Suara.com - Berhubungan intim menjadi salah satu penyebab batalnya puasa. Sehingga, umat muslim dilarang melakukan hubungan intim saat masih berpuasa Ramadhan. Tetapi, ada loh waktu tertentu dibolehkan untuk melakukannya.
Dikutip dari situs NU Online, melakukan hubungan intim dengan suami atau istri saat bulan Ramadhan bisa segera dilakukan setelah berbuka puasa.
Tindakan itu pula yang terkadang dilakukan oleh salah satu sahabat Nabi bernama Abdullah bin Umar atau dikenal Ibnu Umar. Dalam kitab Siyar A’lam Nubala’ karya Imam al-Dzahabi diriwayatkan perkataan Ibnu Umar, "Aku diberikan sedikit (kenikmatan) hubungan intim yang setahuku tidak ada orang lain yang diberikan kenikmatan itu kecuali Rasulullah: Terkadang Ibnu Umar itu berbuka puasa dengan jimak".
Maksud perkataan Ibnu Umar di atas berkaitan dengan libidonya yang memang tinggi. Jadi, sangat wajar jika sewaktu-waktu ia berbuka puasa dengan langsung berhubungan intim dengan istrinya, tanpa menyantap takjil terlebih dahulu.
Al-Qadhi Husain menafsirkan, tidak menutup kemungkinan juga Ibnu Umar mencicipi makan-makanan terlebih dahulu saat berbuka puasa, baru kemudian berhubungan intim.
Demikian pula disebutkan Imam at-Tabrani dalam kitab al-Mujamul Kabir dari Muhammad ibn Sirin, "konon Ibnu Umar mengawali berbuka dengan jimak".
Hubungan intim atau jimak dengan pasangan yang sah merupakan salah satu ibadah yang bernilai sedekah dan bisa membersihkan hati sehingga mudah fokus untuk menjalankan ibadah lain, seperti shalat sunnah tarawih, tadarus, tahajud.
Nabi Muhammad bersabda terkait menggauli istri bernilai sedekah, "hubungan badan salah seorang di antara kalian adalah sedekah. Para sahabat berkata: Wahai Rasulullah, apakah dengan kami mendatangi istri kami dengan syahwat itu mendapatkan pahala? Beliau menjawab: Bukankah jika kalian bersetubuh pada yang haram, kalian mendapatkan dosa. Maka demikian juga jika kalian bersetubuh pada yang halal, tentu kalian akan mendapatkan pahala". [HR. Muslim 1674]
Al-Nawawi menjelaskan dalam Syarah Sahih Muslim, hadits ini menjadi dalil bahwa perkara mubah bisa bernilai ketaatan sebab niat. Hubungan intim bernilai ibadah apabila diniati memenuhi hak istri, menggaulinya dengan baik, berharap melahirkan anak salih, menjaga diri maupun istri terjerumus dari perbuatan tercela dengan melihat perkara haram, dan memikirkannya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Keluarga Bekas Senyaman Innova, Pas untuk Perjalanan Liburan Panjang
- 7 Rekomendasi Lipstik untuk Usia 40 Tahun ke Atas, Cocok Jadi Hadiah Hari Ibu
- 5 Mobil Kencang, Murah 80 Jutaan dan Anti Limbung, Cocok untuk Satset di Tol
- 5 Moisturizer Murah yang Mencerahkan Wajah untuk Ibu Rumah Tangga
- PSSI Tunjuk John Herdman Jadi Pelatih, Kapten Timnas Indonesia Berikan Komentar Tegas
Pilihan
-
Luar Biasa! Jay Idzes Tembus 50 Laga Serie A, 4.478 Menit Bermain dan Minim Cedera
-
4 Rekomendasi HP OPPO Murah Terbaru untuk Pengguna Budget Terbatas
-
Bank Sumsel Babel Dorong CSR Berkelanjutan lewat Pemberdayaan UMKM di Sembawa Color Run 2025
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
Terkini
-
5 Rekomendasi Parfum Aroma Cokelat untuk Rayakan Natal yang Hangat dan Mewah
-
6 Rekomendasi Tinted Sunscreen Lokal untuk No Makeup Makeup Look, Praktis dan Glowing!
-
8 Skincare Terbaik agar Kulit Sehat Anti Kusam
-
10 Kebiasaan Skincare yang Bisa Membuat Jerawat Muncul Lebih Parah
-
5 Sepatu Lari Hoka Diskon 50% di Sports Station, Akhir Tahun Makin Hemat
-
Sambut Natal dan Tahun Baru, Aryaduta Menteng Hadirkan Magical Festive Season
-
7 Rekomendasi Kado Hari Ibu, Spesial Peralatan Masak Estetik untuk Ibu Mertua
-
Bukan Tax On Location, Ini Arti Kata "Tol" yang Sebenarnya dan Sejarahnya di Indonesia
-
Resep Es Teler Creamy, Mudah Dibuat Sendiri di Rumah
-
Usia 50-an Sebaiknya Pakai Skincare Apa Saja? Ini Saran Dokter Kulit agar Awet Muda