Lifestyle / Female
Kamis, 13 November 2025 | 13:06 WIB
Ribka Tjiptaning. [Suara.com/Lilis Varwati]

Selain kiprahnya di DPR, Ribka juga dikenal karena keberaniannya mengambil sikap berbeda. Salah satu yang paling diingat publik adalah saat ia menolak vaksinasi Covid-19 di awal pandemi.

Saat itu, ia menyatakan keraguannya terhadap vaksin dan mengingatkan agar pemerintah tidak menjadikan vaksin sebagai alat komersialisasi.

Ribka juga berasal dari keluarga bangsawan Jawa dan memiliki latar belakang sejarah yang terkait dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Hal ini membuat pandangan politiknya cenderung berpihak pada rakyat kecil dan kelompok yang tertindas.

Menolak Soeharto Jadi Pahlawan Nasional

Kontroversi terbaru yang melibatkan Ribka berawal dari keputusan pemerintah yang menetapkan Presiden Soeharto sebagai Pahlawan Nasional melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 116/TK/Tahun 2025.

Keputusan tersebut diumumkan oleh Presiden Prabowo Subianto di Istana Negara pada 10 November 2025, bersamaan dengan penganugerahan gelar kepada 10 tokoh lainnya.

Menanggapi keputusan itu, Ribka menyatakan penolakannya secara terbuka. Dalam pernyataannya di Sekolah Partai PDIP, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, pada 28 Oktober 2025, Ribka mengatakan tidak melihat alasan kuat bagi Soeharto untuk disebut pahlawan.

"Kalau pribadi, saya menolak keras. Apa sih hebatnya Soeharto sebagai pahlawan? Hanya bisa membunuh jutaan rakyat Indonesia," ujarnya.

Baca Juga: Profil Ribka Tjiptaning: Dokter Penulis 'Anak PKI', Kini Dipolisikan Usai Sebut Soeharto Pembunuh

Menurut Ribka, sebelum memberi gelar pahlawan, negara seharusnya terlebih dahulu meluruskan sejarah dan menyelesaikan dugaan pelanggaran HAM di masa pemerintahan Soeharto.

Ia menilai, tanpa ada kejelasan dan tanggung jawab hukum, gelar pahlawan justru bisa melukai perasaan korban dan keluarga mereka.

Pernyataan tersebut membuat Aliansi Rakyat Anti Hoaks (ARAH) merasa perlu mengambil langkah hukum. Koordinator ARAH, Iqbal, menyebut pernyataan Ribka dapat menyesatkan publik karena tidak disertai bukti hukum.

Mereka menyerahkan video pernyataan Ribka sebagai bukti kepada Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri.

Namun, karena tidak memiliki legal standing dari keluarga Soeharto, laporan tersebut diterima sebagai pengaduan masyarakat (Dumas), bukan laporan pidana.

Meski begitu, Ribka tampak tak gentar. Ia menanggapi laporan itu dengan santai dan menyatakan siap menghadapi proses hukum.

Load More