Suara.com - Malaysia dan Vietnam saat ini bersatu untuk menandatangani kemitraan strategis komprehensif (CSP), kerjasama itu diduga untuk melawan dominasi China di laut China Selatan.
Baru-baru ini menurut para pengamat, peningkatan hubungan diplomatik ini jadi sinyal persatuan negara-negara Asia Tenggara dalam menghadapi klaim China di perairan sengketa Laut China Selatan.
Berdasarkan laporan CNA, satu perjanjian diplomatik tertinggi akan membuka jalan hubungan Vietnam dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya di ranah yang sama.
Dosen tamu untuk program studi Vietnam di ISEAS-Yusof Ishak Institute, Singapura, Dr Nguyen Khac Giang mengatakan peningkatan hubungan Vietnam-Malaysia dapat menjadi sinyal bahwa ASEAN akan lebih bersatu dalam menghadapi pengaruh China yang meluas di kawasan.
"Vietnam secara metodis membangun jaringan hubungan yang kuat dengan negara-negara tetangga ASEAN untuk mencapai keseimbangan strategis terhadap pengaruh regional China," kata dia.
Penandatangan CSP dilakukan saat ketua Partai Komunis Vietnam To Lam bertandang ke Malaysia dari 21-23 November atas undangan Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim.
Malaysia yang akan menjadi ketua ASEAN pada 2025 adalah negara Asia Tenggara pertama yang menandatangani CSP dengan Vietnam. CSP pertama Vietnam adalah dengan China yaitu pada 2008, sebuah peningkatan dalam hubungan bilateral kedua negara.
Usai penandatanganan CSP Vietnam-Malaysia, kedua negara menyampaikan pernyataan bersama pada 21 November, berisikan komitmen untuk berkolaborasi lebih jauh di bidang pertahanan, keamanan, sains dan teknologi, energi hijau, pendidikan, pembangunan sumber daya manusia, budaya, olah raga dan pariwisata.
Salah satu poin yang menonjol adalah janji mempererat kerja sama untuk mempertahankan pertahanan, stabilitas, keamanan dan kebebasan navigasi dan penerbangan di Laut China Selatan, dan untuk menyelesaikan isu sengketa wilayah dengan damai.
Baca Juga: Operasi Evakuasi WNI dari Suriah Berlanjut, 83 Orang Menunggu
Pernyataan itu juga menyinggung pentingnya kepatuhan pada hukum internasional, termasuk Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS) dan "menahan diri dari melakukan aktivitas yang bisa meningkatkan ketegangan" di Laut China Selatan.
Berita Terkait
Terpopuler
- Media Belanda Heran Mauro Zijlstra Masuk Skuad Utama Timnas Indonesia: Padahal Cadangan di Volendam
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Anak Wali Kota Prabumulih Bawa Mobil ke Sekolah, Padahal di LHKPN Hanya Ada Truk dan Buldoser
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Harta Kekayaan Wali Kota Prabumulih, Disorot usai Viral Pencopotan Kepala Sekolah
Pilihan
-
Gelombang Keracunan MBG, Negara ke Mana?
-
BUMN Tekstil SBAT Pasrah Menuju Kebangkrutan, Padahal Baru IPO 4 Tahun Lalu
-
Kemiskinan dan Ketimpangan Ekonomi RI Seperti Lingkaran Setan
-
Core Indonesia Sebut Kebijakan Menkeu Purbaya Suntik Rp200 Triliun Dinilai Salah Diagnosis
-
When Botanies Meets Buddies: Sporadies Meramban Bunga Jadi Cerita
Terkini
-
Riwayat Pendidikan Gibran di KPU Jadi Sorotan, Masa SMA Ditempuh 5 Tahun
-
Korupsi Kuota Haji: KPK Endus Aliran Duit Haram Sampai ke Meja Dirjen, Hilman Latief Dicecar 11 Jam
-
Siswi MTS Cipayung Gantung Diri Akibat Bullying, Menteri PPPA: Anak Butuh Ruang Aman untuk Curhat
-
5 Fakta Dugaan Skandal Panas Irjen Krishna Murti dan Kompol Anggraini Berujung Mutasi Jabatan
-
Ribuan Siswa Keracunan MBG, Warganet Usul Tim BGN Berisi Purnawirawan TNI Diganti Alumni MasterChef
-
Detik-detik Mengerikan Transjakarta Hantam Deretan Kios di Jaktim: Sejumlah Pemotor Ikut Terseret!
-
Serukan Green Policy Lawan Krisis Ekologi, Rocky Gerung: Sejarah Selalu Berpihak ke Kaum Muda
-
Kunto Aji Soroti Kualitas Makanan Bergizi Gratis dari 2 Tempat Berbeda: Kok Timpang Gini?
-
Rekam Jejak Sri Mulyani Keras Kritik BJ Habibie, Kinerjanya Jadi Menteri Tak Sesuai Omongan?
-
Pajak Kendaraan di RI Lebih Mahal dari Malaysia, DPRD DKI Janji Evaluasi Aturan Progresif di Jakarta