Suara.com - Badan pengawas obat-obatan Amerika Serikat, atau FDA, telah menyetujui obat COVID-19 buatan Pfizer dalam bentuk tablet atau pil untuk dikonsumsi warganya.
Ini menjadi tonggak sejarah saat pandemi COVID-19, apalagi jumlah kasus positif, rawat inap di rumah sakit, dan kematian di Amerika Serikat kembali meningkat.
Pihak berwenang di bidang medis juga kembali memperingatkan 'tsunami' penularan baru dari varian Omicron yang dapat membebani layanan rumah sakit.
Obat bernama Paxlovid buatan Pfizer jumlah produksinya masih terbatas, tapi diklaim akan menjadi cara cepat dan murah untuk mengobati penularanawal COVID-19.
Berbeda dengan obat COVID yang sebelumnya sudah mendapat persetujuan, Paxlovid tidak perlu disuntikkan melalui infus atau suntikan biasa.
Dengan bentuknya berupa tablet atau pil, Paxlovid cukup diminum.
Untuk Australia, obat Paxlovid ini diperkirakan baru akan tersedia sepanjang tahun 2022, menunggu proses persetujuan dan badan pengawas obat-obatan badan pengawas obat dan makanan di Australia, atau TGA.
Amerika Serikat juga masih menunggu persetujuan untuk penggunaan obat COVID buatan perusahaan farmasi lainnya, Merck.
Namun obat buatan Pfizer dipastikan menjadi pilihan yang lebih disukai, karena efek sampingnya yang ringan dan lebih efektif.
Baca Juga: Wow! 25.271 Anak di Kota Semarang Disuntik Vaksin Covid-19
Dalam uji klinis, obat ini berhasil mengurangi 90 rawat inap dan kematian di antara pasien berisiko sakit parah karena COVID.
"Keampuhannya tinggi, efek sampingnya rendah, dan cukup diminum. Inilah semuayang diinginkan," jelas Gregory Poland dari Mayo Clinic, salah satu pusat layanan medis ternama di Amerika Serikat.
"Terbukti 90 persen penurunan risiko rawat inap dan kematian pada kelompok berisiko tinggi. Hasil uji klinis inimenakjubkan," tambahnya.
"
FDA mengizinkan penggunaan Paxlovid untuk orang dewasa dan anak-anak berusia 12 tahun ke atas yang positif COVID dan memiliki gejala awal dengan risiko rawat inap tertinggi.
Kategori ini juga meliputi orang tua dan mereka yang memiliki riwayat penyakit sebelumnya,seperti obesitas dan penyakit jantung.
Tag
Terpopuler
- Media Belanda Heran Mauro Zijlstra Masuk Skuad Utama Timnas Indonesia: Padahal Cadangan di Volendam
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Anak Wali Kota Prabumulih Bawa Mobil ke Sekolah, Padahal di LHKPN Hanya Ada Truk dan Buldoser
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Harta Kekayaan Wali Kota Prabumulih, Disorot usai Viral Pencopotan Kepala Sekolah
Pilihan
-
Gelombang Keracunan MBG, Negara ke Mana?
-
BUMN Tekstil SBAT Pasrah Menuju Kebangkrutan, Padahal Baru IPO 4 Tahun Lalu
-
Kemiskinan dan Ketimpangan Ekonomi RI Seperti Lingkaran Setan
-
Core Indonesia Sebut Kebijakan Menkeu Purbaya Suntik Rp200 Triliun Dinilai Salah Diagnosis
-
When Botanies Meets Buddies: Sporadies Meramban Bunga Jadi Cerita
Terkini
-
Riwayat Pendidikan Gibran di KPU Jadi Sorotan, Masa SMA Ditempuh 5 Tahun
-
Korupsi Kuota Haji: KPK Endus Aliran Duit Haram Sampai ke Meja Dirjen, Hilman Latief Dicecar 11 Jam
-
Siswi MTS Cipayung Gantung Diri Akibat Bullying, Menteri PPPA: Anak Butuh Ruang Aman untuk Curhat
-
5 Fakta Dugaan Skandal Panas Irjen Krishna Murti dan Kompol Anggraini Berujung Mutasi Jabatan
-
Ribuan Siswa Keracunan MBG, Warganet Usul Tim BGN Berisi Purnawirawan TNI Diganti Alumni MasterChef
-
Detik-detik Mengerikan Transjakarta Hantam Deretan Kios di Jaktim: Sejumlah Pemotor Ikut Terseret!
-
Serukan Green Policy Lawan Krisis Ekologi, Rocky Gerung: Sejarah Selalu Berpihak ke Kaum Muda
-
Kunto Aji Soroti Kualitas Makanan Bergizi Gratis dari 2 Tempat Berbeda: Kok Timpang Gini?
-
Rekam Jejak Sri Mulyani Keras Kritik BJ Habibie, Kinerjanya Jadi Menteri Tak Sesuai Omongan?
-
Pajak Kendaraan di RI Lebih Mahal dari Malaysia, DPRD DKI Janji Evaluasi Aturan Progresif di Jakarta