Lifestyle / Female
Minggu, 21 September 2025 | 18:56 WIB
Ilustrasi strobo dan pengawalan patwal (Suara x Gemini)

Suara.com - Usai ramai gerakan “Stop Tot Tot Wuk Wuk” di jalan sebagai bentuk protes masyarakat terhadap maraknya penggunaan strobo dan sirine di jalan raya, Polda Metro Jaya akhirnya memberikan respons.

Sebelumnya, aksi ini muncul lantaran banyak pengendara menilai bahwa aksesori ini kerap dipakai tidak sesuai aturan sehingga mengganggu kenyamanan pengguna jalan lainnya.

“Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Pasal 135, hanya ada kendaraan tertentu yang mendapat hak prioritas. Kendaraan pribadi tidak termasuk,” ujar KBP Ojo Ruslani selaku Kasubdit Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya.

Jika Anda berpapasan dengan kendaraan yang menggunakan sirine atau strobo tidak pada tempatnya, masyarakat diperbolehkan untuk melapor ke pihak yang bertanggung jawab.

Sebelumnya, Jenderal Agus Subiyanto selaku Panglima TNI juga menyebut bahwa sirine hanya boleh disuarakan pada kondisi khusus.
“Untuk VVIP ya dalam konvoi itu kan ada aturan, itu boleh, kalau khusus untuk VVIP itu ada aturan,” ujar Agus usai acara TNI Fair dalam rangka HUT-80 TNI.

Lantas, bagaimana sebenarnya aturan penggunaan tot-tot wuk wuk alias patroli/pengawalan jalanan? Simak ulasan berikut untuk jawabannya.

Aturan Penggunaan Strobo dan Sirine

Anda perlu tahu bahwa penggunaan lampu isyarat (strobo / rotator) dan sirene pada kendaraan bermotor Indonesia diatur cukup jelas dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) serta peraturan pelaksananya. Berikut poin-pentingnya:

  • Pasal 59 UU 22/2009 menyebut bahwa untuk kepentingan tertentu, kendaraan bermotor dapat dilengkapi lampu isyarat dan/atau sirene. Lampu isyarat ini terdiri dari warna merah, biru, dan kuning.
  • Lampu isyarat warna merah atau biru plus sirene berfungsi sebagai tanda kendaraan bermotor yang memiliki hak utama di jalan. Lampu kuning (tanpa sirene) digunakan sebagai tanda peringatan bagi kendaraan lain.
  • Pasal 134 UU LLAJ menjabarkan kategori kendaraan yang mendapat hak utama tersebut. Contohnya: pemadam kebakaran, ambulans, kendaraan yang menolong kecelakaan, kendaraan pimpinan lembaga negara, iring-iringan jenazah, dan konvoi atau kendaraan tertentu menurut pertimbangan petugas kepolisian.
  • Pasal 135 UU 22/2009 menegaskan bahwa kendaraan yang mendapat hak utama harus dikawal oleh petugas Polri dan/atau menggunakan isyarat lampu merah atau biru dan bunyi sirene. 
  • Pasal 287 ayat (4) UU LLAJ menyatakan bahwa setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang melanggar ketentuan tentang penggunaan alat peringatan (sirene dan sinar/ lampu isyarat) dapat dipidana dengan kurungan paling lama satu bulan atau denda paling banyak Rp 250.000.

Sanksi Bagi Pelanggar Strobo

Baca Juga: Sirine-Strobo Polisi Kini Dilarang, Kang Maman: Moga Tak Ada Lagi 'Tet Tot Tet Tot' Menyebalkan Itu

Penggunaan strobo dan sirine tanpa izin bisa dikenakan sanksi hukum yang cukup tegas.

Berdasarkan Pasal 279 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), setiap orang yang memasang atau menggunakan perlengkapan kendaraan bermotor yang tidak sesuai ketentuan dapat dipidana dengan kurungan paling lama dua bulan atau denda hingga Rp500 ribu.

Selain itu, Pasal 287 ayat (4) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 juga menyebutkan bahwa pengendara yang menggunakan perlengkapan tidak sesuai peruntukan bisa dipidana dengan kurungan paling lama dua bulan atau denda maksimal Rp500 ribu.

Sanksi ini berlaku bagi pemilik mobil maupun sepeda motor pribadi yang kedapatan menggunakan lampu strobo atau sirine ilegal.

Anda juga perlu tahu bahwa polisi bisa langsung melakukan penindakan di tempat. Artinya, kendaraan yang melanggar bisa diberhentikan, lalu pemilik diminta untuk melepas perangkat tersebut.

Hal ini dilakukan agar tidak terjadi penyalahgunaan yang berpotensi merugikan pengguna jalan lain.

Load More