Suara.com - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) menjadi undang-undang dalam pengambilan keputusan tingkat II di Rapat Paripurna ke-19 DPR RI yang dipimpin oleh Puan Maharani, Selasa (12/4/2022) ini. Lalu apa saja poin-poin penting isi UU TPKS tersebut?
Ada beberapa poin-poin penting isi UU TPKS untuk memberikan kepastian hukum atas kasus tindak kekerasan seksual yang terjadi di Indonesia. Berikut ini penjelasannya.
"Apakah Rancangan Undang-Undang tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang?" kata Ketua DPR RI Puan Maharani dan sekaligus sebagai pemimpin rapat.
Pernyataan tersebut disambut dengan persetujuan dan tepuk tangan dari berbagai fraksi DPR RI dan ketukan palu tanda persetujuan.
Pengesahan RUU TPKS ini disambut baik oleh masyarakat yang telah menanti-nanti selama satu dekade ke belakang. Seperti yang diketahui, Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PK) menjadi rancangan awal yang tidak kunjung disahkan meski masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2021.
RUU PKS kemudian diganti dengan RUU TPKS yang hari ini disahkan oleh pemerintah dan DPR RI menjadi undang-undang. Lantas bagaimana poin isi UU TPKS yang disahkan oleh DPR RI ini? Simak ulasannya berikut ini.
Poin Isi RUU TPKS
Berikut ini poin-poin penting isi UU TPKS yang dirangkum Suara.com.
1. Penyidik Kepolisian Tidak Boleh Menolak Perkara
Baca Juga: Tok! DPR Sahkan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual Jadi UU
Dengan disahkannya RUU TPKS, penyidik tidak dapat menolak perkara kasus kekerasan seksual atas alasan apapun.
2. Pengklasifikasikan Jenis Kekerasan Seksual
Panitia Kerja (Panja) telah mencatat sebanyak 19 jenis kekerasan seksual yang tertuang dalam RUU TPKS. Pengelompokan 19 jenis kekerasan seksual tersebut dibagi dalam dua ayat.
Sembilan kekerasan seksual disebut dalam Pasal 4 ayat 1 yang merujuk UU TPKS antara lain: pelecehan seksual non-fisik, pelecehan seksual fisik, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan sterilisasi, pemaksaan perkawinan, kekerasan seksual berbasis elektronik, penyiksaan seksual, eksploitasi seksual, dan perbudakan seksual.
Sementara itu ada 10 kekerasan seksual pada Pasal 4 ayat 2 yang sanksinya merujuk kepada perundang-undangan lainnya.
3. Tidak Boleh Diselesaikan dengan Restorative Justice
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Sepatu New Balance Diskon 70% Jelang Natal di Sports Station
- Analisis Roy Suryo Soal Ijazah Jokowi: Pasfoto Terlalu Baru dan Logo UGM Tidak Lazim
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
Pilihan
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
-
Breaking News! John Herdman Jadi Pelatih Timnas Indonesia, Tunggu Diumumkan
Terkini
-
Gak Perlu Mahal, Megawati Usul Pemda Gunakan Kentongan untuk Alarm Bencana
-
5 Ton Pakaian Bakal Disalurkan untuk Korban Banjir dan Longsor Aceh-Sumatra
-
Kebun Sawit di Papua: Janji Swasembada Energi Prabowo yang Penuh Risiko?
-
Bukan Alat Kampanye, Megawati Minta Dapur Umum PDIP untuk Semua Korban: Ini Urusan Kemanusiaan
-
Tak Mau Hanya Beri Uang Tunai, Megawati Instruksikan Bantuan 'In Natura' untuk Korban Bencana
-
Jaksa Bongkar Akal Bulus Proyek Chromebook, Manipulasi E-Katalog Rugikan Negara Rp9,2 Miliar
-
Mobil Ringsek, Ini 7 Fakta Kecelakaan KA Bandara Tabrak Minibus di Perlintasan Sebidang Kalideres
-
Giliran Rumah Kajari Kabupaten Bekasi Disegel KPK
-
Seskab Teddy Jawab Tudingan Lamban: Perintah Prabowo Turun di Hari Pertama Banjir Sumatra
-
7 Fakta Warga Aceh Kibarkan Bendera Putih yang Bikin Mendagri Minta Maaf