Suara.com - Batik menjadi salah satu warisan budaya Indonesia yang punya potensi luar biasa di mata dunia. Tak sedikit yang mau turut melestarikan dan menjaga agar batik terus diproduksi di Indonesia.
Karena itu, Nita Kenzo, pendiri Galeri Batik Jawa Indigo memberikan perhatian khusus pada batik. Namun, dia tak ingat persis kapan mulai tertarik pada wastra Indonesia yang satu ini. Yang pasti, sejak kecil dia terbiasa melihat nenek dan ibunya mengenakan kain batik dalam keseharian mereka.
"Dulu saya tinggal di Pekalongan, dan saya merasakan seperti apa krisis batik yang terjadi di sana. Sampai pembatik Pekalongan tidak bisa lagi menemukan kain. Kemudian, mereka menjual kain-kain batik mereka yang menjadi simpanan," kisah Nita saat ditemui di acara Kafe BCA VI #BelajarLebihBaik dengan tema Khasanah Batik Pesona Budaya, belum lama ini.
Kejadian tersebut seakan menyadarkan pemilik nama asli Mayasari Sekarlaranti ini bahwa batik merupakan sesuatu yang bernilai besar bagi masyarakat. Sejak saat itu, Nita berkeinginan mulai peduli dengan batik.
Salah satu yang dilakukannya adalah, mengangkat dan menonjolkan batik rakyat dari beberapa daerah bersama sang suami, seperti Kebumen, Yogyakarta hingga Imogiri. Sayangnya, gempa yang terjadi di Yogyakarta pada 2006 membuat banyak para pembatik tak lagi bisa menghasilkan karya-karya mereka.
"Setelah gempa Yogyakarta akhirnya saya dan suami saya yang tinggal di Jawa Tengah mulai melakukan pendampingan para pebatik di Imogiri, dengan mendirikan Galeri Batik Jawa Indigo. Misi awal kami membangkitkan kembali Batik Imogiri agar tidak punah," ceritanya.
Dia seakan terus berjuang mencari cara agar batik Indonesia mendapat perhatian dari banyak orang, khususnya pasar international. Dia pun memilih melabeli produknya dengan brand Batik Indigofera Tinctoria.
Pada 2009, dia mulai mengenalkan Batik Indigo yang menjadi koleksi dari Galeri Batik Jawa dengan mengikuti sebuah pameran di Jakarta. Seiring berjalannya waktu, batik yang dikembangkan akhirnya mulai mendapat kesempatan untuk ditampilkan di berbagai pameran luar negeri.
"Batik ini proses pewarnaannya menggunakan daun nila atau Indigofera tinctoria, dan akan menghasilkan warna biru alami. Warna ini adalah warna tertua yang ditemukan pebatik saat zaman penjajahan Belanda," jelas dia.
Menurut Nita, selain motif, makna dan filosofi yang dimiliki batik mengembalikan batik ke pewarna alam menjadi daya tarik tersendiri di pasar international, khususnya Eropa. Mengingat, saat ini banyak masyarakat yang sadar untuk menggunakan produk yang ramah lingkungan, dibandingkan pewarna sintetis yang bisa merusak lingkungan.
"Animonya sangat luar biasa karena menggunakan bahan alami, saat kami mengikuti pameran di luar negeri. Dari situ, kami sadar bahwa ini peluang untuk Indonesia. Kami juga bermitra dengan para petani indigofera. Inilah peluang-peluang yang bisa menjadi lapangan pekerjaan baru untuk masyarakat Indonesia," ungkap dia.
Berkat inovasi tersebut, Galeri Batik Jawa Indigo pada 2013 mendapat penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai galeri yang mampu menciptakan batik indigo alami untuk segala musim dan diterima di hati masyarakat.
Melalui semua usahanya ini, Nita berharap, pembatik Indonesia bisa mengalami regenerasi, sehingga tak hanya mereka yang sudah tua yang menjadi pembatik, generasi muda pun bisa bangga menjadi seorang pembatik.
"Anak muda saat ini malah inginnya menjadi penjaga toko, bekerja dengan komputer, dan lainnya. Padahal mereka kehilangan banyak waktu dan tradisi dari turunannya karena orangtua sudah menjadi pembatik. Karena itu, kami di galeri juga adakan latihan membatik, kami berikan kainnya, alat, dan pola batik generasi muda bisa terus membatik," tutup dia.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 HP RAM 8 GB Memori 256 GB Harga Rp1 Jutaan, Terbaik untuk Pelajar dan Pekerja
- 7 Sepatu Adidas Diskon hingga 60% di Sneakers Dept, Cocok Buat Tahun Baru
- 5 Mobil Bekas yang Anti-Rugi: Pemakaian Jangka Panjang Tetap Aman Sentosa
- Diminta Selawat di Depan Jamaah Majelis Rasulullah, Ruben Onsu: Kaki Saya Gemetar
- Kencang bak Ninja, Harga Rasa Vario: Segini Harga dan Konsumsi BBM Yamaha MT-25 Bekas
Pilihan
-
Kaleidoskop Sumsel 2025: Menjemput Investasi Asing, Melawan Kepungan Asap dan Banjir
-
Mengungkap Gaji John Herdman dari PSSI, Setara Harga Rumah Pinggiran Tangsel?
-
Aksi Adik Kandung Prabowo yang Makin Mencengkeram Bisnis Telekomunikasi
-
Sesaat Lagi! Ini Link Live Streaming Final Futsal ASEAN 2025 Indonesia vs Thailand
-
Cerita 1.000 UMKM Banyuasin: Dapat Modal, Kini Usaha Naik Kelas Berkat Bank Sumsel Babel
Terkini
-
5 Rekomendasi Parfum Lokal yang Wanginya Nempel 12 Jam di Baju, Harga Terjangkau
-
Menjelang 2026, Ini Ulasan Tren Hunian, Ruang Kerja, dan Wellness di Asia
-
Tren Kota Modern di Asia: Mulai dari Bangunan, Teknologi, hingga Gaya Hidup
-
4 Sepatu Lokal Mirip Samba yang Stylish dan Terjangkau Mulai Rp200 Ribuan
-
Katalog Promo Tebus Murah Alfamart Mulai Rp5 Ribu, Cek sebelum Berakhir!
-
6 Cushion dengan Hasil Akhir Velvet Matte untuk Tampilan Halus seperti Beludru
-
5 Sepatu Lokal Senyaman Skechers, Tanpa Tali untuk Jalan Kaki Lansia
-
Daftar Promo Makanan Spesial Akhir Tahun 2025, Hidangan Jepang hingga Kopi Kekinian
-
5 Rekomendasi Sheet Mask Kolagen untuk Samarkan Penuaan Usia 40 Tahun
-
4 Sepatu Lokal untuk Futsal dan Minisoccer yang Lebih Murah dari Adidas