Dalam hasil penelitian Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan pada Parade Penelitian 2014, terdapat satu topik menarik seputar tradisi berbagai etnis di Indonesia dalam mengobati masalah kesehatan.
Melalui penelitian yang berjudul Riset Etnografi Kesehatan ini, Balitbangkes telah menganalisis 32 etnis dari 1068 etnis yang ada di Indonesia. Contohnya tradisi oyog bagi ibu hamil yang dilakukan etnis Jawa di Desa Dukuh Widara, Kecamatan Pabedilan, Kabupaten Cirebon, Jakarta Barat.
Tradisi Oyog biasa dilakukan dukun bayi pada ibu hamil dengan menggoyang-goyangkan perut perempuan hamil sejak usia kandungan memasuki bulan ketiga sampai kesembilan. Menurut persepsi masyarakat setempat, tradisi oyog ini bermanfaat untuk mengurangi berbagai keluhan pada kehamilan, memberikan keyakinan bahwa persalinan akan lancar, serta memberikan kenyamanan dan rasa tenang.
Sedangkan etnis Kaila Da'a di Desa Wulai, Kecamatan Bambalamotu, di Kabupaten Mamuju Utara, persalinan dilakukan di rumah dengan bantuan topo tawui, sebutan bagi dukun yang dapat melakukan semua penyembuhan penyakit termasuk persalinan. Topo Tawui meniup bagian yang sakit dan dipercaya rasa sakit akan hilang setelahnya.
Lestari Handayani, Profesor Riset dari Balitbangkes mengatakan dari kajian secara ilmiah, berbagai tradisi ini memberi dampak positif bagi psikologis pasien.
"Pada tradisi oyog misalnya, bisa kita pelajari agar ke depannya ada modifikasi pijat oyog oleh bidan dengan mengutamakan komunikasi interpersonal antara bidan dan ibu hamil. Begitu juga dengan topo tawui atau dukun bayi di Mamuju, perlu ada kemitraan antara bidan dan dukun bayi tersebut," ujar Profesor Lestari Handayani pada acara “Parade Penelitian Kesehatan 2014” di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Dengan mengetahui budaya setiap etnis, diharapkan dapat membantu kelancaran dan keberhasilan program kesehatan yang dikembangkan Kementerian Kesehatan.
“Kita harus memaknai dengan bijak hasil riset budaya ini dengan ilmu kesehatan masyarakat dan kenyataan budaya yang ada,” imbuh Prof. Lestari.
Berita Terkait
-
1159 Tahun Merti Ngupit, Warga Klaten Menjawab Krisis Air dengan Tradisi
-
Tradisi Bertemu Inovasi: Ritual Kecantikan Modern dari Filosofi Teh Bangsawan
-
Laundry Majapahit: Tradisi Jadi Modal Ekonomi Kreatif Baru
-
Ritual Tolak Bala! Keraton Solo Gelar Mahesa Lawung dengan Kepala Kerbau
-
Sosok Syafiq Riza Hasan Basalamah, Cara Salaman dengan Santri Beda dari Yang Lain
Terpopuler
- 5 Sepatu Running Lokal Paling Juara: Harga Murah, Performa Berani Diadu Produk Luar
- 7 Bedak Padat yang Awet untuk Kondangan, Berkeringat Tetap Flawless
- 8 Mobil Bekas Sekelas Alphard dengan Harga Lebih Murah, Pilihan Keluarga Besar
- 5 Rekomendasi Tablet dengan Slot SIM Card, Cocok untuk Pekerja Remote
- 7 Rekomendasi HP Murah Memori Besar dan Kamera Bagus untuk Orang Tua, Harga 1 Jutaan
Pilihan
-
Perusahaan BUMN dan Badan Negara Lakukan Pemborosan Anggaran Berjamaah, Totalnya Rp43 T
-
RKUHAP Resmi Jadi UU: Ini Daftar Pasal Kontroversial yang Diprotes Publik
-
Permintaan Pertamax Turbo Meningkat, Pertamina Lakukan Impor
-
Pertemuan Mendadak Jusuf Kalla dan Andi Sudirman di Tengah Memanasnya Konflik Lahan
-
Cerita Pemain Keturunan Indonesia Han Willhoft-King Jenuh Dilatih Guardiola: Kami seperti Anjing
Terkini
-
5 Rekomendasi Moisturizer yang Wudhu Friendly Buat Para Muslimah
-
K-Food Halal Ikut Meriahkan SIAL INTERFOOD 2025 di Jakarta
-
6 Rekomendasi Skin Tint Lokal yang Ringan untuk Makeup Sehari-hari
-
Ramalan Zodiak 18 November 2025: Panduan Karier, Keuangan, dan Asmara Anda
-
5 Lipstik Transferproof untuk Kondangan, Tidak Luntur Dipakai Makan dan Minum
-
Mau Cegah Penuaan di Usia 30-an? Ini 4 Sunscreen Kolagen yang Worth It Dicoba
-
Biodata dan Pendidikan Marissa Anita yang Gugat Cerai Andrew Trigg
-
Cushion Vs Skin Tint, Mana yang Lebih Bagus untuk Tutupi Noda Hitam di Wajah?
-
6 Zodiak Paling Beruntung soal Percintaan 18 November 2025, Kejutan Manis Menunggu!
-
7 Celana Lari Compression Lokal Terbaik, Kualitas Tak Kalah dengan Produk Luar