Suara.com - Masyarakat Kabupaten Aceh Tengah, memiliki tradisi unik menyambut hari kemerdekaan, yakni lomba pacuan kuda tradisional dengan joki tanpa menggunakan pelana. Tradisi yang oleh masyarakat setempat disebut "Pacu Kude" ini menjadi atraksi yang mampu menyedot puluhan ribu penonton.
Tahun ini, lomba ini akan digelar selama sepekan terhitung sejak 18 Agustus 2014, di arena Blang Bebangka Kecamatan Pegasing, Takengon. Ratusan kuda dari berbagai daerah di dataran tinggi "Tanah Gayo" seperti Kabupaten Bener Meriah, Gayo Lues dan Aceh Tenggara dipastikan bakal meramaikan lomba pacuan tradisional untuk menyemarakkan peringatan Kemerdekaan ke 69 RI, 17 Agustus 2014.
"Salah satu kegiatan menyemarakkan 17 Agustus di daerah kami adalah perlombaan kuda pacuan. Kegiatan ini sudah mentradisi diselenggarakan di Aceh Tengah," kata Kabag Hums dan Protokol Setdakab Aceh Tengah Mustafa Kamal yang dihubungi dari Banda Aceh, Rabu (13/8/2014).
Dalam buku "Pesona Tanoh Gayo" yang ditulis almarhum A.R. Hakim Aman Pinan, Pacu kude awalnya adalah hiburan rakyat yang terselenggara bahkan sebelum Belanda menginjakkan kakinya di Bumi Gayo.
Saat itu, Pacu kude biasa digelar di areal persawahan pada saat lues blang atau masa selepas panen. Masa lues blang ini kebetulan hampir selalu bertepatan dengan bulan Agustus. Selain alasan ini, mengapa Pacu kude selalu digelar pada bulan Agustus, karena kondisi cuaca yang mendukung.
Awalnya, pacu kude diselenggarakan di kampung Bintang, yang terletak di sisi barat Danau Laut Tawar. Waktu penyelenggaraan dimulai pukul 08.00 pagi sampai pukul 10.00 WIB, kemudian dilanjutkan setelah shalat ashar sampai pukul 18.00 WIB.
Ciri khas dari Pacu kude adalah para joki tidak dibenarkan mengenakan baju alias telanjang dada. Juga tidak ada hadiah bagi pemenang, hanya "gah" alias penghargaan secara sosial. Kemenangan yang diperoleh tersebut dilanjutkan dengan perayaan, yang biayanya ditanggung bersama oleh penduduk setempat dengan sistem berpegenapen. Biasanya warga memotong hewan ternak untuk makan bersama.
Pada tahun 1912, pemerintah kolonial Belanda melihat Pacu kude dapat menjadi media untuk menyatukan rakyat. Mereka lantas memindahkan lokasi pacuan ke Takengon, tepatnya di blang Kolak (sekarang lapangan Musara Alun). Pemerintah klolonial Belanda lantas mengaitkan Pacu kude dengan hari ulang tahun ratu Wilhelmina. Untuk menyemarakkan even ini Belanda juga menyediakan hadiah dan piagam bagi para juara. Tradisi memberikan hadiah berlanjut sampai hari ini.
Beberapa aturan juga berubah. Arena pacu dibuat oval dan dipagari dengan rotan. Para joki yang sebelumnya bertelanjang dada, kini baju warna warni. Kuda-kuda yang ikut bertanding, juga tak lagi berasal dari kampung Bintang, tetapi juga datang dari wilayah onder-afdeling Takengon dan daerah lainnya. Yang bertahan hingga kini, adalah para joki bertanding tanpa pelana.
Pada tahun 1950-an, kuda pacu asal kampung Kenawat, Gelelungi, Pegasing, Kebayakan dan Bintang, bisa dikatakan paling aktif di Pacu kude. Versi lain menyebut awalnya Pacu kude hanyalah aktivitas iseng pemuda-pemuda kampong di Gayo, terutama di Bintang di sekitar Danau Laut Tawar, seusai musim panen. Menjadi kebiasaan anak muda, menangkap liar dengan kain sarung tanpa setahu empunya dan memacunya. Saat memacu, kadangkala terserempak dengan kelompok pemuda dari kampung lain, yang melakukan hal yang sama. Lalu terjadi interaksi sosial, di mana para joki dari masing-masing kampung sepakat untuk mengadakan balapan kuda antara kampung. (Antara/dari berbagai sumber)
Berita Terkait
Terpopuler
- Penyerang Klub Belanda Siap Susul Miliano Bela Timnas Indonesia: Ibu Senang Tiap Pulang ke Depok
- 27 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 26 Oktober: Raih 18.500 Gems dan Pemain 111-113
- Gary Neville Akui Salah: Taktik Ruben Amorim di Manchester United Kini Berbuah Manis
- 5 Mobil Bekas 30 Jutaan untuk Harian, Cocok buat Mahasiswa dan Keluarga Baru
- Belanja Mainan Hemat! Diskon 90% di Kidz Station Kraziest Sale, Bayar Pakai BRI Makin Untung
Pilihan
-
5 Fakta Wakil Ketua DPRD OKU Parwanto: Kader Gerindra, Tersangka KPK dan Punya Utang Rp1,5 Miliar
-
Menkeu Purbaya Tebar Surat Utang RI ke Investor China, Kantongi Pinjaman Rp14 Triliun
-
Dari AMSI Awards 2025: Suara.com Raih Kategori Inovasi Strategi Pertumbuhan Media Sosial
-
3 Rekomendasi HP Xiaomi 1 Jutaan Chipset Gahar dan RAM Besar, Lancar untuk Multitasking Harian
-
Tukin Anak Buah Bahlil Naik 100 Persen, Menkeu Purbaya: Saya Nggak Tahu!
Terkini
-
Bedak Apa yang Bisa Samarkan Flek Hitam? Ini 5 Pilihan Terbaik yang Bagus dan Murah
-
Terpopuler: Amanda Manopo Jajan Habiskan Rp125 Juta di Ojol, Manfaat LED Face Mask Ashanty
-
5 Day Cream Mengandung Vitamin C agar Wajah Cerah Bebas Flek Hitam
-
Ketika Warung Pecel Lele Bertemu Streetwear: Cara Jakarta Merayakan Budayanya Sendiri
-
Sensasi Ngopi Ekstrem di Gelas -86 Derajat: Pahit, Creamy, dan Lembut dalam Satu Tegukan
-
Kalender Jawa 29 Oktober 2025: Weton Rabu Wage, di Antara Sial dan Berkah Menurut Primbon
-
Kelezatan Kuliner Jawa Timur, Ini 5 Hidangan Terbaik yang Tak Boleh Terlewatkan
-
Ashanty Pakai LED Face Mask di Rutinitas Skincare Pagi, Apa Manfaatnya?
-
Fakta-fakta Pakaian Bekas Impor: Dari Mana Asal Negara Baju Thrifting?
-
7 Rekomendasi Day Cream dengan SPF: Melembapkan dan Lindungi Kulit dari Munculnya Flek Hitam