Suara.com - Amerika Serikat kekinian tengah menghadapi dua masalah besar. Krisis kesehatan akibat Covid-19, dan krisis kemanusiaan yang berujung aksi demonstrasi kematian George Floyd.
Para ahli menilai, kombinasi dua masalah itu bisa berjung pada suatu yang mengerikan: aksi demonstrasi besar-besaran tanpa mematuhi social distancing dikhawatirkan dapat meningkatkan risiko penyebaran Covid-19.
"Ini adalah hal terburuk yang mungkin terjadi," kata Dr. Howard Markel, pakar pandemi dan direktur Pusat Sejarah Kedokteran di University of Michigan dikutip dari The Guardian, Kamis (4/6/2020).
"Sulit untuk mengetahui berapa banyak dari orang-orang itu yang merupakan penderita Covid-19 tanpa gejala. Itu benar-benar menakutkan."
Selain tak mematuhi jarak sosial, beberapa faktor lain yang dinilai dapat mempercepat penyebaran virus Corona adalah keterbatasan penggunaan masker serta taktik polisi yang kerap menembakkan gas air mata.
Dalam situasi saat ini, para demonstran tak terlalu memikirkan ancaman infeksi lantaran punya tujuan lain untuk perubahan sosial dan menuntut keadilan atas aksi rasial.
Namun, aksi bela kaum minoritas disebut Dr. Rhea Boyd, juga memiliki risiko lain yakni meningkatnya kasus infeksi virus Corona yang telah terbukti sangat berdampak pada masyarakat miskin.
"Protes menyelamatkan jiwa orang kulit hitam di negara ini," kata Dr Rhea Boyd, dokter anak dan master kesehatan masyarakat dalam kebijakan kesehatan minoritas.
"Meskipun berada di jalanan meningkatkan risiko Anda dari infeksi Covid-19. Kita semua tahu bahwa risiko memang ada.”
Baca Juga: Ditularkan Pembeli, 2 Pedagang Pasar Tos 3000 Positif Corona
Kematian pria afro-afrika bernama George Floyd telah menimbulkan aksi protes besar-besaran baik diberbagai wilayah Amerika Serikat maupun negara lain seperti Prancis.
Di sisi lain, kasus infeksi Covid-19 nyatanya belum mengalami penurunan signifikan, terkhusus di Amerika Serikat yang kekinian menjadi episentrum wabah Sars-CoV-2.
Merujuk worldometers.info, Amerika Serikat masih menjadi negara teratas dengan jumlah infeksi virus Corona tertinggi.
Hingga Kamis (4/6/2020), terdapat sekitar 1,9 juta kasus infeksi di mana 109.142 orang Amerika Serikat dinyatakan meninggal dunia.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 7 Rekomendasi HP RAM 12GB Rp2 Jutaan untuk Multitasking dan Streaming
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- BRI Market Outlook 2026: Disiplin Valuasi dan Rotasi Sektor Menjadi Kunci
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
-
50 Harta Taipan RI Tembus Rp 4.980 Triliun, APBN Menkeu Purbaya Kalah Telak!
Terkini
-
Merak Siap Layani Kebutuhan EV Selama Nataru, PLN Pastikan SPKLU dan Petugas Siaga 24 Jam
-
Kesaksian Ridwan saat Pasar Induk Kramat Jati Terbakar: Ada Ledakan, Diduga dari Toko Plastik
-
Imbas Kebakaran di Pasar Induk, Empat Rute TransJakarta Terdampak
-
KPK Panggil Zarof Ricar sebagai Saksi Kasus TPPU Hasbi Hasan
-
Ledakan Terdengar Dua Kali, Pasar Induk Kramat Jati Kebakaran Pagi Ini
-
Tiket Kereta Nataru 2025 Diserbu, Catat Tanggal Terpadatnya
-
DPRD DKI Galang Rp 359 Juta untuk Korban Bencana Sumatra
-
12 Orang Tewas dalam Penembakan Massal Saat Perayaan Hanukkah di Australia
-
Menperin Dorong Industri Berubah Total, Targetnya Zero Waste dan Efisiensi Tinggi
-
Akses Bireuen-Aceh Tengah Kembali Tersambung, Jembatan Bailey Teupin Mane Resmi Rampung