Komisi Pemberantasan Korupsi menahan mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional Syafruddin Arsyad Temenggung [suara.com/Nikolaus Tolen]
Komisi Pemberantasan Korupsi menahan mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional Syafruddin Arsyad Temenggung. Syafruddin ditahan setelah menjalani pemeriksaan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia kepada Bank Dagang Nasional Indonesia.
Keluar dari gedung KPK, Syafruddin mengenakan rompi tahanan KPK yang berwarna orange. Dia mengaku penetapan dirinya sebagai tersangka tidak melalui pertimbangan yang lengkap terkait penerbitan surat Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham kepada Sjamsul Nursalim oleh BPPN. Syamsul Nursalim adalah pemilik BDNI.
"Pada hari ini saya diperiksa KPK dan dari proses pemeriksaan tadi, saya menilai penetapan tersangka oleh KPK belum sepenuhnya mempertimbangkan semua fakta-fakta penting berkaitan dengan penerbitan Surat PKPS kepada SN oleh BPPN," kata Syafruddin usai diperiksa di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (21/12/2017).
Penyidik KPK pernah memeriksa Syafruddin menjadi tersangka pada tanggal 30 Oktober 2017. Namun, saat itu KPK tak langsung menahan Syafruddin lantaran masih fokus pada penguatan dokumen yang sudah didapatkan sebelumnya.
Terkait kasus ini, KPK sudah menerima hasil audit investigatif Badan Pemeriksa Keuangan terkait kerugian negara yang diakibatkan oleh kasus tersebut. BPK menemukan kerugian negara dari kebijakan tersebut adalah Rp4,58 triliun dari total kewajiban penyerahan aset oleh obligor BLBI kepada BPPN sebesar Rp4,8 triliun
Menurut hasil audit investigatif BPK, disimpulkan, adanya indikasi penyimpangan dalam pemberian SKL pada BDNI, yaitu: SKL tetap diberikan walaupun belum menyelesaikan kewajiban atas secara keseluruhan. Nilai Rp4,8 triliun terdiri dari: Rp1,1 triliun yang dinilai suistanable dan ditagihkan kepada petani tambak, sedangkan Rp3,7 triliun tidak dilakukan pembahasan dalam proses restukturisasi yang menjadi kewajiban obligor yang belum ditagihkan.
Dari nilai Rp1,1triliun itu kemudian dilelang oleh Pusat Pemulihan Aset dan didapatkan Rp220 miliar. Sementara sisanya Rp4,58 triliun menjadi kerugian negara.
Sebelumnya, KPK menduga kerugian negara yang disebab kan oleh kasus BLBI hanya Rp3,7 triiun. Namun, ternyata angka tersebut bertambah 0,88 triliun sehingga menjadi Rp4,58 triliun.
Dalam kasus ini KPK baru menetapkan Syafruddin sebagai tersangka. Dia diduga menyalahgunakan kewenangan terkait penerbitan SKL tersebut.
Perbuatan Syafruddin juga diduga menguntungkan sejumlah pihak dan merugikan keuangan negara mencapai Rp4,58 triliun. Akibat perbuatannyan dia disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) kesatu KUHP.
Keluar dari gedung KPK, Syafruddin mengenakan rompi tahanan KPK yang berwarna orange. Dia mengaku penetapan dirinya sebagai tersangka tidak melalui pertimbangan yang lengkap terkait penerbitan surat Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham kepada Sjamsul Nursalim oleh BPPN. Syamsul Nursalim adalah pemilik BDNI.
"Pada hari ini saya diperiksa KPK dan dari proses pemeriksaan tadi, saya menilai penetapan tersangka oleh KPK belum sepenuhnya mempertimbangkan semua fakta-fakta penting berkaitan dengan penerbitan Surat PKPS kepada SN oleh BPPN," kata Syafruddin usai diperiksa di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (21/12/2017).
Penyidik KPK pernah memeriksa Syafruddin menjadi tersangka pada tanggal 30 Oktober 2017. Namun, saat itu KPK tak langsung menahan Syafruddin lantaran masih fokus pada penguatan dokumen yang sudah didapatkan sebelumnya.
Terkait kasus ini, KPK sudah menerima hasil audit investigatif Badan Pemeriksa Keuangan terkait kerugian negara yang diakibatkan oleh kasus tersebut. BPK menemukan kerugian negara dari kebijakan tersebut adalah Rp4,58 triliun dari total kewajiban penyerahan aset oleh obligor BLBI kepada BPPN sebesar Rp4,8 triliun
Menurut hasil audit investigatif BPK, disimpulkan, adanya indikasi penyimpangan dalam pemberian SKL pada BDNI, yaitu: SKL tetap diberikan walaupun belum menyelesaikan kewajiban atas secara keseluruhan. Nilai Rp4,8 triliun terdiri dari: Rp1,1 triliun yang dinilai suistanable dan ditagihkan kepada petani tambak, sedangkan Rp3,7 triliun tidak dilakukan pembahasan dalam proses restukturisasi yang menjadi kewajiban obligor yang belum ditagihkan.
Dari nilai Rp1,1triliun itu kemudian dilelang oleh Pusat Pemulihan Aset dan didapatkan Rp220 miliar. Sementara sisanya Rp4,58 triliun menjadi kerugian negara.
Sebelumnya, KPK menduga kerugian negara yang disebab kan oleh kasus BLBI hanya Rp3,7 triiun. Namun, ternyata angka tersebut bertambah 0,88 triliun sehingga menjadi Rp4,58 triliun.
Dalam kasus ini KPK baru menetapkan Syafruddin sebagai tersangka. Dia diduga menyalahgunakan kewenangan terkait penerbitan SKL tersebut.
Perbuatan Syafruddin juga diduga menguntungkan sejumlah pihak dan merugikan keuangan negara mencapai Rp4,58 triliun. Akibat perbuatannyan dia disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) kesatu KUHP.
Komentar
Terpopuler
- 7 Serum Vitamin C yang Bisa Hilangkan Flek Hitam, Cocok untuk Usia 40 Tahun
- 5 Mobil Diesel Bekas Mulai 50 Jutaan Selain Isuzu Panther, Keren dan Tangguh!
- Sunscreen untuk Usia 50-an Sebaiknya SPF Berapa? Cek 5 Rekomendasi yang Layak Dicoba
- Harta Kekayaan Abdul Wahid, Gubernur Riau yang Ikut Ditangkap KPK
- 5 Mobil Eropa Bekas Mulai 50 Jutaan, Warisan Mewah dan Berkelas
Pilihan
-
Jusuf Kalla Peringatkan Lippo: Jangan Main-Main di Makassar!
-
Korban PHK Masih Sumbang Ratusan Ribu Pengangguran! Industri Pengolahan Paling Parah
-
Cuma Mampu Kurangi Pengangguran 4.000 Orang, BPS Rilis Data yang Bikin Kening Prabowo Berkerut
-
Rugi Triliunan! Emiten Grup Djarum, Blibli PHK 270 Karyawan
-
Angka Pengangguran Indonesia Tembus 7,46 Juta, Cuma Turun 4.000 Orang Setahun!
Terkini
-
Siswa 13 Tahun Tewas di Sekolah Internasional Gading Serpong, Diduga Jatuh dari Lantai 8
-
Soeharto, Gus Dur dan Marsinah Penuhi Syarat Terima Gelar Pahlawan, Ini Penjelasan Fadli Zon
-
Jejak Digital Budi Arie Kejam: Dulu Projo Pro Jokowi, Kini Ngeles Demi Gabung Prabowo
-
Bau Busuk RDF Rorotan Bikin Geram! Ribuan Warga Ancam Demo Balai Kota, Gubernur Turun Tangan?
-
Terbukti Langgar Etik, MKD DPR Nonaktifkan Nafa Urbach, Eko Patrio, dan Ahmad Sahroni Tanpa Gaji
-
Angka Pengangguran di Jakarta Tembus 330 Ribu Orang, BPS Klaim Menurun, Benarkah?
-
Sebut Usulan Gelar Pahlawan Absurd, Koalisi Sipil: Soeharto Simbol Kebengisan Rezim Orba
-
Cegah Penyalahgunaan, MKD Pangkas Titik Anggaran Reses Anggota DPR Menjadi 22
-
Sanjungan PSI Usai Prabowo Putuskan Siap Bayar Utang Whoosh: Cerminan Sikap Negarawan Jernih
-
Rumah Dijarah, MKD Pertimbangkan Keringanan Hukuman untuk Sahroni, Eko Patrio, dan Uya Kuya