Lifestyle / Food & Travel
Senin, 20 Oktober 2025 | 17:20 WIB
Ilustrasi Raja Ampat. [KKP]

Raja Ampat, sebuah archipelago yang terletak di ujung barat Papua. Destinasi wisata ini terkenal mendapat julukan sebagai "surga terakhir di bumi." 

Dilansir CNN, dengan kekayaan alam keanekaragaman hayati laut yang luar biasa dan lokasi yang relatif terpencil, tempat ini menawarkan pengalaman diving yang tak terlupakan.

Lebih dari 30 tahun yang lalu, Max Ammer, seorang warga Belanda yang memiliki minat besar pada sejarah.

Mendapat informasi dari tuan tanahnya yang merupakan seorang veteran perang mengenai pesawat Perang Dunia II yang terbenam di perairan Indonesia.

Informasi tersebut membawanya pada ekspedisi penyelaman selama empat bulan melalui berbagai pulau, sambil berbincang dengan nelayan setempat sepanjang perjalanan.

Dalam perjalanannya, satu lokasi menonjol lebih dari yang lain: Raja Ampat, yang terletak di Provinsi Papua Barat, Indonesia.

Raja Ampat terdiri dari sekitar 1.500 pulau dan merupakan bagian dari Jaringan Kawasan Lindung Laut yang mencakup lebih dari 4 juta hektar. 

Di dalamnya, Anda bisa menemukan lebih dari 1.600 spesies ikan dan sekitar 75% dari semua spesies karang yang dikenal di dunia. 

Keindahan alam ini telah menarik perhatian para penyelam dan pecinta alam dari seluruh dunia.

Baca Juga: Petualangan Seru di Jatim Park 2: Destinasi Wisata Wajib di Malang

"Ada begitu banyak daerah menawan dan ratusan taman karang yang memukau," ungkap Ammer. 

Kecintaannya terhadap keindahan alam dan masyarakat setempat mendorongnya untuk mendirikan Kri Eco Dive Resort pada tahun 1994, bertujuan untuk melatih penyelam lokal dan mengajak orang-orang menjelajahi "dunia akuatik yang masih alami." 

Sebuah resor di Teluk Sorido yang terletak tidak jauh dari situ kemudian dibangun, dengan kedua properti tersebut beroperasi di bawah perusahaan Papua Diving milik Ammer.

Salah satu inisiatif konservasi yang paling berhasil di dunia

Ilustrasi Raja Ampat. (Freepik)

Raja Ampat tidak selalu menjadi contoh sukses dalam konservasi, menunjukkan bahwa perubahan yang signifikan dapat dicapai dengan metode yang tepat.

"Sekitar 20 tahun yang lalu, Raja Ampat mengalami penurunan akibat praktik penangkapan ikan komersial yang tidak terkendali dan metode yang tidak berkelanjutan," ujar Meizani Irmadhiany, wakil presiden senior dan ketua eksekutif Konservasi Indonesia. 

Pada tahun 2004, Raja Ampat diintegrasikan ke dalam inisiatif Bentang Laut Kepala Burung Papua Barat, sebuah proyek yang bertujuan untuk merancang jaringan Kawasan Konservasi Perairan dengan dukungan dari konservator internasional serta pemerintah daerah. 

Proyek ini berfokus pada pelestarian sumber daya laut sambil memastikan ketahanan pangan dan manfaat ekonomi yang berkelanjutan bagi masyarakat setempat.

"Sejak inisiatif ini dimulai, populasi ikan telah pulih; perburuan liar oleh nelayan dari luar kawasan berkurang sekitar 90 persen; terumbu karang kembali sehat; dan ketahanan pangan serta penghidupan jangka panjang bagi masyarakat lokal semakin baik," ungkap Irmadhiany.

Mengajak masyarakat lokal untuk berperan aktif dalam upaya konservasi telah menjadi kunci keberhasilannya. 

Taman-taman tersebut mempekerjakan penduduk setempat untuk survei dan perlindungan kawasan, serta melestarikan pengetahuan dan praktik tradisional seperti "Sasi," yang mengisolasi area untuk pemulihan ekosistem.

"Kita harus mulai dari masyarakat dan memastikan solusi sesuai kebutuhan mereka. Tujuannya adalah mendukung komitmen mereka dalam melindungi lingkungan, sehingga solusi berkelanjutan dan bermanfaat bagi mereka serta keanekaragaman hayati," kata Irmadhiany.

Upaya ini membuahkan hasil. Awal tahun ini, Jaringan Taman Laut Raja Ampat, yang mencakup 10 kawasan lindung seluas lebih dari dua juta hektar, dianugerahi Penghargaan Taman Biru oleh Marine Conservation International dan didukung oleh PBB. 

Penghargaan ini mengakui taman laut yang memenuhi standar tertinggi untuk efektivitas konservasi.

Kamp pemotongan sirip hiu yang diubah menjadi resor berkelanjutan

Ilustrasi suasana Raja Ampat (freepik.com)

Marit Miners adalah salah satu pendiri Misool Eco Resort dan Misool Foundation, yang mengedepankan peran serta masyarakat lokal dalam menciptakan resor berkelanjutan. 

Hubungannya dengan Raja Ampat dimulai dari kisah cinta saat ia bertemu calon suaminya, Andrew, di Bangkok pada tahun 2005. Kunjungan pertamanya ke Raja Ampat mengubah hidupnya.

Meskipun terumbu karangnya indah, Miners kecewa karena tidak melihat hiu hidup akibat penangkapan ikan yang merusak. Hal ini mendorong mereka mendirikan Yayasan Misool dan Resort Misool untuk mendukung konservasi. 

Mereka bersepakat dengan masyarakat lokal untuk menjadikan kawasan tersebut zona larangan tangkap, melarang semua aktivitas penangkapan ikan.

Keberlanjutan menjadi prioritas operasional resor, dengan penggunaan panel surya, pengumpulan air hujan, dan kebun organik. Sejak 2007, biomassa ikan meningkat 250 persen dan populasi hiu pulih. 

Miners menekankan pentingnya keterlibatan masyarakat untuk keberhasilan berkelanjutan, karena lingkungan laut memerlukan kolaborasi jangka panjang.

Tanjung Kri dan lokasi-lokasi menarik lainnya yang harus dikunjungi di Raja Ampat

Ammer juga melihat perubahan positif di dua resor milik Papua Diving. Dua dekade lalu, Dr. Gerry Allen dari Conservation International mencatat 327 spesies ikan di Tanjung Kri, dan jumlah itu meningkat menjadi 374 spesies dalam satu penyelaman sepuluh tahun kemudian.

Dulu, banyak praktik merusak seperti penangkapan ikan dengan bom dan penebangan hutan marak di Raja Ampat,” kata Ammer. 

Kini, praktik-praktik tersebut perlahan-lahan diberantas dengan memberikan alternatif mata pencaharian kepada nelayan dan pekerja hutan.

Dua resort dibangun di bekas perkebunan kelapa, sehingga tidak merusak hutan perawan. Bangunan menggunakan material lokal, dan atap terbuat dari daun palem yang dibeli dari masyarakat setempat. 

Mereka juga merancang katamaran hemat bahan bakar yang sedang dikembangkan menjadi bertenaga listrik.

Dengan pusat konservasi dan penyelaman, sekitar 90 persen stafnya adalah penduduk lokal. Ammer menyebutkan bahwa tempat penyelamannya tak terhitung, dengan Cape Kri dan Sardines Reef menjadi sorotan, serta Taman Melissa yang dipenuhi terumbu karang indah.

Di atas air, Raja Ampat memiliki banyak pemandangan menakjubkan. "Airnya dipenuhi tonjolan kecil berbentuk jamur," kata Miners.

Ketam kelapa dan berbagai spesies burung juga sering terlihat, sementara hutan bakau berfungsi sebagai tempat pembibitan ikan. 

Terdapat pula jalur pendakian yang menawarkan pemandangan indah pulau-pulau karst dan laguna biru yang ikonik.

Luis Kabes, pemandu selam lokal di Papua Diving, menyarankan wisatawan untuk "mengunjungi desa setempat dan menghabiskan waktu di sekolah."

"Ceritakan tentang negaramu dan belajarlah dari kami. Berbagi makanan," ujar Kabes, yang berasal dari Desa Sawandarek di Pulau Batanta. Ia merasa bangga Raja Ampat kini terkenal dan senang menjadi pemandu selam.

Setelah tiga dekade di Raja Ampat dan mengunjungi lebih dari 400 lokasi pesawat Perang Dunia II, Ammer juga menekankan bahwa daya tarik terbesar adalah orang-orangnya.

"Interaksi Lah dengan mereka. Dimanapun, Anda mungkin akan jatuh cinta dan tidak ingin pulang." tambah Ammer.

Dengan keberagaman yang melimpah dan komitmen untuk melindungi lingkungan, Raja Ampat adalah destinasi yang wajib dikunjungi bagi siapa saja yang mencari keindahan alam yang belum terjamah.

Kontributor : Laili Nur Fajar Firdayanti

Load More