Suara.com - Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat Sri Sultan Hamengku Buwono X menyadari akan muncul pro-kontra di internal keraton maupun masyarakat, terkait sabda raja atau perintah raja yang dia keluarkan. Sabda Raja itu keluar 30 April dan 5 Mei kemarin.
"Saya sudah tahu dari awal akan menimbulkan pro dan kontra," kata Sultan usai melakukan penanaman bibit nyamplung di RPH Gubug Rubuh, Playen, Kabupaten Gunung Kidul, Kamis (7/5) lalu.
"Bagi saya berbeda tidak masalah, dan pasti ada masyarakat yang meminta klarifikasi terkait sabda raja itu," katanya.
Sultan HB X pada 30 April lalu mengeluarkan sabda raja yang berisi 5 hal. Di antaranya mengganti nama Buwono menjadi Bawono, serta menghapus gelar Kalifatullah.
Selanjutnya pada 5 Mei lalu Sultan kembali mengeluarkan sabda raja yang berisi penggantian nama putri pertama Sultan, Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Pembayun menjadi GKR Mangkubumi.
Hanya saja, adik Sri Sultan Hamengku Buwono X, Gusti Bendoro Pangeran Haryo Yudhaningrat mengharapkan isi dari sabda raja segera dibatalkan.
"Istilahnya, sudah keluar ludah, kemudian dijilat kembali, itu tidak apa-apa, tidak usah malu," kata GBPH Yudhaningrat di kediamannya di Dalem Yudhanegaran, Yogyakarta di hari yang sama.
Menurut Yudhaningrat, sabda raja yang dikeluarkan Sultan HB X pada 30 April dan 5 Mei 2015 telah menabrak paugeran atau aturan baku di Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.
"Aturan-aturan yang sudah kokoh malah diterjang. Ini menjadi mimpi buruk bagi kami," katanya.
Ia mencontohkan seperti penghapusan sebutan Kalifatullah dalam gelar Sultan, akan berakibat fatal, karena gelar tersebut sudah tersemat sejak Hamengku Buwono sebelumnya. Gelar itu memiliki fungsi pengingat bahwa selain menjadi pemimpin kerajaan Islam, juga sebagai imam untuk masyarakat Yogyakarta.
"Dengan Kalifatullah disematkan dalam gelarnya, dimaksudkan supaya menjadi pengingat bahwa dirinya itu sebagai pimpinan di Yogyakarta ini," kata dia.
Kemudian mengenai penggantian gelar putri pertama Sultan HB X, GKR Pembayun menjadi GKR Mangkubumi yang diduga ingin menjadikan putrinya itu sebagai penerus tahta, menurut Yudhaningrat juga tidak sesuai dengan paugeran. Sebab, selama ini, raja perempuan tidak dikenal dalam sejarah kerajaan Islam, termasuk Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.
"Kita tidak pernah kenal, tidak pernah kita harapkan, dan berlawanan dengan aturan pokok kekhalifahan Ngayogyakarta Hadiningrat," kata dia.
Oleh sebab itu, bersama adik-adik Sultan lainnya, dirinya ingin meluruskan, dan siap menerima sanksi atau risiko.
"Kalau ada sanksi, ya kami sudah siap, karena memang hidup ini penuh risiko," kata Yudhaningrat.
Berita Terkait
Terpopuler
Pilihan
-
Bank Sumsel Babel Dorong CSR Berkelanjutan lewat Pemberdayaan UMKM di Sembawa Color Run 2025
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
Terkini
-
Mubes NU Tegaskan Konflik Internal Tanpa Campur Pemerintah, Isu Daftarkan SK ke Kemenkum Mencuat
-
Jabotabek Mulai Ditinggalkan, Setengah Juta Kendaraan 'Eksodus' H-5 Natal
-
Mubes Warga NU Keluarkan 9 Rekomendasi: Percepat Muktamar Hingga Kembalikan Tambang ke Negara
-
BNI Bersama BUMN Peduli Hadir Cepat Salurkan Bantuan Nyata bagi Warga Terdampak Bencana di Sumatra
-
Relawan BNI Bergabung dalam Aksi BUMN Peduli, Dukung Pemulihan Warga Terdampak Bencana di Aceh
-
Pakar Tolak Keras Gagasan 'Maut' Bahlil: Koalisi Permanen Lumpuhkan Demokrasi!
-
Gus Yahya Ngaku Sejak Awal Inginkan Islah Sebagai Jalan Keluar Atas Dinamika Organisasi PBNU
-
Rais Aam PBNU Kembali Mangkir, Para Kiai Sepuh Khawatir NU Terancam Pecah
-
Puasa Rajab Berapa Hari yang Dianjurkan? Catat Jadwal Berpuasa Lengkap Ayyamul Bidh dan Senin Kamis
-
Doa Buka Puasa Rajab Lengkap dengan Artinya, Jangan Sampai Terlewat!