Suara.com - Tuntutan hukuman mati dalam kasus mega korupsi PT Asabri terhadap terdakwa Heru Hidayat menuai respon dari berbagai pihak. Salah satunya adalah Pakar Hukum Universitas Gajah Mada (UGM), Muhammad Fatahillah Akbar.
Akbar menegaskan bahwa jaksa telah terjebak pada frasa ‘keadaan tertentu’ dalam kasus korupsi PT Asabri. Dan hal tersebut menjadi sangat penting untuk dipertanyakan. Pasalnya tindak pidana korupsi yang dituduhkan pada Heru Hidayat tidak dalam kondisi darurat seperti bencana nasional atau krisis moneter.
“Dalam kasus Heru Hidayat pertanyaan terbesarnya adalah apakah terpenuhi ‘keadaan tertentu’. Padahal kasus PT Asabri ini ada kaitannya dana bencana, krisis, dan dana penanggulangan korupsi,” ujar Akbar ditulis Senin (13/12/2021).
Sehingga menurutnya pasal tersebut tak dapat diterapkan di kasus ini. Selain itu kata dia, jika dijatuhkan tuntutan mati Heru seyogyanya tidak perlu lagi membayar uang pengganti yang dibebankan padanya.
“Pada dasarnya kalau fokus utama jaksa adalah aset recovery, maka seharusnya tidak memilih tuntutan pidana mati,” katanya.
Akbar juga meyakini tuntutan tersebut tidak akan diterima oleh Hakim.
”Saya kok masih yakin majelis hakim akan memutuskan secara arif dan bijaksana,” ucapnya.
Lebih lanjut ia mengatakan bahwa dalam Pasal 182 ayat (4) KUHAP terdapat ketentuan bahwasanya hakim sebelum mengambil keputusan mengadakan musyawarah terakhir.
Adapun musyawarah tersebut harus didasarkan pada surat dakwaan dan segala sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan di sidang.
Baca Juga: Hukuman Mati Tidak Membangun Peradaban Hukum yang Berkelanjutan
“Jika melihat syarat musyawarah hakim dalam Pasal 182 KUHAP harus didasarkan pada dakwaan dan pembuktian saja. Sebagaimana kita tahu, tuntutan hukuman mati tidak ada dalam dakwaan jaksa bukan?” ujar Akbar.
Menurut Jaksa Penuntut Umum (JPU) Heru Hidayat telah terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 yang diubah menjadi UU No. 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Serta Pasal 55 ayat (1) pertama KUHP dan kedua primair Pasal 3 Undang-undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Sehingga JPU menuntut terdakwa dengan pidana mati. Selain itu, terdakwa diberi hukuman membayar uang pengganti sejumlah Rp 12.643.400.946.226,00 dalam waktu satu bulan. Jika uang ini tidak diganti sesuai waktu yang telah ditentukan, maka Jaksa akan menyita serta melelang harta benda yang dimiliki sebagai uang pengganti.
Sebelumnya, mantan wakil ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang menegaskan, solusi dari persoalan hukuman mati yang kontroversial dalam tindak pidana korupsi PT Asabri adalah dengan memaksimalkan hukuman penahanan atau penjara seumur hidup. Bahkan bila ada di dalam hukum positif Indonesia, kalau perlu para koruptor itu dipenjara 100 tahun saja, namun tidak ada opsi untuk hukuman mati dalam penegakan hukum terkait kasus tipikor.
“Masih banyak opsi penghukuman lain. Detail setiap kasus korupsi dalam hal persekongkolan kelompok dan peran siapapun harus dituntaskan. Tidak ada pembenaran penjara penuh, restorative justice dan lainnya. Kalau mau sustain memberantas korupsi, tidak ada cara lain kecuali dengan pendekatan kompleks yang mengadili siapapun, besar atau kecil yang dicuri. Jadi bukan dengan pendekatan hukuman mati agar orang berhenti korupsi karena nilainya besar, misalnya,” ucap Saut.
Diketahui ancaman pidana mati pada kasus Asabri dianggap tidak efektif, pasalnya negara-negara di Eropa, seperti Skandinavia, yang tingkat korupsinya sangat rendah. Ternyata bukan karena adanya ancaman atau penerapan hukuman mati, namun disebabkan oleh praktik hukum yang bagus dan pembenahan sistem lebih baik.
Berita Terkait
Terpopuler
- Erick Thohir Umumkan Calon Pelatih Baru Timnas Indonesia
- 4 Daftar Mobil Kecil Toyota Bekas Dikenal Ekonomis dan Bandel buat Harian
- 5 Lipstik Transferproof untuk Kondangan, Tidak Luntur Dipakai Makan dan Minum
- 5 Rekomendasi Sepatu Running Selevel Adidas Adizero Versi Lokal, Lentur dan Kuat Tahan Beban
- 5 Rekomendasi Bedak Tabur untuk Usia 50-an, Bikin Kulit Halus dan Segar
Pilihan
-
Pengungsi Gunung Semeru "Dihantui" Gangguan Kesehatan, Stok Obat Menipis!
-
Menkeu Purbaya Lagi Gacor, Tapi APBN Tekor
-
realme C85 Series Pecahkan Rekor Dunia Berkat Teknologi IP69 Pro: 280 Orang Tenggelamkan Ponsel
-
5 Rekomendasi HP Murah Rp 1 Jutaan RAM 8 GB Terbaik November 2025, Cocok Buat PUBG Mobile
-
Ratusan Hewan Ternak Warga Mati Disapu Awan Panas Gunung Semeru, Dampak Erupsi Makin Meluas
Terkini
-
PSI Sorot Kinerja Pemprov DKI Atasi Banjir Rob Jakarta: Mulai Pencegahan dari Musim Kemarau
-
Jalani Sidang dengan Tatapan Kosong, Ortu Terdakwa Demo Agustus: Mentalnya Gak Kuat, Tiga Kali Jatuh
-
Pohon Tumbang Lumpuhkan MRT, PSI Desak Pemprov DKI Identifikasi Pohon Lapuk: Tolong Lebih Gercep!
-
Merasa Terbantu Ada Polisi Aktif Jabat di ESDM, Bagaimana Respons Bahlil soal Putusan MK?
-
Terbongkar! Sindikat Pinjol Dompet Selebriti: Teror Korban Pakai Foto Porno, Aset Rp14 Miliar Disita
-
Usut Kasus Korupsi Haji di BPKH, KPK Mengaku Miris: Makanan-Tempat Istirahat Jemaah jadi Bancakan?
-
Jember Kota Cerutu Indonesia: Warisan yang Menembus Pasar Global
-
Dissenting Opinion, Hakim Ketua Sebut Eks Dirut ASDP Ira Puspadewi Harusnya Divonis Lepas
-
Komisi III 'Spill' Revisi UU Polri yang Bakal Dibahas: Akan Atur Perpanjangan Batas Usia Pensiun
-
Jadi Pondasi Ekonomi Daerah, Pemprov Jateng Beri Perhatian Penuh pada UMKM