Lifestyle / Komunitas
Minggu, 28 September 2025 | 09:56 WIB
Ilustrasi Gen Z (Freepik.com/pressfoto)
Baca 10 detik
  • Gen Z dorong filantropi digital lewat wakaf.
  • Tren: gamifikasi, campaign tematik, transparansi.
  • Wakaf online dinilai sangat mudah, dampak kecil jadi besar.

 

Suara.com - Di tengah derasnya arus teknologi digital, gaya hidup Generasi Z ikut membentuk wajah baru dunia filantropi. Mereka adalah generasi digital native, lahir dan tumbuh dengan smartphone di tangan, akrab dengan dunia virtual sejak dini, dan terbiasa beradaptasi dengan perubahan. 

Hal ini menjadikan Gen Z memiliki potensi besar dalam menghidupkan kembali semangat filantropi Islam, khususnya wakaf, melalui cara yang lebih segar, modern, dan relevan.

Literasi Wakaf: Kunci Peradaban

Wakaf bukan sekadar ibadah sosial, tapi juga instrumen ekonomi yang mampu membangun peradaban.

Berdasarkan siaran pers Dompet Dhuafa, data Badan Wakaf Indonesia (BWI) menyebutkan, potensi wakaf tanah di Indonesia mencapai 420 ribu hektar, namun baru 30% yang produktif. 

Sementara itu, potensi wakaf uang diperkirakan mencapai Rp180 triliun per tahun, cukup untuk membangun ribuan sekolah, rumah sakit, hingga menopang jutaan UMKM.

Namun, tanpa literasi wakaf yang kuat, potensi besar ini bisa mandek. Di sinilah Gen Z berperan mereka perlu mengenal wakaf sejak dini, bukan sekadar sebagai konsep lama, melainkan sebagai gaya hidup berbagi yang relevan dengan masa kini.

Filantropi Ala Gen Z: Dari Nilai ke Aksi

Gen Z terkenal peduli dengan isu-isu sosial seperti lingkungan, kesehatan, dan pendidikan. Mereka tidak hanya ingin mendengar ceramah, tetapi ingin terlibat langsung.

Baca Juga: Asmara Gen Z Pecah Rekor! Gandeng Idol K-Pop XngHan, Sinetron Indonesia Go Internasional?

Selain itu, mencari pengalaman personal, dan melihat dampak nyata dari kontribusinya juga mereka nilai penting. Karena itu, model filantropi lama yang pasif tidak lagi efektif.

Tren baru yang kini digemari Gen Z antara lain:

  • Gamifikasi Filantropi: donasi dan wakaf dikemas seperti permainan, lengkap dengan level, badge, dan reward.
  • Campaign Tematik: program yang relevan dengan isu anak muda, misalnya pembangunan sekolah ramah lingkungan atau wakaf untuk kesehatan mental.
  • Transparansi Digital: laporan real-time, video distribusi, hingga live streaming membuat kepercayaan tumbuh.
  • Komunitas Online: gerakan kebaikan berbasis minat, mulai dari gamers yang bikin charity stream hingga komunitas musik yang galang dana untuk korban bencana.

Dengan cara ini, filantropi tidak lagi dipandang sebagai kewajiban semata, melainkan pengalaman kolektif yang menyenangkan sekaligus bermakna.

Teknologi: Katalisator Kebaikan

Hari ini, berwakaf bisa dimulai hanya dengan Rp10 ribu melalui platform digital. Prosesnya pun sangat sederhana.

Dimulai dari pilih jenis wakaf, tentukan nominal, lalu bayar lewat e-wallet atau transfer bank. Mudah, cepat, dan transparan, cocok dengan gaya hidup Gen Z yang serba praktis.

Dengan teknologi, kontribusi tidak lagi terbatas ruang dan waktu. Dimanapun dan kapanpun, Gen Z bisa ikut membangun sekolah, pesantren, rumah sakit, hingga mendukung UMKM.

Dari Sentuhan Jari ke Peradaban

Masa depan wakaf akan semakin cerah jika Gen Z terus dilibatkan. Meski hari ini mereka mungkin belum mapan secara ekonomi, kontribusi kecil yang konsisten akan memberi dampak masif.

Apalagi, dalam 10–20 tahun ke depan, merekalah yang akan menduduki posisi manajerial dan strategis.

Filantropi digital bukan hanya membantu pemerintah membangun bangsa, tetapi juga mengangkat marwah Islam sebagai agama yang rahmatan lil ‘alamin.

Dari sentuhan jari, akan lahir peradaban baru yang lebih sejahtera, adil, dan berkelanjutan.

Load More