Suara.com - Saat ini, Indonesia menempati urutan ke-2 dunia dan ke-2 di Asia Tenggara sebagai negara dengan perkawinan anak tertinggi. Banyak yang mengira faktor agama menjadi penyebabnya. Terlebih dengan hebohnya kasus Aisha Wedding beberapa waktu lalu yang mempromosikan perkawinan anak usia 12 hingga 21 tahun dengan dalih ajaran agama. Namun, hasil penelitian membuktikan ternyata faktor agama bukanlah pendorong terbesar penyebab perkawinan anak.
Fakta ini diungkap Peneliti Koalisi Perempuan Indonesia, Dian Kartikasari, yang telah melakukan survei di Indonesia selama hampir 1 tahun, setelah pandemi Covid-19 menghantam hingga April 2021.
"Faktor agama itu cuma 1 persen, atau tepatnya 1,4 persen, bahwa orang mengawinkan anaknya dengan alasan agama ternyata faktor itu kecil sekali," ujar Dian saat menyampaikan paparannya dalam acara Plan Indonesia, Selasa (14/5/2021).
Survei dilakukan di 7 kabupaten dengan lokasi perkawinan anak tertinggi di Indonesia yaitu Sukabumi, Rembang, Lombok Barat, Lembata, Palu, Sigi, dan Donggala.
Hasilnya, alih-alih faktor agama, faktor sosial di masyarakat justru jadi penyebab terbesar terjadinya perkawinan anak, yaitu mencapai 28 persen.
"Karena tradisi desakan dari lingkungan supaya kawin di usia anak. Kemudian ada labeling kalau tidak laku dan perawan tua, itu yang mendorong perkawinan anak, termasuk cara komunitas melakukan tekanan," ungkap Dian.
Faktor terbesar kedua adalah faktor kesehatan yang angkanya mencapai 17 persen. Kata Dian, sangat sedikit sekali remaja yang sadar pentingnya kesehatan alat reproduksi yang dimilikinya.
Alhasil, saat ia terlibat pergaulan bebas dan melakukan seks di luar nikah, lantas terjadilah kehamilan yang tidak diinginkan. Faktor kehamilan ini, yang akhirnya jadi alasan anak perempuan harus dinikahkan.
Selanjutnya, faktor terbesar ketiga yaitu faktor keluarga dengan persentase mencapai 15 persen. Pola asuh yang seharusnya dilakoni anggota keluarga kepada anak dan remaja tidak jalan, yang akhirnya jadi 'penjerumus' dan membuat remaja harus melakoni pernikahan di bawah umur.
Baca Juga: Ini Dampak Negatif Perkawinan Anak yang Mungkin Terjadi
"Ada di antaranya anak-anak ditinggal orangtua pergi ke luar negari menjadi buruh imigran, dan dititipkan, yatim kemudian berpindah keluarga satu ke keluarga lain. Ada korban perceraian, yang akhirnya membuat mereka perlu keluar dari rumah melalui lembaga perkawinan," pungkas Dian.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Sepatu Running Lokal Paling Juara: Harga Murah, Performa Berani Diadu Produk Luar
- 7 Bedak Padat yang Awet untuk Kondangan, Berkeringat Tetap Flawless
- 8 Mobil Bekas Sekelas Alphard dengan Harga Lebih Murah, Pilihan Keluarga Besar
- 5 Rekomendasi Tablet dengan Slot SIM Card, Cocok untuk Pekerja Remote
- 7 Rekomendasi HP Murah Memori Besar dan Kamera Bagus untuk Orang Tua, Harga 1 Jutaan
Pilihan
-
Permintaan Pertamax Turbo Meningkat, Pertamina Lakukan Impor
-
Pertemuan Mendadak Jusuf Kalla dan Andi Sudirman di Tengah Memanasnya Konflik Lahan
-
Cerita Pemain Keturunan Indonesia Han Willhoft-King Jenuh Dilatih Guardiola: Kami seperti Anjing
-
Mengejutkan! Pemain Keturunan Indonesia Han Willhoft-King Resmi Pensiun Dini
-
Kerugian Scam Tembus Rp7,3 Triliun: OJK Ingatkan Anak Muda Makin Rawan Jadi Korban!
Terkini
-
5 Cara Agar Skincare Terserap Maksimal dan Kulit Tetap Lembap
-
ISRF 2025 Dorong Transisi Padi Rendah Emisi Lewat Kemitraan Global
-
Wajib Tahu! Cara Sederhana Ciptakan Ruangan Mindful dengan Aroma Baru yang Bikin Nagih
-
7 Parfum Unisex Lokal Aroma Sabun yang Bisa Dipakai Bersama Pasangan
-
Teras Main Indonesia, Ruang Belajar Nilai Pancasila Lewat Permainan Tradisional
-
5 Bedak Padat dengan SPF Mulai Rp20 Ribuan, Bikin Kulit Tetap Cerah dan Terlindungi
-
Bye-Bye Kulit Sensitif! Rahasia Skincare Menenangkan yang Bikin Kulit Bernapas Lega
-
5 Body Lotion SPF Tinggi untuk Pria: Tidak Lengket, Cocok Buat Aktivitas Outdoor
-
5 Bedak Padat untuk Kulit Berminyak Usia 40 Tahun ke Atas, Ampuh Samarkan Garis Halus
-
7 Rekomendasi Sepatu Running Anak Lokal: Murah Kualitas Juara, Harga Mulai Rp100 Ribuan