksana pawai, Umar Faruk.
Tidak hanya dokar yang dihias, mobil pick up dan becak yang ikut dalam pawai itu juga dihias. Sepanjang jalan yang dilintasi peserta pawai dokar hias dipenuhi masyarakat yang ingin menyaksikan secara langsung.
"Per-peran" di Pamekasan Lain lagi di Pamekasan. Masyarakat setempat merayakan Lebaran Ketupat ini dengan menggelar "per-peran" yakni tradisi naik kendaraan bernomor di jalan desa itu sekeluarga dan diikuti oleh semua warga desa.
Tradisi "Per-peran" biasa digelar warga pesisir pantai selatan Pamekasan yakni warga yang tinggal di sepanjang pantai Tlanakan Kabupaten Pamekasan hingga pantai Camplong, Kecamatan Camplong, Sampang.
Di Pamekasan ada tiga desa yang warganya biasa menggelar tradisi "Per-peran" pada Lebaran Ketupat, yakni warga Desa Ambat, Kramat dan warga Desa Bandaran, Kecamatan Tlanakan.
Selain di tiga desa itu, tradisi "Per-peran" juga biasa digelar warga Desa Tanjung, Kecamatan Camplong, Sampang, yang berbatasan dengan Kabupaten Pamekasan.
Awalnya, tradisi naik kendaraan bermotor yang biasa digelar masyarakat pesisir pantai selatan Pamekasan ini dikenal dengan tradisi "Kar-dokaran". Sebab kendaraan yang digunakan adalah dokar.
Namun, seiring dengan perkembangan transportasi modern dan kendaraan tradisional itu kini mulai punah, maka warga berani naik becak, yang oleh masyarakat di setempat disebut "Per", sehingga kemudian terbentuk istilah "Per-peran".
Meski tradisi merayakan Lebaran itu sudah dikenal dengan nama "Per-peran" dengan naik becak di jalan-jalan desa bersama keluarga. Namun sebagian warga pesisir ini masih ada yang memiliki kendaraan tradisional dokar, tapi jumlahnya terbatas.
"Tradisi 'per-peran' di sini sudah berlangsung sejak dulu. Sejak muda, saya sudah mengetahui ada tradisi seperti itu," kata tokoh pemuda di Desa Tanjung, Husnol Yadi.
Ritual Bagi sebagian warga Madura, Lebaran Ketupat tidak hanya identik dengan tradisi, tetapi juga ada mempercayai mengandung keutamaan.
Menggelar Ritual Tertentu
Lebaran Ketupat atau Lebaran pada Hari Ketujuh bulan Syawal tahun Hijriah ini dipercaya oleh sebagian warga sebagai hari bertuah, sehingga tidak jarang warga menggelar ritual tertentu.
Seperti yang digelar para nelayan di pesisir Pantai Desa Tanjung, Kecamatan Pademawu, Pamekasan dan nelayan di Pantai Sreseh, Kecamatan Sreseh, Sampang.
Di hari Lebaran Ketupat ini, warga di pesisir di dua kabupaten itu justru menggelar ritual "rokat tasek" yakni ritual yang digelar nelayan untuk memohon kepada Yang Maha Kuasa agar rizki tangkapan ikan mereka bisa melimpah.
Para nelayan ini juga melakukan larung sesajen ke tengah laut, dengan iringan musik saronen dan diantar oleh semua perahu nelayan di pesisir pantai itu.
Budayawan Madura, Iskandar menilai keberadaaan berbagai jenis kegiatan tradisi yang digelar warga Madura ini menunjukkan bahwa Madura memang kaya akan tradisi dan khazanah budaya.
"Inilah sebenarnya identitas Madura yang perlu terus dilestarikan," katanya.
Iskandar menilai dari berbagai kegiatan tradisi dan budaya yang digelar masyarakat pada Lebaran Ketupat ini, sebenarnya hanya bermuara pada satu hal, yakni bersilaturrahmi dengan kerabat dan teman yang selama ini sudah berpisah.
"Karena dalam kegiatan itu, ada perkumpulan dan disanalah mereka bertemu. Sedangkan untuk berkunjung secara personal dengan datang satu-satu ke rumah-rumah mereka sangat tidak memungkinkan," katanya.
Semestinya, kata dia, pemerintah kabupaten di Madura, bisa memberikan ruang yang lebih terbuka kepada masyarakat untuk mementaskan berbagai jenis kegiatan budaya dan tradisi pada saat momen Lebaran seperti saat ini. (Antara)
Berita Terkait
Terpopuler
- 6 Ramalan Shio Paling Beruntung di Akhir Pekan 4-5 Oktober 2025
- DANA Kaget Jumat Berkah: Klaim Saldo Gratis Langsung Cair Rp 255 Ribu
- Fakta-Fakta Korupsi Bupati HSS Kalsel, Diduga Minta Dana Proyek Puluhan Miliar
- 20 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 4 Oktober 2025, Klaim Ballon d'Or dan 16.000 Gems
- 18 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 3 Oktober: Klaim Ballon d'Or 112 dan Gems
Pilihan
-
Formasi Bocor! Begini Susunan Pemain Arab Saudi Lawan Timnas Indonesia
-
Getol Jualan Genteng Plastik, Pria Ini Masuk 10 Besar Orang Terkaya RI
-
BREAKING NEWS! Maverick Vinales Mundur dari MotoGP Indonesia, Ini Penyebabnya
-
Harga Emas Terus Meroket, Kini 50 Gram Dihargai Rp109 Juta
-
Bursa Saham 'Pestapora" di Awal Oktober: IHSG Naik, Transaksi Pecahkan Rekor
Terkini
-
10 Prompt Edit Foto Gemini AI untuk Wanita Berhijab Pose Beragam, Hasil Natural dan Tidak Kaku
-
Profil dan Agama Masayu Anastasia, Pacar Baru Baim Wong?
-
Dari Jembrana ke Amsterdam: Perjuangan Petani Kakao Raih Pengakuan Internasional!
-
Siapa Orang Tua Bravy Vconk? Anaknya Lamar Erika Carlina di Panggung Synchronize Fest 2025
-
Mengapa Deddy Corbuzier Amuk Pengadilan Agama Jakarta Selatan?
-
Modest Fashion & Art Trade Show Jadi Gerbang Diplomasi Fashion Indonesia
-
Ternyata Ini Waktu Terbaik untuk Minum Kopi agar Energi Full Sepanjang Hari
-
Promo Superindo Hari Ini 6 Oktober 2025: Diskon Gila hingga 45% Awal Pekan!
-
Ramalan Zodiak 6 Oktober 2025: Era Baru dan Energi Perubahan untuk Anda
-
Sarira Marga Apa? Mengenal Nama Belakang El Putra 'Rangga Versi 2025'