Suara.com - Beberapa waktu lalu penyanyi Naura Ayu geram saat dilabeli memiliki aura magrib oleh netizen di akun TikTok miliknya.
Naura tercatat menjadi korban kesekian yang dinyinyiri oleh netizen memiliki aura maghrib.
Sebelumnya, sosok Fujianti Utami Putri atau yang lebih akrab disapa Fuji juga sempat mendapat cap serupa.
Istilah aura maghrib memang tengah jadi tren di media sosial yang dipakai untuk mengejek fisik seseorang.
Sebutan aura maghrib itu mengacu pada warna kulit seseorang yang cenderung gelap atau kerap diumpamakan serupa warna kulit sawo matang.
Bila ditarik dalam istilah yang lebih ilmiah, kedua public figure baik Naura Ayu maupun Fuji telah jadi korban colorisme.
Apa itu colorisme?
Colorisme bisa disebut sebagai bentuk kekerasan budaya.
Bila merujuk dari kamus Merriam Webster, colorisme didefinisikan sebagai prasangka atau diskriminasi terutama dalam kelompok ras atau etnis yang menyukai orang dengan kulit lebih terang ketimbang kulit yang gelap.
Baca Juga: Menaksir Omzet Bisnis Kuliner Frans Faisal, Nggak Heran Bisa Beli Rumah Mewah
Dalam buku A. Bagalini bertajuk What is Colourism and How can Skin Tone Bias Affect Your Career? Colorisme bisa terjadi tanpa memandang ras, ia bisa terjadi dalam satu ras yang sama atau bahkan yang berbeda.
Dalam colorisme ada kecenderungan orang yang berkulit lebih cerah akan terpilih atau mendapat keistimewaan meski rasnya sama.
Pada perkembangannya, gender pun terkadang turut berkait dengan colorisme karena terkait dengan penampilan fisik mengenai konstruksi sosial terhadap siapa yang lebih menarik, cantik berdasar dari warna kulit. Oleh karenanya perempuan kerap kali jadi yang terdampak dalam fenomena colorisme ini dibanding pria.
Dikutip dari Jurnal Dinamika Global Volume 7 No. 1, Juni 2022, munculnya pandangan terkait colorisme banyak dipengaruhi oleh kemunculan produk promosi iklan baik melalui baliho ataupun televisi, dimana banyak diantaranya yang memandang bahwa orang yang berkulit gelap harus berkulit putih untuk menjadi baik hingga mendapatkan perhatian orang lain.
Lewat kemunculan produk visual itu secara tidak sadar masyarakat didorong untuk memilih orang berkulit putih sebagai representasi posisi yang lebih tinggi di tengah lingkungannya.
Di kemudian hari, kecenderungan yang menganggap kulit putih lebih baik ketimbang kulit gelap ini memunculkan hegemoni kulit putih atau white hegemony.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Sepatu New Balance Diskon 70% Jelang Natal di Sports Station
- Analisis Roy Suryo Soal Ijazah Jokowi: Pasfoto Terlalu Baru dan Logo UGM Tidak Lazim
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
Pilihan
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
-
Breaking News! John Herdman Jadi Pelatih Timnas Indonesia, Tunggu Diumumkan
Terkini
-
Temuan 2025: Era Digital Ternyata Bikin Kita Makin Doyan Jajan
-
TMII Sambut Nataru dengan Konser Slank dan Ragam Aktivitas Budaya
-
5 Parfum Lokal Terbaik Wanita Usia 50 Tahun Wangi Elegan, Kado Spesial Hari Ibu
-
Festival Pop Culture jadi Ruang Ekspresi: Nonton Musik, Seni, dan Tari Cukup Satu Tiket
-
Petani Kediri Mulai Pakai Drone, Siap-Siap Menuju Pertanian Berkelanjutan
-
30 Contoh Ucapan Hari Ibu yang Menyentuh Hati: Bisa Dikirim ke Bunda atau Istri
-
6 Shio Paling Beruntung di Akhir Pekan 20 Desember 2025, Rezeki dan Mood Sama-Sama Naik
-
Bank Libur Natal Tanggal Berapa di Desember 2025?
-
5 Pilihan Model Sepatu Kanky yang Nyaman untuk Jalan Santai, Lari, dan Gaya Sehari-hari
-
4 Bedak Terbaik untuk Usia 40-an Hapus Kerutan dan Garis Halus, Cocok Jadi Kado Hari Ibu