Suara.com - Pakar Ilmu Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Nur Rachmat Yuliantoro berpendapat perubahan status Kota Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel hanya sebatas diakui oleh Amerika Serikat dengan Israel.
Banyak negara, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), bahkan Departemen Luar Negeri dan Departemen Pertahanan AS yang telah memperingatkan Presiden Trump soal perubahan status tersebut, tetapi ia tidak mendengarkan, kata Rachmat saat dihubungi di Jakarta, Sabtu (9/12/2017).
Israel mengklaim secara sepihak bahwa Yerusalem Barat adalah ibu kota mereka, sementara Yerusalem Timur adalah bagian kota yang diinginkan oleh negara Palestina sebagai ibu kota.
Ia menjelaskan, kota tersebut sesungguhnya secara efektif dikuasai oleh Israel meskipun dunia menghendaki Yerusalem di bawah pengawasan bersama masyarakat internasional.
Namun dengan pengakuan AS ini maka seluruh Yerusalem dianggap sebagai ibu kota Israel dan hal ini mementahkan proses perdamaian dan usulan "dua negara" yang selama ini diusahakan.
"Tapi dengan sikap Trump tersebut, dari sini mungkin hanya Israel dan AS yang percaya bahwa Yerusalem, dan bukannya Tel Aviv, adalah ibu kota Israel," kata Rachmat.
Menyikapi hal tersebut, sejumlah negara besar seperti Cina, Rusia, Iran, dan Turki pada Rabu (6/12/2017) mengecam rencana Amerika Serikat untuk memindahkan kantor kedutaan mereka ke Yerusalem.
Pengakuan Trump terhadap klaim sepihak Israel atas status Yerusalem merupakan pembalikan arah kebijakan lama AS yang sebelumnya selalu menyatakan bahwa status kota tua itu harus diputuskan melalui perundingan dengan Palestina, yang menuntut Yerusalem Timur sebagai ibu kota masa depan mereka.
Sementara itu, Pemerintah Indonesia meminta Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) segera bersidang untuk membahas keputusan AS, yang secara sepihak mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
"Pemerintah Indonesia meminta PBB untuk segera bersidang serta menyikapi pengakuan sepihak Amerika Serikat," kata Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan Bogor, Kamis (7/12/2017).
Didampingi sejumlah Menteri Kabinet Kerja dan Staf Khusus Presiden, ia menyatakan bahwa dalam beberapa hari ini Pemerintah Indonesia telah berkomunikasi dengan negara-negara Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) untuk mendiskusikan kejadian tersebut. (Antara)
Berita Terkait
Terpopuler
- 2 Cara Menyembunyikan Foto Profil WhatsApp dari Orang Lain
- Omongan Menkeu Purbaya Terbukti? Kilang Pertamina di Dumai Langsung Terbakar
- Selamat Tinggal Timnas Indonesia Gagal Lolos Piala Dunia 2026, Itu Jadi Kenyataan Kalau Ini Terjadi
- Jemput Weekend Seru di Bogor! 4 Destinasi Wisata dan Kuliner Hits yang Wajib Dicoba Gen Z
- 6 Ramalan Shio Paling Beruntung di Akhir Pekan 4-5 Oktober 2025
Pilihan
-
Getol Jualan Genteng Plastik, Pria Ini Masuk 10 Besar Orang Terkaya RI
-
BREAKING NEWS! Maverick Vinales Mundur dari MotoGP Indonesia, Ini Penyebabnya
-
Harga Emas Terus Meroket, Kini 50 Gram Dihargai Rp109 Juta
-
Bursa Saham 'Pestapora" di Awal Oktober: IHSG Naik, Transaksi Pecahkan Rekor
-
165 Kursi Komisaris BUMN Dikuasai Politisi, Anak Buah Prabowo Merajai
Terkini
-
Ketimbang Berpolemik, Kubu Agus Diminta Terima SK Mardiono Ketum PPP: Digugat pun Bakal Sia-sia?
-
Bima Arya: PLBN Sebatik Harus Mampu Dongkrak Ekonomi Masyarakat Perbatasan
-
Jangan Lewatkan! HUT ke-80 TNI di Monas Ada Doorprize 200 Motor, Makanan Gratis dan Atraksi Militer
-
Menhan Bocorkan Isi Pertemuan Para Tokoh di Rumah Prabowo, Begini Katanya
-
Efek Revisi UU TNI? KontraS Ungkap Lonjakan Drastis Kekerasan Aparat, Papua Jadi Episentrum
-
Ajudan Ungkap Pertemuan 4 Mata Jokowi dan Prabowo di Kertanegara, Setelah Itu Pamit
-
SK Menkum Sahkan Mardiono Ketum, Muncul Seruan Rekonsiliasi: Jangan Ada Tarik-Menarik Kepentingan!
-
Jokowi Sambangi Prabowo di Kertanegara Siang Tadi Lakukan Pertemuan Hampir 2 Jam, Bahas Apa?
-
Catatan Hitam KontraS di HUT TNI: Profesionalisme Tergerus, Pelibatan di Urusan Sipil Kian Meluas!
-
SDA Jamin Jakarta Tak Berpotensi Banjir Rob pada Bulan Ini, Apa Alasannya?