Profesi Dalang Sempat Diremehkan
Laki-laki kelahiran Magetan, 16 Agustus 1990 ini mengakui perjalanan untuk menjadi seorang dalang memang tidak pernah mudah. Contohnya saja, Ki Putut masih ingat bagaimana pandangan dan ungkapan meremehkan dari orang-orang sekitar saat ia hendak mengambil jurusan pedalangan di ISI. Saat itu, teman-teman seangkatannya memilih mengambil jurusan kepolisian, kebidanan, manajeman, hingga beragam profesi kantor lainnya.
Saat itu banyak pertanyaan yang terlontar padanya, mengapa hendak ambil jurusan dalang, karena profesi itu tidaklah menjanjikan. Bahkan, pertanyaan itu datang dari keluarganya yang sempat memintanya mengambil jurusan lain.
"Waktu itu dari teman, dari keluarga juga, pada nanya kenapa ambil jurusan itu, karena kan dulu jurusan kaya seni gitu jarang yang mau ambil karena profesinya tidak menjanjikan," ungkap Ki Putut.
Tapi setelah berdebat dengan sang ayah, ia pun memastikan akan belajar dangan sungguh-sungguh untuk menekuni di satu bidang yang dia cintai. Karena bagi Ki Putut dan sang ayah, belajar sungguh-sungguh atau lebih baik tidak sama sekali.
"Saya juga bilang sama teman saya, kalau bukan kita yang mempertahankan tradisi dan adat budaya kebanggaan Indonesia, siapa lagi. Jangan sampai warisan budaya kita diklaim negara lain, baru kita protes dan marah, sedangkan kita sendiri tidak ada usaha untuk mempertahankan dan melestarikannya," ungkap Ki Putut menggebu-gebu saat itu.
Mungkin yang sedikit mengecewakan adalah, saat itu di kelasnya hanya ada 9 orang mahasiswa yang mengambil jurusan Pedalangan, dan hanya 7 orang yang berhasil menjadi dalang sebagai profesi.
Hidup terus bergulir bergitu juga dengan perubahan-perubahan yang ada. Lelaki yang sebentar lagi menjadi seorang ayah itu bersyukur kini profesi dalang tidak lagi dipandang sebelah mata. Ia berhasil buktikan bahwa profesi ini adalah profesi menjanjikan.
Ki Putut berhasil buktikan saat bersungguh-sungguh menekuni satu bidang, maka hasilnya akan berbuah manis. Buktinya kini tidak ada lagi pandangan remeh terhadap dirinya. Kini, nama Ki Putut di Magetan bukanlah sebagai dalang ecek-ecek. Meski ia akui profesi seni memang ada pasang surutnya, jadi harus pintar-pintar mengelola keuangan.
Baca Juga: Malam Tahun Baru, Bisa Nonton Wayang Semalam Suntuk di Anjungan Jawa Timur
"Profesi dalang itu kalau sudah diterima masyarakat, capaian gaji kita unggul, malah melebihi (pekerja kantoran), cuma kita harus me-manage ketika (sedang) laris banyak uangnya," tutur Ki Putut.
"Jadi kalau profesi dalang sudah diterima masyarakat, sebulan (bisa) 4 sampai 5 kali (pentas). Satu kali tanggapan (pementasan), dalang terima bersih Rp 10 juta sampai Rp 15 juta," lanjutnya.
Seperti sekarang, Ki Putut juga bersyukur karena di ISI Surakarta saat ini sudah ada 40 mahasiswa dalam satu kelas jurusan Pedalangan. Bahkan kabarnya, kampusnya sampai harus menolak mahasiswa yang masuk karena minatnya yang semakin tinggi. Ini tentu jauh berbeda dengan zamannya dahulu ketika satu kelas hanya berisi 9 mahasiswa.
Seni Tradisional harus Inovasi
Segala hal haruslah berkembang, terus berinovasi. Begitu juga dengan seni tradisional. Jika tidak berinovasi, seni itu akan dianggap membosankan dan lambat laun ditinggalkan. Itu jugalah yang dilakukan Ki Putut untuk selalu berusaha menyuguhkan pementasan segar dan menggugah penonton.
Seperti misalnya, menyuguhkan cerita baru yang tidak hanya itu-itu saja, memilih cerita tidak banyak didengar oleh penonton sehingga mereka sudah hafal jalan ceritanya. Ki Putut selalu membongkar-bongkar kembali karya satra lama, yang jarang diceritakan kepada masyarakat, tapi ceritanya juga dekat dengan masyarakat.
Seperti beberapa waktu lalu di TMII, ia menceritakan tentang cara mendidik anak lelaki yang harus mandiri dan tidak boleh bergantung pada orang lain, meski pada orangtuanya sekalipun. Cerita itu Ki Putut ambil melalui serat lokopolo, cerita tentang kisah Prabu Dono Pati, Dewi Sukesi, dan Begawan Wisarawa (ayah Prabu Dono Pati). Lakon ini dibawakannya di malam tahun baru, dalam gelaran Wayang Semalam Suntuk, yang rutin diadakan TMII setiap malam pergantian tahun.
Berita Terkait
Terpopuler
- JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
- Nikmati Belanja Hemat F&B dan Home Living, Potongan Harga s/d Rp1,3 Juta Rayakan HUT ke-130 BRI
- 5 Mobil Diesel Bekas di Bawah 100 Juta, Mobil Badak yang Siap Diajak Liburan Akhir Tahun 2025
- 9 Mobil Bekas dengan Rem Paling Pakem untuk Keamanan Pengguna Harian
- Sambut HUT ke-130 BRI: Nikmati Promo Hemat Hingga Rp1,3 Juta untuk Upgrade Gaya dan Hobi Cerdas Anda
Pilihan
-
Kehabisan Gas dan Bahan Baku, Dapur MBG Aceh Bertahan dengan Menu Lokal
-
Saham Entitas Grup Astra Anjlok 5,87% Sepekan, Terseret Sentimen Penutupan Tambang Emas Martabe
-
Pemerintah Naikkan Rentang Alpha Penentuan UMP Jadi 0,5 hingga 0,9, Ini Alasannya
-
Prabowo Perintahkan Tanam Sawit di Papua, Ini Penjelasan Bahlil
-
Peresmian Proyek RDMP Kilang Balikpapan Ditunda, Bahlil Beri Penjelasan
Terkini
-
Dari Bisnis ke Pemberdayaan: Kisah Lian Tje Mendorong Perempuan Berani Melangkah Lebih Jauh
-
Kepedulian Lingkungan Berubah Jadi Gaya Hidup, Pasar Karbon Mulai Jadi Perbincangan
-
Apakah Tabir Surya yang Diperkaya Memang Efektif Melawan Sinar UV?
-
Tak Perlu Perawatan Mahal! Ini 9 Rahasia Awet Muda yang Bisa Dilakukan Hari Ini
-
Apa Beda Deodorant dan Antiperspiran? Ini 7 Produk Ampuh Kontrol Keringat dan Bau Badan
-
5 Foundation Anti-Aging Terbaik untuk Usia 60 Tahun ke Atas
-
Heboh Raket Padel Rp 7 Juta Dicuri, Merk Apa? Ini 7 Pilihan untuk Pro hingga Pemula
-
7 Rekomendasi Sepatu New Balance Diskon 70% Jelang Natal di Sports Station
-
6 Pilihan Toner Viva Berdasarkan Tipe Kulit Mulai Rp7 Ribuan
-
5 Bedak Padat untuk Usia 50 Tahun ke Atas yang Samarkan Garis Halus