Suara.com - Perubahan iklim sudah dikenal secara luas sebagai bencana besar jika tidak ditangani secara serius. Data World Bank (2018) on Climate Change and Health menunjukkan bahwa perubahan iklim bisa menyebabkan 100 juta orang berada dalam kemiskinan ekstrim pada 2030.
Dengan meningkatnya permukaan air laut akibat pemanasan suhu global yang disebabkan peningkatan emisi karbon di bumi, Prof. Ir. Djoko Santoso Abi Suroso, PhD, Kepala Pusat Perubahan Iklim ITB, menyebut hal ini dapat mengakibatkan peningkatan kejadian bencana hidrometeorologi, di antaranya banjir, kekeringan, gerakan tanah (tanah longsor), angin puting beliung, abrasi, kenaikan muka air laut, dan wabah penyakit. Hal tersebut juga bisa dilihat dari rentan terendamnya pulau-pulau kecil dan daerah pesisir yang merupakan dataran rendah, saat terjadi peningkatan permukaan air laut.
Menurut Djoko Santoso, Indonesia dapat berperan dalam upaya mitigasi perubahan iklim, melalui sektor energi. Terutama melalui transisi sumber energi dari bahan bakar fosil dan batu bara menjadi sumber energi yang rendah emisi yang kita kenal sebagai energi baru dan terbarukan (EBT). Serta Energi Efisiensi dan juga Energi bersih (Gas Bumi).
Senada dengan Djoko Santoso, Pakar Komunikasi Hijau, Wimar Witoelar, juga mengatakan upaya mitigasi perubahan iklim di Indonesia dapat memaksimalkan potensi sumber daya air, terutama memanfaatkannya untuk energi terbarukan yang nirkarbon.
"Dengan keuntungan yang dimiliki sebagai negara kepulauan, kita dapat memaksimalkan potensi sumber daya air seperti gelombang air laut dan aliran air sungai untuk menghasilkan energi terbarukan yang sangat rendah emisi karbon,” kata dia yang juga pendiri Yayasan Perspektif Baru ini.
Indonesia memiliki potensi energi terbarukan sangat besar mencapai 442 Gigawatt (GW) dari arus laut, air, surya, bayu, bioenergi, dan panas bumi. Dari sumber arus laut sebesar 17,9 GW dan air mencapai 75 GW. Selain mendukung ketahanan energi, kehadiran energi terbarukan tersebut juga sangat penting untuk mengurangi emisi karbon yang memicu perubahan iklim.
Misalnya, PLTA Batang Toru berkapasitas 510 MW di Tapanuli Selatan, Sumatra Utara, diatur untuk berkontribusi pada pengurangan emisi karbon sekitar 1,6 juta ton per tahun atau setara dengan kemampuan 12 juta pohon menyerap karbon.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Sepatu Running Lokal Paling Juara: Harga Murah, Performa Berani Diadu Produk Luar
- 7 Bedak Padat yang Awet untuk Kondangan, Berkeringat Tetap Flawless
- 8 Mobil Bekas Sekelas Alphard dengan Harga Lebih Murah, Pilihan Keluarga Besar
- 5 Rekomendasi Tablet dengan Slot SIM Card, Cocok untuk Pekerja Remote
- 7 Rekomendasi HP Murah Memori Besar dan Kamera Bagus untuk Orang Tua, Harga 1 Jutaan
Pilihan
-
Pertemuan Mendadak Jusuf Kalla dan Andi Sudirman di Tengah Memanasnya Konflik Lahan
-
Cerita Pemain Keturunan Indonesia Han Willhoft-King Jenuh Dilatih Guardiola: Kami seperti Anjing
-
Mengejutkan! Pemain Keturunan Indonesia Han Willhoft-King Resmi Pensiun Dini
-
Kerugian Scam Tembus Rp7,3 Triliun: OJK Ingatkan Anak Muda Makin Rawan Jadi Korban!
-
Ketika Serambi Mekkah Menangis: Mengingat Kembali Era DOM di Aceh
Terkini
-
5 Body Lotion SPF Tinggi untuk Pria: Tidak Lengket, Cocok Buat Aktivitas Outdoor
-
5 Bedak Padat untuk Kulit Berminyak Usia 40 Tahun ke Atas, Ampuh Samarkan Garis Halus
-
7 Rekomendasi Sepatu Running Anak Lokal: Murah Kualitas Juara, Harga Mulai Rp100 Ribuan
-
5 Bedak Padat Wardah untuk Usia 30 Tahun ke Atas, Kulit Flawless Bebas Cakey
-
5 Cushion untuk Usia 50 Tahun yang Ramah Garis Penuaan
-
Anak Muda Indonesia Ini Tawarkan Model Bisnis Berbasis Kepercayaan dan Data
-
5 Shio Paling Beruntung dan Berlimpah Rezeki Besok 18 November 2025, Termasuk Kamu?
-
10 Bedak Padat untuk Tutupi Garis Penuaan Usia 50 Tahun ke Atas
-
Daftar Universitas dengan Jurusan IT Terbaik di Indonesia, PTN dan PTS
-
Dorongan Implementasi Bangunan Hijau untuk Infrastruktur Berkelanjutan di Indonesia