Lifestyle / Komunitas
Minggu, 19 Oktober 2025 | 20:30 WIB
Ilustrasi orangtua dan anak (Pexels/Rodnae Productions)

Suara.com - Kasus tragis yang menimpa Timothy Anugerah Saputra, mahasiswa Universitas Udayana (Unud), Bali, menjadi tamparan keras bagi dunia pendidikan Indonesia.

Pada 15 Oktober 2025, mahasiswa semester VII jurusan Sosiologi ini ditemukan meninggal dunia setelah diduga melakukan bunuh diri dengan melompat dari lantai empat gedung FISIP Unud. 

Kabar tersebut mengguncang publik setelah beredar dugaan bahwa Timothy menjadi korban perundungan (bullying) oleh rekan-rekannya sendiri.

Tragedi ini membuka kembali pembahasan penting tentang bahaya bullying di lingkungan akademik, dan bagaimana peran keluarga menjadi kunci untuk mencegah anak tumbuh menjadi pelaku perundungan.

Kasus ini menjadi sorotan, khususnya fenomena anak-anak bisa berkomitmen menjadi seorang pembully. Bagaimana cara menghindarinya? Bagaimana orang tua belajar dari kasus Timothy UNUD dan belajar mencegah anak jadi pembully?

Dugaan Bullying yang Menimpa Timothy

Sebelum itu, perlu Anda ketahui dulu profil dan kronologi kejadian yang menimpa Timothy. Timothy adalah pemuda yang berasal dari Bandung dan lahir pada 25 Agustus 2003, dikenal sebagai pribadi yang ramah, santun, dan berprestasi.

Teman-teman sekelas menggambarkannya sebagai sosok lembut yang senang membantu. Namun, di balik keramahan itu, Timothy menyimpan luka batin akibat ejekan yang terus-menerus diterimanya.

Bullying yang dialami Timothy bermula dari percakapan di grup WhatsApp kampus. Ia sering menjadi bahan ejekan dan candaan yang merendahkan. Setelah tragedi itu terjadi, tangkapan layar percakapan menunjukkan betapa minimnya empati dari sebagian mahasiswa terhadapnya  bahkan beberapa masih bercanda setelah kepergiannya.

Baca Juga: Kekeyi Akui Kena Mental Fotonya Dijadikan Bahan Olokan Mahasiswa Unud: Sebegitu Buruknya Kah Saya?

Pagi itu, sekitar pukul 09.00 WITA, Timothy memutuskan mengakhiri hidupnya. Berita duka tersebut menyebar cepat dan mengundang keprihatinan luas. Kasus ini menunjukkan bahwa bullying, sekecil apa pun bentuknya, bisa meninggalkan luka mendalam dan berujung fatal.

Pihak kampus tidak tinggal diam. Pada 17 Oktober 2025, enam mahasiswa yang diduga terlibat dalam percakapan tidak pantas setelah kematian Timothy dikenai sanksi.

Empat di antaranya berasal dari Himpunan Mahasiswa Ilmu Politik (Himapol) FISIP Unud, yaitu Vito Simanungkalit, Muhammad Riyadh Alvitto Satriyaji Pratama, Maria Victoria Viyata Mayos, dan Anak Agung Ngurah Nanda Budiadnyana.

Sementara dua lainnya adalah Leonardo Jonathan Handika Putra dari BEM Fakultas Kelautan dan Perikanan serta Putu Ryan Abel Perdana Tirta dari DPM FISIP. Mereka dipecat dari organisasi mahasiswa dan mendapat sanksi akademik berupa penurunan nilai. Keenamnya juga diminta membuat video permintaan maaf terbuka sebagai bentuk tanggung jawab moral.

Langkah ini disambut positif publik sebagai bukti bahwa institusi pendidikan tidak boleh mentoleransi tindakan perundungan, baik secara langsung maupun verbal di media sosial.

Belajar dari Kasus Timothy Unud, Cara Mencegah Anak Jadi Pembully (freepik)

Pelajaran Penting untuk Orang Tua agar Anak Tak Jadi Pelaku Bullying

Kasus Timothy menjadi pengingat bahwa perundungan bukan hanya persoalan sekolah atau kampus, tetapi juga mencerminkan pola pendidikan di rumah. Anak-anak tidak tiba-tiba menjadi pelaku bully.

Mereka belajar dari lingkungan, cara orang dewasa bersikap, hingga bagaimana keluarga mengajarkan empati.

Berikut beberapa cara yang dapat dilakukan orang tua untuk mencegah anak tumbuh menjadi pelaku bullying.

1. Ajarkan Empati Sejak Dini

Anak yang memiliki empati tinggi cenderung lebih peka terhadap perasaan orang lain. Orang tua bisa melatih empati dengan mengajak anak berdiskusi tentang bagaimana perasaan orang lain ketika disakiti atau diejek.

Misalnya, “Bagaimana kalau kamu yang diperlakukan seperti itu?” Melatih empati juga bisa dilakukan lewat membaca cerita, menonton film bersama, atau kegiatan sosial yang mengasah kepedulian anak pada sesama.

2. Tanamkan Sikap Menghargai Perbedaan

Ajarkan anak untuk menghargai setiap orang, bahkan yang berbeda pandangan, suku, agama, atau penampilan. Jelaskan bahwa perbedaan adalah hal wajar dalam masyarakat, dan tidak boleh dijadikan bahan ejekan.

Sikap menghargai ini bisa dilatih dari hal sederhana, seperti tidak menertawakan teman yang berbicara dengan logat berbeda atau berpakaian tidak seperti kebanyakan.

3. Jangan Abaikan Perilaku Kasar di Rumah

Pertengkaran antara saudara kandung memang wajar, tetapi jika sudah disertai hinaan atau kekerasan fisik, orang tua harus segera menegur dan memberi pemahaman. Bila dibiarkan, anak bisa menganggap perilaku kasar itu normal dan terbawa ke lingkungan sekolah atau sosialnya.

4. Kenali Lingkungan Pertemanan Anak

Luangkan waktu untuk mengenal teman-teman anak. Orang tua bisa mengundang mereka ke rumah atau sekadar berbincang santai.

Dengan begitu, Anda bisa melihat bagaimana dinamika sosial di antara mereka. Jika ada tanda-tanda anak ikut dalam lingkaran perundungan, segera bimbing dengan lembut dan tanpa menghakimi.

5. Jelaskan Apa Itu Bullying

Anak perlu tahu bahwa bullying bukan sekadar bercanda. Jelaskan dengan bahasa yang mudah dipahami, misalnya, “Bullying itu saat seseorang sengaja membuat orang lain merasa sedih, malu, atau takut.”

Berikan contoh nyata, termasuk jelaskan pula bahwa perundungan di media sosial atau cyberbullying sama berbahayanya dengan kekerasan fisik. Dengan pemahaman tertentu, kita bisa mencegah anak jadi pembully. 

Demikian itu informasi cara mencegah anak jadi pembully. Kasus Timothy UNUD adalah tragedi yang menyentuh hati banyak orang. Namun di balik peristiwa ini semua orang dapat belajar untuk mencegah anak jadi pembully, tidak hanya mengajarkannya cara beradaptasi di lingkungan baru. 

Kontributor : Mutaya Saroh

Load More