Juru Bicara KPK Febri Diansyah. (suara.com/Nickolaus Tolen)
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa 10 saksi terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi suap dengan tersangka Atase Imigrasi pada Kedutaan Besar RI di Kuala Lumpur, Malaysia, Dwi Widodo.
"Sejak 19 Januari 2017 dilakukan pemeriksaan terhadap 10 saksi yang berasal dari swasta dari enam perusahaan yang berbeda," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Rabu.
Menurut Febri, KPK akan melakukan pendalaman-pendalaman informasi terkait posisi karyawan yang memiliki keterkaitan dengan proses calling visa di Kuala Lumpur.
Berdasarkan jadwal pemeriksaan pada Rabu (8/2), KPK memanggil Hendra Suryono sebagai saksi dari Dwi Widodo terkait proses penerbitan paspor RI dan calling visa. Namun, kata Febri, yang bersangkutan tidak hadir dalam pemanggilan Rabu.
"Hendra ini pihak swasta, pegawai dari PT Trisula Mitra Sejahtera. Besok akan dijadwalkan ulang," ucap Febri.
Dwi Widodo ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi suap terkait proses penerbitan paspor RI dengan metode reach out tahun 2016 dan proses penerbitan calling visa tahun 2013-2016.
"Berdasarkan pengembangan penyelidikan, KPK menemukan bukti permulaan yang cukup adanya dugaan tindak pidana korupsi suap terkait proses penerbitan paspor RI dengan metode 'reach out' tahun 2016 dan proses penerbitan 'calling visa' tahun 2013-2016," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Selasa (7/2).
KPK menetapkan Atase Imigrasi pada Kedutaan Besar RI di Kuala Lumpur, Malaysia, Dwi Widodo sebagai tersangka kasus tersebut.
"DW selaku penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) yang menjabat atase imigrasi pada Kedubes RI di Kuala Lumpur yang diduga menerima suap Rp1 miliar dalam penerbitan paspor dengan metode 'reach out' dan penerbitan 'calling visa'," tambah Febri.
Dwi disangkakan pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal itu mengatur tentang pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya dengan hukuman minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun penjara serta denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
"Modus yang dilakukan tersangka adalah meminta pihak agen perusahaan atau makelar untuk memberikan sejumlah uang atas pembuatan paspor bagi Warga Negara Indonesia (WNI) di Malaysia yang hilang atau rusak yang diterbitkan melalui metode 'reach out' dan melakukan pungutan yang melebihi tarif resmi terkait penerbitan 'calling visa'," ungkap Febri.
Dwi juga diduga meminta kepada pihak agen yang menjadi kuasa atau penjamin warga negara asing (WNA) untuk mengirimkan sejumlah uang ke rekening pribadinya sebagai imbalan atas bantuan yang diberikannya.
Menurut Febri, pungutan liar (pungli) berupa pembuatan paspor yang hilang atau rusak bagi WNI di Malaysia itu memiliki dua cara yaitu pertama melalui mekanisme biasa di mana pemohon paspor datang langsung ke KBRI pada hari dan jam kerja, atau kedua melalui mekanisme "reach out" yaitu pihak imigrasi KBRI yang mendatangi pemohon di lokasi yang berada di luar KBRI. "Reach Out" ini dilakukan di luar hari dan jam kerja.
"Terkait permohonan penerbitan 'calling visa' yang membuat persetujuan bagi WNA untuk melakukan perjalanan ke wilayah Indonesia. Dalam penerbitan visa ada beberapa negara yang termasuk kategori rawan, antara lain Afghanistan, Nigeria, Niger, Kamerun, Pakistan dan Somalia sehingga WNA dari negara-negara tersebut harus mengajukan 'calling visa' untuk bisa masuk ke Indonesia," jelas Febri.[Antara]
Tag
Komentar
Berita Terkait
Terpopuler
- Rhenald Kasali di Sidang ASDP: Beli Perusahaan Rugi Itu Lazim, Hakim Punya Pandangan Berbeda?
- 19 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 5 Oktober: Ada 20.000 Gems dan Pemain 110-113
- Beda Pajak Tahunan Mitsubishi Destinator dan Innova Reborn, Lebih Ringan Mana?
- 3 Shio Paling Beruntung Pekan Kedua 6-12 Oktober 2025
- Jadwal dan Lokasi Penukaran Uang Baru di Kota Makassar Bulan Oktober 2025
Pilihan
-
Seruan Menggetarkan Patrick Kluivert Jelang Timnas Indonesia vs Arab Saudi
-
Perbandingan Spesifikasi vivo V60 Lite 4G vs vivo V60 Lite 5G, Kenali Apa Bedanya!
-
Dana Transfer Dipangkas, Gubernur Sumbar Minta Pusat Ambil Alih Gaji ASN Daerah Rp373 T!
-
Menkeu Purbaya 'Semprot' Bobby Nasution Cs Usai Protes TKD Dipotong: Perbaiki Dulu Kinerja Belanja!
-
Para Gubernur Tolak Mentah-mentah Rencana Pemotongan TKD Menkeu Purbaya
Terkini
-
Hotman 'Skakmat' Kejagung: Ahli Hukum Ungkap Cacat Fatal Prosedur Penetapan Tersangka
-
4 Fakta Korupsi Haji: Kuota 'Haram' Petugas Hingga Jual Beli 'Tiket Eksekutif'
-
Teror Bom Dua Sekolah Internasional di Tangesel Hoaks, Polisi: Tak Ada Libur, Belajar Normal!
-
Hotman Paris Singgung Saksi Ahli Kubu Nadiem: 'Pantas Anda Pakai BMW Sekarang, ya'
-
LMS 2025: Kolaborasi Global BBC Ungkap Kisah Pilu Adopsi Ilegal Indonesia-Belanda
-
Local Media Summit 2025: Inovasi Digital Mama dan Magdalene Perjuangkan Isu Perempuan
-
KPK Bongkar Modus 'Jalur Cepat' Korupsi Haji: Bayar Fee, Berangkat Tanpa Antre
-
Saksi Ahli Pidana Kubu Nadiem Beberkan Empat Syarat Penetapan Tersangka
-
Ayahnya Korupsi Rp26 Miliar, Anak Eks Walkot Cirebon Terciduk Maling Sepatu di Masjid
-
Buntut Tragedi Ponpes Al Khoziny, Kementerian PU Audit Bangunan Pesantren Tua di Berbagai Provinsi