Suara.com - Manusia diciptakan dengan rasa kasih sayang dan saling mengasihi. Dan untuk mereka dengan kondisi 'istimewa' karena memiliki kondisi yang berbeda, misalnya tuli atau tidak bisa mendengar, tak sedikit orang yang menunjukkan kepedualiannya.
Meski memiliki keterbatasan dalam berkomunikasi, bukan berarti kita harus menghindari mereka. Terbatas bukan berarti tidak bisa berkomunikasi, kan? Masalahnya, apakah kita mau belajar bahasa yang mereka gunakan untuk berkomunikasi?
Nah, visi ini diemban Komunitas Teman Dengar yang mayoritas berdomisili di Bandung, yang berharap ingin lebih banyak orang bisa berkomunikasi dengan teman-teman tuli, dan tidak ada pembeda karena pada dasarnya mereka sama seperti orang-orang normal.
"Kita kan kadang tidak menyadari sebenarnya ada teman-teman kita yang tidak mendengar. Mereka biasanya banyak berinteraksi dengan sesama mereka aja, yang tuli," ujar Reni, founder Komunitas Teman Dengar, kepada Suara.com, Sabtu (1/2/2020).
"Kalau mereka interaksi dengan kita, bisa jadi kita tidak paham dengan bahasa mereka. Nah, jadi kita muncullah kepedulian itu, untuk bisa memahami mereka, mengerti bahasa mereka, sehingga mereka pun bisa berinteraksi sama kita seperti biasa saja," sambung Reni.
Dengan meluasnya cara berkomunikasi ini, kata Reni, ia berharap semakin terbuka juga kesempatan para teman tuli ini, khususnya dalam hal sosial, pertemanan, hingga kesempatan kerja.
"Mereka pun punya kesempatan yang sama, cuma mereka terkendala dengan komunikasi sehingga harus dimudahkan bahasa isyarat itu," jelasnya.
Nyatanya, visi ini memang baru dibawa Teman Dengar baru-baru ini, mengingat komunitasnya masih berusia belia, karena baru berdiri pada Agutus 2019 lalu. Tapi meski usianya muda, hingga awal tahun anggotanya sudah mencapai lebih dari 104 orang.
Berbagai kendala menghadang
Baca Juga: Membangun Komunitas Gemar Bertransportasi Publik
Membawa komunitas ini berkembang pesat memang tak mudah, karena masih ada banyak kendala yang ditemui. Seperti untuk keterlibatan teman tuli yang juga memiliki kesibukan, seperti masih bersekolah, kuliah, maupun bekerja.
"Sebenernya kita ada kendala di waktu, kadang kalau event nyari waktunya lama sama mereka. Makanya, kita kadang kok lama nggak ada event lagi. Mereka juga banyak acara intern mereka. Atau juga banyak acara yang memang melibatkan organisasi lain," jelasnya.
Apalagi ada stigma ataupun kekhawatiran di mata para teman tuli, jika komunitas ini mempelajari bahasa isyarat untuk mengambil kesempatan mereka mengajari bahasa isyarat, khususnya narasumber yang mengajari bahasa isyarat. Karena, guru bahasa isyarat memang harus teman tuli langsung.
"Kadang kalau adain belajar bahasa isyarat, dikira kita mau ambil lahan mereka, padahal enggak. Ya kita sebagai fasilitator saja, narasumbernya tetap mereka. Karena aturannya seperti itu," ungkap Reni.
Para anggota komunitas Teman Dengar ini juga harus ekstra berhati-hati untuk tidak menyinggung mental teman tuli, karena menurut Reni, di beberapa acara, ia mengamati teman tuli ini memiliki psikis yang sedikit sensitif. Jadi harus berhati-hati jika menyelenggarakan acara.
"Karena kita sempat mengalami permasalahan dengan teman tuli sendiri, karena ada beberapa yang sensitif, mereka secara psikis lebih sensitif," tuturnya.
Keterlibatan dan antusisme para anggota
Untuk menjadi anggota komunitas yang telah tersebar di Bandung, Tasikmalaya, Depok, Tegal, dan Bekasi ini tak sulit. Mereka cukup terbuka. Selain mendatangi tempat kopi darat atau bertemu dalam event yang rencananya akan diadakan sebulan sekali, calon anggota juga akan diminta mengisi form pendaftaran untuk nanti diikutsertakan ke dalam WhatsApp group.
Teman Dengar juga tidak sungkan untuk memberi challenge kepada anggotanya untuk turut aktif memperagakan bahasa isyarat. Seperti misalnya membuat video dengan subtitle, atau dengan diisi bahasa isyarat.
"Kalau ada event, ada ngobrol nggak formal, nongkrong bareng pakai bahasa isyarat. Kemarin nantanginnya jangan pakai guru bahasa isyarat, karena mereka (teman tuli) sebenarnya bisa nangkap bahasa dari mulut. Sambil gunakan bahasa isyarat, sambil cuap-cuap mulut," tutupnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 2 Cara Menyembunyikan Foto Profil WhatsApp dari Orang Lain
- Selamat Datang Mees Hilgers Akhirnya Kembali Jelang Timnas Indonesia vs Arab Saudi
- Omongan Menkeu Purbaya Terbukti? Kilang Pertamina di Dumai Langsung Terbakar
- Selamat Tinggal Timnas Indonesia Gagal Lolos Piala Dunia 2026, Itu Jadi Kenyataan Kalau Ini Terjadi
- Sampaikan Laporan Kinerja, Puan Maharani ke Masyarakat: Mohon Maaf atas Kinerja DPR Belum Sempurna
Pilihan
-
Harga Emas Terus Meroket, Kini 50 Gram Dihargai Rp109 Juta
-
Bursa Saham 'Pestapora" di Awal Oktober: IHSG Naik, Transaksi Pecahkan Rekor
-
165 Kursi Komisaris BUMN Dikuasai Politisi, Anak Buah Prabowo Merajai
-
5 Rekomendasi HP 2 Jutaan Memori 256 GB, Pilihan Terbaik Oktober 2025
-
Geger Shutdown AS, Menko Airlangga: Perundingan Dagang RI Berhenti Dulu!
Terkini
-
5 Sunscreen Favorit 2025 untuk Kulit Kering dan Berjerawat: Kulit Lembap Tanpa Bikin Breakout Parah!
-
Nikmat Sekaligus Sehat, Restoran Ini Sajikan Kolaborasi Menu Spesial Ayam Probiotik
-
12 Ramalan Zodiak Terbaru 4 Oktober 2025: Cancer Moody, Gemini Lagi Deg-degan
-
4 Zodiak Paling Beruntung Hari Ini 4 Oktober 2025: Gemini Berpeluang Naik Gaji
-
Urutan Skincare Sebelum Makeup, Bikin Wajah Tidak 'Longsor'!
-
Sherly Tjoanda Lulusan Apa? Pimpin Maluku Utara Capai Pertumbuhan Ekonomi Tertinggi di Indonesia
-
6 Shio Paling Hoki 4 Oktober 2025, Cinta dan Rezeki Mengalir Deras
-
Apa Itu Amicus Curiae yang Diajukan Pembela Nadiem Makarim? Ini Sejarah, Pengertian dan Perannya
-
HUT TNI 2025: Debut Seragam Baru Bikin Prajurit Lebih "Gaib" di Medan Perang?
-
Skincare Harlette Cocok untuk Kulit Apa? Ini 5 Rekomendasi Produk Terlarisnya di Shopee